Pondok Pesantren Didorong Miliki SOP Ramah Anak

Surabaya — 1miliarsantri.net : Praktisi Milenial Parenting Islami asal Malang, Jawa Timur Hj Nuvisa Rizqid Diiny el-Ulya menyarankan pesantren memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP) sebagai lembaga yang ramah anak. Pengurus pesantren bisa mengacu pada Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 1262 tahun 2024 tentang petunjuk teknis pengasuhan ramah anak di pesantren yang memuat tentang prinsip perlindungan hak anak, tata cara pengasuhan di pesantren, peran dan fungsi pesantren dalam menjaga privasi santri, serta masih banyak petunjuk untuk pengasuhan anak yang benar tertera dalam juknis tersebut. “Pesantren ramah anak harus memiliki SOP yang jelas untuk mengantisipasi dan mengatasi jika kekerasan terjadi,” jelas Nuvisa Dalam pandangannya, pesantren ramah anak adalah upaya untuk menciptakan lingkungan pesantren yang aman, nyaman, tapi juga mendidik. Lingkungan yang aman dan nyaman ini mencakup perlindungan pada santri dari segala bentuk kekerasan baik fisik maupun verbal. Pengasuh Pesantren Khaira Ummah Malang ini menambahkan, dalam mewujudkan pesantren ramah anak, setidaknya ada lima prinsip dasar yang tidak boleh dilupakan. 5 Prinsip Dasar Wujudkan Pesantren Ramah Anak Pertama, tidak ada diskriminasi.Kedua, berorientasi kepentingan terbaik anak.Ketiga, hak perkembangan dan kelangsungan hidup.Keempat, partisipasi aktif atau mendengar suara anak.Kelima, tidak ada kekerasan. “Guru harus punya (minimal mau belajar tentang) kepekaan dan kemampuan memahami perbedaan karakter setiap anak, sehingga mampu menerapkan pendekatan persuasif kepada anak-anak sesuai kebutuhan,” jelas Ning Nuvis. Dia menggarisbawahi, pesantren ramah anak juga bukan berarti santri harus dimanjakan, tapi bagaimana supaya santri diberikan bekal pendidikan yang menekankan pada rasa kasih sayang dengan tetap mengajarkan tentang kedisiplinan. “Pendidikan di pesantren yang ramah anak diharapkan mampu mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak sesuai dengan usianya,” katanya. Pentingnya Pesantren Memiliki SOP Ramah Anak Dalam pandangan Ning Nuvis, petunjuk teknis yang termuat dalam SOP memberikan arahan tentang kewajiban masing-masing yang harus dilaksanakan agar konsep pengasuhan ramah anak bisa diterapkan. Pesantren mempunyai kewajiban melakukan pengasuhan yang layak pada santri disamping program pendidikan yang diberikan pada santri. Orang tua juga berkewajiban memastikan anaknya diasuh secara layak di pesantren demi terwujudnya kesejahteraan anak baik secara rohani, jasmani ataupun sosial, baik dari segi katakwaan, moral dan kepatuhan, juga dari segi kelangsungan hidup, tumbuh kembang, perlindungan dan partisipatif anak. Ning Nuvis memiliki pemikiran, ketika sebuah pesantren memiliki komitmen menerima santri usia anak-anak (18 ke bawah), maka pesantren ramah anak harus mau beradaptasi dengan metode pendidikan yang responsif terhadap kebutuhan anak. “Supaya sistem pesantren ramah anak berjalan sesuai yang diharapkan maka pasti harus ada pengawasan dan evaluasi yang dilakukan secara rutin untuk memastikan agar segalanya tetap kondusif. Ini pentingnya SOP,” ungkapnya. Selain SOP, langkah yang bisa dilakukan untuk mewujudkan pesantren ramah anak yaitu dengan penguatan program pendidikan karakter, memberikan pelatihan pada seluruh asatidz dan pengurus untuk memahami psikologi anak sesuai dengan tahap usianya. Dikatakan, tak kalah pentingnya yaitu harus menerapkan kebijakan tidak menoleransi segala bentuk kekerasan. Sebab dalam memberikan hukuman sekalipun pihak pesantren bisa memberikan hukuman yang mendidik, bukan mengarah pada fisik. “Pentingnya peran pemerintah untuk mendukung konsep pesantren ramah anak adalah dalam hal regulasi, seperti SOP yang dibuat kementerian. Penyediaan pelatihan dan pendampingan, lalu membantu meningkatkan standar perlindungan anak di lingkungan pesantren,” beber Ning Nuvis Lewat SOP, juga dapat diketahui bagaimana cara membangun komunikasi. Pendekatan kekeluargaan juga penting untuk kebutuhan memperhatikan tangki emosional santri. Hal ini bisa dilakukan dengan menyediakan layanan konseling secara rutin. Kemudian membangun komunikasi terbuka antara pengasuh, asatidz, pengurus, dan santri sehingga semua santri merasa memiliki ruang yang aman untuk menyampaikan keluhan dan kebutuhan mereka. Penting juga untuk mengadakan pertemuan antara pihak pesantren dan orang tua secara berkala agar orang tua memahami nilai-nilai yang ditanamkan pada anak-anak selama di pesantren. Jika di pesantren orang tua memberikan kepercayaannya pada pesantren, maka saat di rumah orang tua juga harus mau memantau perkembangan anaknya agar kebiasaan baik yang sudah didapatkan anak-anak di pesantren tidak berhenti begitu saja. “orang tua adalah mitra utama pesantren. Dengan itu membangun komunikasi yang baik antara pihak pesantren dan orang tua adalah suatu keharusan,” pungkasnya. (har) Baca juga :

Read More

Pesantren Salaf Tegalrejo terus dongkrak kemandirian pesantren

Magelang — 1miliarsantri.net : Pondok Pesantren Salaf Tegalrejo, yang terletak di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, kini tengah mengembangkan usaha Pusat Grosir Pesantren sebagai bagian dari program inkubasi bisnis kemandirian yang didorong oleh Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, Ditjen Pendidikan Islam, Kementerian Agama Republik Indonesia. Menurut Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kemenag RI, Dr. Basnang Said, S.Ag., M.Ag, pembangunan Pusat Grosir Pesantren ini merupakan langkah strategis dalam memperkuat kemandirian ekonomi pesantren. “Melalui pusat grosir ini, pesantren dapat mengembangkan kegiatan wirausaha yang berkelanjutan, yang tidak hanya menguntungkan pesantren tetapi juga memberikan dampak positif bagi masyarakat sekitar,” terang Dr. Basnang Said dalam keterangannya beberapa waktu lalu Pusat grosir ini diharapkan menjadi sumber pendapatan alternatif bagi pesantren yang dapat mendukung operasional dan pembangunan infrastruktur pendidikan. Selain itu, pusat grosir ini juga berpotensi memperkuat ekonomi lokal dengan meningkatkan produksi dan distribusi barang-barang kebutuhan sehari-hari seperti sembako, alat tulis, buku, pakaian, dan perlengkapan ibadah yang sangat dibutuhkan oleh pesantren dan masyarakat di sekitar Tegalrejo. Pesantren Salaf Tegalrejo bukan hanya berperan sebagai lembaga pendidikan agama, tetapi juga sebagai agen pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Program inkubasi bisnis ini mengintegrasikan dakwah dengan keterampilan sehari-hari, memungkinkan pesantren untuk memberikan pelatihan kewirausahaan kepada para santrinya. “Melalui program ini, kami berharap para santri tidak hanya dibekali ilmu agama tetapi juga keterampilan untuk mandiri secara ekonomi, yang sangat dibutuhkan di era sekarang,” tambah Dr. Basnang Said. Untuk memastikan keberhasilan usaha Pusat Grosir Pesantren, tim pengelola melakukan beberapa persiapan matang, termasuk studi pasar yang mencakup analisis kebutuhan pasar pesantren, identifikasi pesaing, dan segmentasi pasar. Selain itu, mereka juga menyusun rencana bisnis yang jelas, dengan visi dan misi jangka panjang untuk memastikan kelangsungan usaha ini. Rencana operasional yang matang, termasuk penggunaan teknologi untuk sistem kasir dan pencatatan keuangan, diharapkan dapat mempermudah pengelolaan bisnis ini. Platform digital juga menjadi bagian dari strategi untuk memperluas jangkauan pasar dan memudahkan transaksi dengan pelanggan Keberadaan Pusat Grosir Pesantren di Tegalrejo mendapat respon positif dari berbagai kalangan masyarakat setempat. Berikut adalah beberapa tanggapan dari warga sekitar: Bu Siti, Ibu Rumah Tangga: “Adanya pusat grosir pesantren ini sangat membantu saya dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Harganya lebih terjangkau, dan lokasinya dekat, jadi saya tidak perlu jauh-jauh ke pasar.” Pak Budi, Pedagang Kecil: “Saya sering beli barang dagangan di grosir pesantren ini. Selain lengkap, harganya juga bersaing. Ini sangat membantu usaha kecil saya.” Pak Slamet, Petani: “Dengan adanya pusat grosir ini, kami merasa lebih mudah mendapatkan barang-barang kebutuhan. Pesantren memang semakin maju dan berperan dalam mendukung ekonomi masyarakat.” Ibu Rahma, Warga Setempat: “Saya senang sekali pesantren membuka usaha grosir. Ini bukti pesantren tidak hanya fokus pada pendidikan agama tetapi juga peka terhadap kebutuhan ekonomi masyarakat sekitar.” Pak Hasan, Tokoh Masyarakat: “Pusat grosir pesantren ini menunjukkan bahwa pesantren bisa berperan besar dalam ekonomi masyarakat. Usaha ini layak didukung karena manfaatnya sangat nyata bagi warga sekitar.” Meskipun usaha pusat grosir ini terlihat sederhana, para pengelola tetap menjaga kualitas produk dan layanan yang diberikan. “Kami sangat menjaga kualitas barang yang dijual, memastikan barang dalam kondisi baik, kemasan rapih, dan memiliki tanggal kedaluwarsa yang masih panjang,” ujar salah satu pengelola pusat grosir. Hal ini penting untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap usaha ini. Pendirian Pusat Grosir Pesantren ini diharapkan tidak hanya memberikan manfaat ekonomi bagi pesantren dan masyarakat sekitar, tetapi juga memberikan pelajaran berharga tentang pentingnya kemandirian ekonomi dalam keberlanjutan pendidikan di pesantren. Pihak Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, Ditjen Pendidikan Islam, Kemenag RI juga mengingatkan agar masyarakat berhati-hati terhadap penipuan yang mengatasnamakan pemberi bantuan. “Jangan mudah percaya jika ada pihak yang meminta transfer dana dengan kedok bantuan inkubasi bisnis,” tegas pihak Kemenag. Informasi resmi tentang bantuan inkubasi bisnis dapat diakses melalui situs web Kementerian Agama RI atau media sosial resmi mereka.” pungkas Dr Basnang Said. (Iin) Baca juga :

Read More

Sebanyak 71 Ribu Perempuan Indonesia Memilih Childfree

Jakarta — 1miliarsantri.net : Tren childfree dewasa ini mengalami peningkatan dari sebelumnya. Berdasarkan kajian Badan Pusat Statistik dari hasil Susenas 2022, sebanyak 8,2% atau sekira 71 ribu perempuan di Indonesia mengaku tidak ingin memiliki anak atau childfree. Angka tersebut naik dari 7% pada 2019 di mana survei tersebut ditujukan kepada perempuan berusia 15-49 tahun yang pernah menikah, namun belum pernah memiliki anak dalam keadaan hidup dan tak menggunakan KB. Persentase tersebut diambil berdasarkan wilayah dengan persentase perempuan yang memilih childfree di perkotaan (8,5%) lebih tinggi dibanding pedesaan (7,8%). Selain itu, persentasenya juga tercatat lebih tinggi di Jawa (8,9%) dibanding luar Jawa (7,3%). Terdapat dua latar belakang yang disorot dalam kajian tersebut, yakni bahwa perempuan yang memilih childfree terindikasi punya pendidikan tinggi atau kesulitan ekonomi. Untuk diketahui, istilah childfree itu mengacu pada keputusan seseorang untuk tidak memiliki anak setelah menikah. Bukan tanpa alasan keputusan itu dibuat, melainkan atas pertimbangan bersama yaitu pasangan suami istri, dengan memerhatikan aspek kesehatan reproduksi, usia, atau pertimbangan yang bersifat personal lainnya. (Iin) Baca juga :

Read More

Pulau Jawa Menjadi Wilayah Terbanyak di Indonesia yang Memilih Childfree

Jakarta — 1miliarsantri.net : Persentase perempuan Indonesia memilih childfree cenderung meningkat dalam empat tahun terakhir. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia, Pulau Jawa menjadi wilayah tertinggi dengan persentase perempuan yang tidak ingin memiliki anak mencapai hampir 9%. BPS pada tahun 2022 mencatat, sekira 8 orang diketahui memilih hidup childfree diantara 100 perempuan usia produktif yang pernah kawin, namun belum pernah memiliki anak serta tidak sedang menggunakan alat KB. Jumlah tersebut setara dengan 0,1% perempuan berusia 15-49 tahun. Artinya, dari 1.000 perempuan dewasa di Indonesia, satu diantaranya telah memutuskan untuk childfree. Pulau Jawa merupakan pusat berkembangnya paradigma childfree di Indonesia. Sebagian besar dari mereka berdomisili di DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten. Masing-masing melaporkan kasus melampaui 10 persen pada 2022. Tingginya angka childfree di tiga wilayah tersebut disinyalir ada keterkaitan antara modernisasi pola pikir terhadap keputusan yang dibuat. Para perempuan childfree ini cenderung lebih banyak hidup di perkotaan yang kemungkinan dikarenakan masyarakat kota sangat terbuka terhadap modernisasi pola pikir, diantaranya telah memutuskan untuk childfree. Di awal penyebaran Covid-19, pemerintah mulai menerapkan kebijakan untuk membatasi mobilitas masyarakat di luar rumah. Secara umum, prevalensi perempuan childfree pada periode ini menurun dibandingkan sebelum pandemi. Akan tetapi, data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) 2020 justru menunjukkan fenomena sebaliknya untuk DKI Jakarta dan Jawa Timur, yaitu persentase perempuan childfree di kedua provinsi ini meningkat pada awal pandemi. Fakta ini memunculkan dugaan bahwa Covid-19 telah menurunkan kemampuan finansial dan daya beli masyarakat DKI Jakarta dan Jawa Timur pada level yang sangat rendah. Akibatnya, semakin banyak perempuan yang memilih hidup childfree agar tidak memperburuk perekonomian keluarga. (Iin) Baca juga :

Read More

Implementasi Maqashid Syariah dalam Keberagaman di Indonesia

Jakarta — 1miliarsantri.net : Para ulama meyakini bahwa di balik teks-teks syariat terdapat tujuan-tujuan utama yang ingin dicapai, yang dikenal dengan istilah maqashid syariah. Meskipun istilah maqashid syariah baru muncul pada awal abad ke-5 Hijriah, dalam pemikiran ulama seperti al-Juwaini (w. 478 H) dan al-Ghazali (w. 505 H), penerapan konsep ini sesungguhnya sudah berlangsung sejak masa sahabat. Misalnya, Umar bin Khattab mengusulkan kodifikasi Al-Qur’an demi kemaslahatan umat (mashalih). Bahkan, Hadits Nabi mengenai Salat Ashar di Bani Quraidhah menjadi salah satu dasar bagi pengembangan hukum berlandaskan maqashid syariah. Kajian tersebut merupakan inti dari pertemuan Senior Official Meeting para pemimpin tingkat tinggi MABIMS (Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura). Dalam forum tersebut, para pemimpin membahas implementasi konsep Maqashid Syariah dalam konteks Asia Tenggara, khususnya bagi negara-negara anggota MABIMS yang memiliki kekhasan kemajemukan budaya dan agama. Al-Ghazali merumuskan bahwa tujuan syariat atas proses penciptaan adalah untuk menjaga lima hal, yaitu agama (al-din), jiwa (al-nafs), akal (al-aql), keturunan (al-nasl), dan harta (al-mal). Sementara Asy-Syathibi (w. 790 H), orang pertama yang merumuskan maqashid syariah secara sistematis dalam kitabnya al-Muwafaqaat, membagi maqashid menjadi dua, yaitu maqashid yang merujuk pada Syari’ (Allah) dan yang merujuk kepada mukallaf (hamba). Ia juga mengaitkan pembahasan maqashid dengan masalah-masalah ushuliyyah, sesuatu yang belum pernah dibahas oleh ulama sebelumnya. Dalam pemahaman klasik, maqashid syariah mencakup lima perlindungan pokok (al-dharuriyat al-khams/al-kulliyat al-khams), yaitu perlindungan agama (hifdz al-din), perlindungan jiwa (hifdz al-nafs), perlindungan akal (hifdz al-aql), perlindungan keturunan (hifdz al-nasl), dan perlindungan harta (hifdz al-mal). Namun seiring perkembangan zaman, konsep maqashid mengalami perluasan makna, dan bahkan penambahan. Misalnya, dulu perlindungan akal dimaknai sebagai larangan mengkonsumsi minuman keras, tetapi sekarang juga mencakup pengembangan kapasitas intelektual atau hak untuk berpendidikan. Di samping itu, sekarang juga muncul perlindungan lingkungan hidup (hifdz al-biah), perlindungan negara (hifdz al-dawlah), dan lainnya. Pembagian maqashid syariah masih akan terus berkembang ke depannya, sebagaimana kondisi umat yang terus dinamis. Berdasarkan kajian MABIMS, jika ditarik dalam konteks Indonesia yang majemuk, implementasi maqashid syariah punya relevansi yang kuat, terutama dalam membangun kehidupan bernegara dan berbangsa yang harmonis. Islam dan keindonesiaan bukanlah dua hal yang bertentangan. Justru keduanya saling melengkapi. Nilai-nilai Islam, termasuk maqashid syariah, dapat memperkuat fondasi kebangsaan kita. Dalam hal perlindungan agama (hifdz al-din), implementasinya di Indonesia diwujudkan melalui jaminan kebebasan beragama yang dijamin Konstitusi. Setiap warga negara bebas memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agamanya. Menteri Agama Nasaruddin Umar, menegaskan bahwa keragaman agama di Indonesia adalah sunnatullah dan anugerah yang harus dihormati dan dijaga bersama melalui penerapan nilai-nilai Islam yang rahmatan lil ‘alamin. Perlindungan jiwa (hifdz al-nafs) direalisasikan melalui berbagai kebijakan yang menjamin keamanan, kesejahteraan, dan kesehatan warga negara. Misalnya, program bantuan sosial untuk masyarakat kurang mampu, BPJS, perlindungan warga negara Indonesia, dan lainnya. Itu semua juga merupakan upaya untuk mencegah konflik antarkelompok dan menjamin keadilan sosial bagi seluruh Indonesia. Dalam aspek perlindungan akal (hifdz al-aql), pemerintah mengembangkan sistem pendidikan yang inklusif dan berkeadilan, sekolah gratis, Kartu Indonesia Pintar (KIP) untuk anak yang kurang mampu, dan lainnya. Kurikulum di sekolah dirancang agar peserta didik punya pemahaman yang moderat dan menghargai keragaman. Pemerintah, ormas keagamaan, dan para tokoh agama juga aktif mendorong dialog antarumat beragama (interfaith diolague) untuk membangun pemahaman bersama dan kerja sama dalam mengatasi masalah-masalah sosial, serta menghindari kesalahpahaman. Perlindungan keturunan (hifdz al-nasl) diwujudkan melalui kebijakan yang melindungi institusi keluarga dan menjamin hak-hak anak. Misalnya, pencegahan kawin anak, makan siang bergizi, penurunan angka stunting, dan lainnya. Keturunan adalah pewaris bangsa ini ke depannya. Karenanya, kualitas mereka—fisik, kognitif, dan mental harus dijaga sedemikian rupa untuk kemajuan Indonesia di masa depan. Sementara implementasi dari perlindungan harta (hifdz al-mal) adalah lahirnya kebijakan ekonomi yang berkeadilan. Misalnya, pengembangan ekonomi syariah, pemberdayaan ekonomi umat dan UMKM, program pengentasan kemiskinan, perlindungan hak buruh, dan lainnya. Itu semua mencerminkan semangat maqashid syariah dalam dimensi ekonomi. Pengalaman Indonesia dalam mengimplementasikan maqashid syariah dalam konteks keberagaman bisa menjadi model yang unik dan pelajaran berharga dan inspiratif bagi dunia, terutama dalam mengelola kemajemukan masyarakatnya. Dengan pemahaman maqashid syariah yang kontekstual dan inklusif, nilai-nilai Islam justru dapat memperkaya wawasan kebangsaan dan memperkuat kohesi sosial dalam masyarakat yang beragam. Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar kedua di dunia, Indonesia telah membuktikan bahwa nilai-nilai Islam, dalam hal ini maqashid syariah, dapat berjalan selaras dengan modernitas dan kemajemukan. Hal ini bisa dilihat dari Indeks Kerukunan Umat Beragama (Indeks KUB) 2024 di Indonesia yang menunjukkan angka cukup tinggi, yaitu 76,47. Implementasi maqashid syariah menunjukkan bahwa perlindungan terhadap agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta dapat diwujudkan tanpa memberangus keberagaman. Malah, pemahaman maqashid yang tepat dapat memperkuat persatuan dan mendorong terciptanya peradaban yang inklusif dan berkeadilan. Keberhasilan ini tidak lepas dari peran para pemikir Muslim dan aktor dakwah moderat seperti dai/daiah, Penyuluh Agama Islam, penceramah, ustadz/ustadzah, seniman-budayawan dan lainnya di Indonesia yang selalu mendengungkan bahwa ‘Islam dan keindonesiaan adalah dua hal yang saling menguatkan dan bukan saling bertentangan.’ Walhasil, maqashid syariah bukan sekadar konsep teoretis yang ada di dalam buku dan kitab, tetapi juga dapat menjadi panduan praktis dalam membangun kehidupan berbangsa yang harmonis dan inklusif. Implementasinya di Indonesia menunjukkan bahwa nilai-nilai Islam dapat berjalan beriringan dengan semangat kebangsaan dan penghargaan terhadap keberagaman. (yan) Baca juga :

Read More

Muhammad Sakho Harumkan Nama Indonesia di Mesir

Kairo — 1miliarsantri.net : Muhammad Sakho Fairuz Adabi saat masih menjadi santri sudah bercita-cita untuk bisa belajar di Universitas Al Azhar Kairo, Mesir. Yakni lembaga pendidikan Islam tua yang telah banyak melahirkan para ulama yang mewarnai peradaban umat Islam di berbagai belahan dunia. Melalui jalur langit dan jalur bumi, Muhammad Sakho kini menjadi lulusan terbaik Universitas Al Azhar Kairo. Pria berusia 27 tahun ini menceritakan kisah singkat awal hidupnya dalam menimba ilmu sampai menjadi lulusan terbaik di Al Azhar. “Saya tertarik untuk belajar di Al Azhar sejak masih menjadi santri di pesantren, dengan sejarahnya yang panjang sebagai salah satu pusat keilmuan Islam yang tertua dan paling terhormat di dunia, juga sebagai kiblat ilmu dan ulama, apalagi karya-karya ulamanya adalah kitab-kitab pokok yang dulu kami pelajari,” kata Muhammad Sakho saat ditemui 1miliarsantri.net, Rabu (13/11/2024). Ia mengungkapkan bahwa memang prosesnya panjang, namun dengan izin Allah SAW, dia bisa mendapat kesempatan belajar di Al Azhar Kairo. Tentu dengan dukungan keluarga, dan doa dari banyak pihak. Sebelum ke Kairo, Muhammad Sakho pernah berkesempatan menimba ilmu di berbagai pesantren. Baginya, pesantren pertamanya adalah didikan kedua orang tua, terutama abah (kakek) yang sejak kecil sudah mendidiknya untuk mencintai ilmu dan membangunkan pondasi keilmuan dalam dirinya. “Kemudian pesantren yang sangat berpengaruh dalam mengajarkan ilmu dan adab bagi saya adalah Pesantren Darul Falah Amtsilati Jepara, yang diasuh oleh Abah Yai Taufiqul Hakim, dan Pesantren Sulaimaniyah di Turki yang didirikan oleh Syekh Sulaiman Hilmi Tunahan, semoga Allah merahmati seluruh guru-guru dan masyayikh kami,” tambah Muhammad Sakho. Ketika menimba ilmu di Universitas Al Azhar, Muhammad Sakho masuk Jurusan Syariah Islamiyah. Di sana belajar berbagai cabang ilmu agama seperti tafsir ahkam, hadis, fiqih, ushul fiqh, dan lain sebagainya. Muhammad Sakho juga mendapat pendidikan dengan talaqqi di masjid-masjid dan majelis-majelis ilmu. Karena Al-Azhar sebagai Jami’an dan Jami’atan (Masjid dan Kampus) adalah satu kesatuan. “Selain ilmu, kami juga diajarkan akhlak, adab dan ketawadhuan dari tangan para masyayikh yang tak hanya menjelaskan, namun juga mencontohkan dalam kehidupan pribadi mereka yang mulia,” tuturnya. Lulusan terbaik Universitas Al Azhar ini menegaskan bahwa yang paling penting, Al-Azhar juga menekankan Manhaj Wasathiyyah yang menekankan keseimbangan (tawazun) dan sikap tengah (I’tidal) dalam memahami ajaran Islam. Sehingga terhindar dari sikap ekstrem dan pemikiran radikal. Ia menceritakan, para mahasiswa di Al Azhar diajak untuk memahami berbagai madzhab dan sudut pandang yang berbeda dalam ilmu syariah. “Sehingga terbentuk sikap yang lebih terbuka dan menghargai perbedaan di kalangan umat Islam,” ujar Muhammad Sakho. Mengenai cara Muhammad Sakho menjadi lulusan terbaik di Universitas Al-Azhar, ia mengungkapkan, tentu itu adalah berkah karunia dari Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan taufiq-Nya, sehingga bisa sampai di titik ini. “Selain itu, bentuk ikhtiar saya yaitu dengan menggabungkan jalur langit dan jalur bumi. Jalur langit yang paling kuat adalah tetesan doa dari ibu dan abah saya, yang setiap hari tidak pernah putus mendoakan dan mengirimkan 40 Al-Fatihah untuk kesuksesan anak-anaknya, ini adalah jalur paling express yang mengantarkan saya mencapai keberhasilan ini,” ungkap Muhammad Sakho. Ia menambahkan, dari jalur bumi sendiri adalah dengan keistiqomahan dalam belajar, manajemen waktu yang baik dan menggunakan metode belajar yang tepat, sambil berusaha ikhlas dalam menuntut ilmu. “Alhamdulillah, Allah memberikan kemudahan dan hasil yang lebih dari yang saya harapkan,” ujarnya. Muhammad Sakho setelah lulus di Al-Azhar, mengungkapkan ingin kembali ke Indonesia untuk mengabdikan ilmu yang sudah didapat. Rencananya adalah berkontribusi dalam dunia pendidikan, baik dengan mengajar di pesantren atau lembaga-lembaga pendidikan, menciptakan kurikulum yang baik dan efektif di pesantren, serta turut menyebarkan pemahaman Islam yang moderat dan mendalam di masyarakat. “Saya juga ingin membangun badan usaha yang mandiri bagi pesantren saya, sehingga bisa meringankan biaya para santri dan memberikan beasiswa bagi mereka yang berprestasi,” pungkas Muhammad Sakho. (ham) Baca juga :

Read More

Hujan Salju Pertama Kali Turun di Gurun Arab Saudi

Dubai — 1miliarsantri.net : Gurun Al-Jawf di Arab Saudi baru saja mencatatkan sejarah baru pada 8 November 2024. Untuk pertama kalinya, hujan salju turun dan mengubah pemandangan gurun yang gersang menjadi hamparan putih memukau. Fenomena cuaca langka ini terjadi setelah hujan lebat dan badai es melanda kawasan tersebut, menciptakan pemandangan menakjubkan yang mengundang perhatian dunia. Pusat Meteorologi Nasional menjelaskan bahwa turunnya salju ini disebabkan oleh sistem tekanan rendah yang berasal dari Laut Arab. Udara lembab bertemu dengan kondisi panas dan kering khas gurun, menghasilkan fenomena salju yang tak terduga. Meski beberapa wilayah di Arab Saudi utara kadang mengalami salju ringan, pemandangan Gurun Al-Jawf yang terselimuti salju ini sungguh istimewa. Media sosial dipenuhi foto dan video hamparan salju di gurun, mengundang decak kagum sekaligus kekhawatiran publik. Banyak netizen terkesima melihat transformasi gurun yang biasanya gersang kini menyerupai negeri dongeng musim dingin. “Melihat perubahan gurun ini sungguh memesona!” tulis salah satu pengguna media sosial. Namun, tidak semua pihak menyambut gembira fenomena ini. Para environmentalis dan peneliti iklim mengkhawatirkan dampak dari cuaca ekstrem yang tidak biasa ini. Mereka menghubungkan kejadian ini dengan perubahan iklim global yang semakin tidak terprediksi. Para ahli menyebutkan kejadian langka ini sebagai pertanda perubahan iklim global yang semakin nyata. Sepanjang tahun ini, telah terjadi berbagai anomali lingkungan, termasuk pertumbuhan tanaman yang tidak biasa di kawasan gurun. Kombinasi salju dan hujan lebat telah menghidupkan kembali ekosistem gurun, berpotensi meningkatkan pertumbuhan tanaman saat suhu mulai menghangat. Peringatan cuaca telah dikeluarkan karena meteorolog memprediksi cuaca ekstrem akan berlanjut, termasuk badai petir dan angin kencang. Penduduk diimbau untuk bersiap menghadapi gangguan cuaca, menekankan pentingnya kesadaran akan dampak perubahan iklim terhadap sistem cuaca. Para ilmuwan iklim memperingatkan fenomena seperti ini akan semakin sering terjadi seiring cuaca yang semakin tidak menentu akibat perubahan iklim. Perubahan ini tidak hanya mempengaruhi kawasan gurun seperti Arab Saudi, tetapi juga bisa menjadi sinyal perubahan global. Saat ini, pemandangan salju yang berkilauan di Gurun Al-Jawf menjadi spektakel indah sekaligus pengingat akan perubahan yang sedang dialami Bumi. Fenomena unik ini membuat dunia merenungkan masa depan iklim dan lanskap ekologi kawasan ini, mendorong diskusi lebih luas tentang ketahanan iklim dan keberlanjutan. (dul) Baca juga :

Read More

Toleransi di Serambi Makkah Dibuat Film Harmony of Aceh

Nangro Aceh — 1miliarsantri.net : Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kanwil Kemenag) Provinsi Aceh meluncurkan film pendek tentang keberagaman dan toleransi antar umat beragama di tanah Serambi Makkah. Film berjudul “Harmony of Aceh; Memaknai dan Menghormati” di-launching di Ruang Teater BSI (Bank Syariah Indonesia) Landmark Aceh Green Building, Rabu (6/11/2024) lalu. Film ini menggambarkan bagaimana kenyamanan dan toleransi terjalin dengan baik di Aceh. “Film kerukunan ini di launching dengan harapan, antara lain, bisa menjadi satu bentuk visualisasi nyata dan sebenarnya yang terjadi di sini (Aceh). “Bagaimana kenyamanan dan toleransi terjalin baik, terlihat dalam film ini,” kata Kepala Bagian Tata Usaha Kanwil Kemenag Aceh, Ahmad Yani. Menurut Yani, Aceh memang daerah yang sejuk, nyaman dan rukun. “Tidak seperti yang digembar-gemborkan sebagian media dari luar. Di sini, kita saling menghargai dan menghormati, juga dalam aspek ibadah bagi umat masing-masing,” ujarnya. Film “Harmony of Aceh; Memaknai dan Menghormati” akan dapat ditonton di saluran youtube dan media sosial Kemenag Aceh mulai 16 November 2024, bertepatan dengan Hari Toleransi Internasional atau International Tolerance Day. “Film ini akan ditonton oleh masyarakat Indonesia dan dunia, dan tetap menunjukkan, bahwa Aceh memang sangat toleran dan harmonis,” sambungnya. Sementara itu, poduser film yang juga Ketua Tim Umum dan Hubungan Masyarakat (Humas) Kanwil Kemenag Aceh, Ahsan Khairuna mengatakan bahwa kegiatan ini merupakan salah satu ikhtiar dalam memperkuat moderasi beragama di Aceh. “Merawat kerukunan intern dan antar umat beragama, selain dengan dialog dan pelatihan pelopor kerukunan untuk berbagai elemen masyarakat, kali ini kita nonton bareng, sebuah film pendek yang memotret keberagaman, keberagamaan, dan kerukunan di Serambi Makkah,” paparnya. Ahsan berharap, film ini juga bisa menjadi salah satu referensi bagi wisatawan yang belum pernah ke Aceh dan belum mendapatkan informasi utuh tentang harmonisasi dan toleransi di Aceh. Peluncuran film Harmony of Aceh ini dihadiri oleh para Pembimas di Kanwil Kemenag Aceh, Kepala Kankemenag Banda Aceh dan Aceh Besar, pengurus FKUB, pimpinan regional BSI, Kesbangpol Aceh, ormas dan pegiat film. (mis) Baca juga :

Read More

Pulau Mewah Pertama di Neom Arab Saudi Resmi Dibuka

Dubai — 1miliarsantri.net : Sindalah, sebuah resor pulau di Laut Merah yang dirancang oleh studio Italia Luca Dini Design and Architecture, telah menjadi wilayah Neom pertama yang selesai dibangun di Arab Saudi. Resor yang dijuluki “destinasi pulau mewah” ini berlokasi lima kilometer dari pesisir Neom di Laut Merah, dan telah dibuka untuk sejumlah tamu undangan. Proyek seluas 840.000 meter persegi ini menjadi bagian pertama dari Neom, sebuah mega-proyek di Arab Saudi bagian timur laut, yang berhasil diselesaikan. “NEOM berkomitmen mendukung era baru pariwisata mewah Kerajaan dengan dibukanya Sindalah,” kata CEO Neom, Nadhmi Al-Nasr. “Terwujudnya destinasi bersejarah ini, yang menjadi gerbang ke Laut Merah, adalah berkat kepemimpinan visioner Yang Mulia Mohammed bin Salman dan Visi Saudi 2030,” tambah Al-Nasr. Sindalah dirancang oleh Luca Dini Design and Architecture, yang terkenal dengan desain kapal pesiar mewah, dan dibangun di sekitar marina berkapasitas 86 kapal beserta klub kapalnya. Menurut Neom, pulau ini akan berfungsi sebagai “gerbang menuju Laut Merah.” Pulau ini dilengkapi hotel, restoran dan berbagai fasilitas termasuk Sindalah Yacht Club dengan interior yang dirancang oleh merek fashion Italia Stefano Ricci. Terdapat juga klub pantai, klub golf, gerai ritel, dan layanan manajemen kapal pesiar. Pengunjung pulau yang dijuluki “masa depan wisata mewah” oleh Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman ini dapat memilih dari 440 kamar, 88 vila, dan lebih dari 200 apartemen berlayanan lengkap. “Ini adalah babak membanggakan dalam perjalanan NEOM dan kami sangat bersemangat untuk mencapai lebih banyak tujuan ambisius kami, dengan dukungan berkelanjutan dari Yang Mulia,” ujar Al-Nasr. “Destinasi perdana NEOM ini memberikan pengunjung ‘sekilas gambaran’ tentang apa yang akan datang untuk portofolio destinasi dan pengembangan kami yang luas.” Sindalah menargetkan dapat menerima 2.400 pengunjung per hari pada tahun 2028. Ini adalah yang pertama dari 10 wilayah yang diciptakan untuk proyek Neom, termasuk kota mega The Line. Proyek kontroversial ini mendapat banyak kritikan. Pada 2022, organisasi hak asasi manusia ALQST melaporkan bahwa tiga anggota suku Huwaitat yang diduga mengkritik penggusuran terkait Neom telah dijatuhi hukuman mati. Aktivis hak asasi manusia Lina Alhathloul awal tahun ini mengatakan kepada media bahwa Neom “dibangun di atas darah rakyat Saudi” dan editor media Tom Ravenscroft mempertanyakan apakah “sudah waktunya studio arsitektur mundur dari Neom?” (dul) Baca juga :

Read More

Para Dirjen Agama Berkumpul Sharing Tentang Pengalaman Moderasi Beragama

Jakarta — 1miliarsantri.net : Upaya pemerintah menumbuhkan moderasi beragama terus diintensifkan. Ini ditandai dengan berkumpulnyapara Direktur Jenderal (Dirjen) Bimbingan Masyarakat (Bimas) dari berbagai agama serta Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) berbagi pengalaman tentang penerapan moderasi beragama di Indonesia. Acara ini bertujuan memperkuat dan mempromosikan pemahaman antaragama untuk membangun masyarakat yang lebih toleran, moderat, dan damai. Tokoh-tokoh yang hadir di antaranya Dirjen Bimas Islam Kamaruddin Amin, Dirjen Bimas Kristen Jeane Marie Tulung, Dirjen Bimas Hindu I Nengah Duija, Dirjen Bimas Katolik Suparman, Dirjen Bimas Buddha Supriyadi, Kepala Pusat Bimbingan dan Pendidikan Khonghucu Susari, serta Kepala PKUB M. Adib Abdushomad. Dalam sambutannya, Dirjen Bimas Islam Kamaruddin Amin menekankan pentingnya moderasi beragama dalam menjaga persatuan bangsa yang beragam. “Moderasi beragama IMB) adalah kunci untuk menangani konflik yang dapat timbul akibat perbedaan keyakinan. Kemenag berupaya membangun fondasi penting untuk moderasi beragama di setiap Eselon I dan Eselon II,” ujar Kamaruddin. Dirjen Bimas Kristen Jeane Marie Tulung menjelaskan, moderasi beragama telah disosialisasikan kepada seluruh unsur umat Kristen, mulai dari ASN, pimpinan gereja, hingga sekolah Kristen. “Di Bimas Kristen, kami sudah menyosialisasikan nilai moderasi beragama kepada para penyuluh agama, baik ASN maupun non-ASN, serta pimpinan dan tokoh gereja, juga di sekolah-sekolah Kristen. Kami bekerja sama dengan Perguruan Tinggi Keagamaan Kristen Negeri dan pemerintah daerah untuk menetapkan desa-desa moderasi beragama. Saat ini, sudah ada 21 desa yang ditetapkan,” jelas Jeane. Dirjen Bimas Hindu I Nengah Duija menyebut, praktik moderasi beragama telah berlangsung lama di kalangan umat Hindu, khususnya di Bali. Ia mencontohkan Pura Negara Gambur Anglayang di Keputambahan, yang memiliki tempat pemujaan bernuansa Islam, Buddha, Sunda, dan Melayu. “Praktik moderasi beragama di kalangan umat Hindu sudah dilakukan sejak lama. Hal ini penting untuk dilanjutkan dan diwariskan kepada generasi mendatang,” ujar Duija. Selanjutnya, Dirjen Bimas Katolik Suparman menekankan peran Paus Fransiskus dalam mempromosikan moderasi beragama di Indonesia. Kunjungan Paus ke Indonesia pada September lalu, termasuk pertemuannya dengan Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar, dinilai membawa kesejukan dan kedamaian bagi seluruh umat beragama di Tanah Air. Dirjen Bimas Buddha Supriyadi mengatakan, pihaknya telah menginstruksikan lembaga keagamaan Buddha untuk mempraktikkan moderasi beragama, termasuk melibatkan tokoh agama lain dalam perayaan besar Buddha. Kepala Pusat Bimbingan dan Pendidikan Khonghucu Susari menambahkan bahwa di Pusbimdik Khonghucu, calon rohaniwan wajib mengikuti pelatihan moderasi beragama sebelum ditahbiskan. Buku bimbingan perkawinan Khonghucu juga telah memasukkan konsep moderasi beragama. Sementara itu, Kepala PKUB M. Adib Abdushomad menegaskan peran PKUB dalam mendorong dialog lintas agama. Ia menyebut, pendekatan berbasis komunitas perlu didorong sebagai bagian dari strategi moderasi beragama berkelanjutan. “Sebagai pusat kerukunan umat beragama, PKUB mendorong agar semua agama di Indonesia tidak hanya berdampingan, tetapi juga aktif berinteraksi dan saling memahami,” kata Adib. Dirjen Bimas Islam Kamaruddin Amin mengatakan, ICROM 2024 mengukuhkan bahwa moderasi beragama merupakan tanggung jawab bersama dalam mewujudkan Indonesia yang damai dan menghargai perbedaan. Menurutnya, moderasi beragama di Indonesia perlu diekspos ke tingkat global. “Indonesia pantas menjadi model keberagaman dunia. Moderasi beragama dapat menjadi instrumen yang mendukung pembangunan bangsa,” ujarnya. Dengan komitmen pada moderasi beragama, Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi contoh negara yang harmonis dalam keragaman, serta mengatasi tantangan intoleransi dan radikalisme. (Iin) Baca juga :

Read More