“Pengadilan Rakyat Global” Gaza Tribunal Desak Intervensi Bersenjata PBB demi Hentikan Genosida Paling Mematikan

Dengarkan Artikel Ini

Gaza – 1miliarsantri.net : Di sebuah ruangan pengadilan rakyat di Gaza Tribunal Sarajevo pada Mei lalu, suara tangis saksi perempuan Gaza yang kehilangan keluarganya menjadi kesaksian hidup tentang penderitaan yang tak terbayangkan. Para hakim moral, akademisi, dan tokoh masyarakat dunia yang duduk di meja panel terdiam, lalu mencatat setiap detail.

Inilah Gaza Tribunal, sebuah “juri nurani internasional” yang kini menyerukan langkah paling drastis: intervensi bersenjata PBB untuk menghentikan apa yang mereka sebut sebagai fase paling mematikan dari genosida di Jalur Gaza.

Tribunal Rakyat dengan Sejarah Panjang

Gaza Tribunal, atau Pengadilan Rakyat Global, dibentuk pada November 2024 di London oleh hampir 100 akademisi, intelektual, aktivis HAM, dan tokoh masyarakat sipil. Tujuannya adalah menginvestigasi dugaan kejahatan perang, genosida, dan apartheid yang terjadi di Gaza, dengan pendekatan moral dan kemanusiaan.

Gaza Tribunal bukanlah lembaga resmi negara atau organisasi internasional. Ia berakar pada tradisi “pengadilan rakyat”—forum independen yang didirikan untuk memberikan putusan moral terhadap kejahatan kemanusiaan ketika institusi resmi gagal bertindak. Pendahulunya yang paling terkenal adalah Russell Tribunal on Vietnam pada 1966 yang digagas filsuf Bertrand Russell dan Jean-Paul Sartre, serta Russell Tribunal on Palestine pada 2009.

Dalam kasus Gaza, tribunal ini pertama kali diluncurkan di London pada November 2024, lalu menggelar sidang lanjutan di London (Februari 2025) dan Sarajevo (Mei 2025). Sidang puncak akan digelar di Istanbul pada Oktober 2025. Dengan menghadirkan saksi dari Gaza, pakar hukum internasional, aktivis HAM, hingga jurnalis, tribunal ini berusaha menyusun dokumen moral yang kuat—“vonis nurani”—untuk dunia.

“Fase Paling Mematikan”

Menurut Richard Falk, mantan Pelapor Khusus PBB untuk Palestina sekaligus profesor hukum internasional di Princeton, dunia kini menghadapi kegagalan moral yang berbahaya. “Kita memasuki fase paling mematikan dari genosida di Gaza,” ujarnya. “Jika PBB dan masyarakat internasional tidak bertindak segera, maka sejarah akan mencatat ini sebagai salah satu kegagalan terbesar kemanusiaan.”

Sejak Oktober 2023, lebih dari 62.000 warga Palestina terbunuh dalam serangan Israel di Gaza. Sebagian besar korban adalah perempuan dan anak-anak. Infrastruktur sipil, rumah sakit, universitas, hingga tempat ibadah hancur. Laporan lembaga internasional menunjukkan tingkat kelaparan dan penyakit yang sangat tinggi, dengan sebagian wilayah Gaza kini dikategorikan mengalami kelaparan massal (famine).

Dasar Hukum: Dari “Uniting for Peace” hingga R2P

Gaza Tribunal menekankan bahwa intervensi bukan sekadar tuntutan moral, melainkan memiliki dasar hukum internasional. Tribunal mengutip Resolusi “Uniting for Peace” (1950) yang memberi kewenangan kepada Majelis Umum PBB untuk bertindak ketika Dewan Keamanan terblokir veto.

Selain itu, ada juga doktrin “Responsibility to Protect” (R2P) yang diadopsi Sidang Umum PBB pada 2005. Prinsip ini menegaskan kewajiban komunitas internasional untuk melindungi populasi sipil ketika sebuah negara gagal mencegah genosida, kejahatan perang, atau pembersihan etnis.

Dengan dua dasar ini, Gaza Tribunal menyerukan pengiriman pasukan internasional PBB ke Gaza untuk memberikan perlindungan langsung kepada warga sipil.

Menentang “Komplisitas” Barat

Salah satu kritik utama yang muncul dalam persidangan Gaza Tribunal adalah komplisitas negara-negara Barat, terutama Amerika Serikat, Inggris, Jerman, dan sekutu lainnya. Negara-negara ini dituduh bukan hanya menutup mata terhadap penderitaan Palestina, tetapi juga terus memasok senjata dan dukungan diplomatik bagi Israel.

Namun, menurut Falk, opini publik mulai bergeser. Gelombang protes mahasiswa di kampus-kampus AS dan Eropa, boikot produk tertentu, hingga desakan embargo senjata menunjukkan bahwa solidaritas masyarakat dunia masih bisa memengaruhi kebijakan politik, sebagaimana yang pernah terjadi dalam kampanye global melawan apartheid di Afrika Selatan.

Membungkam Kebenaran

Tribunal juga menyoroti upaya sistematis untuk membungkam kebenaran. Beberapa pelapor khusus PBB dilabeli dan diserang, sementara jurnalis di lapangan menghadapi ancaman serius. Kasus paling mencolok adalah pembunuhan jurnalis Al Jazeera, yang memicu kemarahan global. Menurut para hakim tribunal, serangan terhadap jurnalis bukan hanya upaya membungkam saksi mata, tetapi juga bagian dari strategi menghapus narasi korban.

Dukungan Turki

Di tengah lemahnya respon pemerintah-pemerintah besar dunia, Gaza Tribunal memberi penghargaan terhadap sikap konsisten Turki yang secara terbuka menyebut agresi Israel sebagai genosida. Tribunal menilai keberanian Ankara—meskipun menghadapi tekanan diplomatik—menjadi salah satu suara negara yang masih berdiri tegak membela Palestina di forum internasional.

Dokumentasi dan Solidaritas Global

Tujuan utama Gaza Tribunal ada dua. Pertama, mendokumentasikan kejahatan secara sistematis dan otoritatif agar tidak terhapus dari sejarah. Kedua, membangun solidaritas global yang mampu mendesak lahirnya langkah konkret di PBB.

Tribunal sadar bahwa putusan mereka tidak mengikat secara hukum. Namun, sejarah menunjukkan bahwa pengadilan rakyat dapat menciptakan tekanan moral dan politik yang besar. Russell Tribunal tentang Vietnam, misalnya, berperan penting dalam mengubah opini publik dunia terhadap perang AS.

Harapan dan Tantangan

Meski pesimistis terhadap elite politik, Falk percaya pada kekuatan rakyat. Ia mengingatkan pada gerakan anti-perang Vietnam: sesuatu yang awalnya dianggap mustahil, perlahan menjadi mungkin berkat mobilisasi publik. Hal serupa kini diharapkan terjadi untuk Gaza.

Namun tantangannya sangat besar. Dewan Keamanan PBB terus terbelenggu oleh veto AS, sementara dunia Arab terpecah, dan banyak negara Muslim memilih berhati-hati demi kepentingan politik dan ekonomi.

Sidang Puncak di Istanbul

Sidang terakhir Gaza Tribunal dijadwalkan berlangsung di Istanbul, Oktober 2025. Di sana, para hakim moral akan mengeluarkan putusan resmi berdasarkan bukti dan kesaksian yang terkumpul dari London dan Sarajevo. Putusan itu tidak akan membawa tank ke Gaza, tetapi bisa menjadi dokumen moral yang menegaskan kebenaran sejarah dan memperkuat dasar hukum bagi langkah internasional di masa depan.

Penutup

Gaza Tribunal hanyalah sebuah pengadilan rakyat, tanpa kekuatan hukum, tanpa pasukan, tanpa veto. Namun ia membawa sesuatu yang sering hilang dalam diplomasi resmi: suara nurani manusia.

Di tengah reruntuhan Gaza, suara ini menjadi pengingat bahwa dunia masih bisa memilih: tetap diam dan menjadi saksi pasif genosida, atau bergerak bersama dan memaksa lahirnya intervensi nyata.

Seperti kata Richard Falk, “Diam di hadapan genosida adalah bentuk kesalahan. Dan kesalahan itu akan terus menghantui sejarah kita.” (***)

Penulis : Abdullah al-Mustofa

Editor : Toto Budiman

Sumber:

https://www.aa.com.tr/en/middle-east/gaza-tribunal-calls-for-armed-un-intervention-to-halt-most-lethal-phase-of-genocide-in-gaza/3662472

https://www.aa.com.tr/en/europe/bosnia-and-herzegovina-hosts-3rd-day-of-gaza-tribunal/3582743

https://1-al–shabaka-org.translate.goog/commentaries/normalizing-israeli-impunity-and-dominance-the-arab-role


Eksplorasi konten lain dari 1miliarsantri.net

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

Berikan Komentar Anda

Eksplorasi konten lain dari 1miliarsantri.net

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca