Fatwa MUI Tentang Pajak Berkeadilan, Ini Redaksi Lengkapnya

Fatwa MUI tentang konsep pajak berkeadilan di Indonesia, memuat poin inti, prinsip syariah, dan implikasi bagi pemerintah, pelaku usaha, serta masyarakat. Jakarta 1miliarsantri.net: Majelis Ulama Indonesia (MUI) kembali menegaskan pentingnya sistem perpajakan yang tidak hanya kuat secara regulasi, tetapi juga sejalan dengan prinsip keadilan sosial dan syariah. Fatwa terbaru yang dirilis MUI menekankan bahwa pemungutan pajak diperbolehkan selama memenuhi unsur keadilan, transparansi, dan kemaslahatan publik. Dalam fatwa tersebut, MUI menjelaskan bahwa pajak dapat menjadi instrumen negara untuk menjaga keberlangsungan layanan publik, mengurangi kesenjangan, dan mendukung pembangunan yang berorientasi pada kesejahteraan umum. Namun, MUI mengingatkan bahwa pajak harus diberlakukan secara proporsional—baik dari sisi tarif, objek, maupun mekanisme penagihan—agar tidak menimbulkan beban berlebih bagi masyarakat dan pelaku usaha. Redaksi lengkap Fatwa MUI tentang Pajak Berkeadilan yang dikutip dari laman resmi Majelis Ulama Indonesia: Ketentuan Hukum 1. Negara wajib dan bertanggung jawab mengelola dan memanfaatkan seluruh kekayaan negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 2. Dalam hal kekayaan negara tidak cukup untuk membiayai kebutuhan negara untuk  mewujudkan kesejahteraan rakyat maka negara boleh memungut pajak dari rakyat dengan ketentuan sebagai berikut: a. Pajak penghasilan hanya dikenakan kepadawarga negara yang memiliki kemampuan secara finansial yang secara syariat minimal setara dengan nishab zakat mal yaitu 85 gram emas. b. Objek pajak dikenakan hanya kepada harta yang potensial untuk diproduktifkan dan / atau merupakan kebutuhan sekunder dan tersier(hajiyat dan tahsiniyat). c. Pajak digunakan untuk kepentingan masyarakat yang membutuhkan dan kepentingan publik secara luas. d. Penetapan pajak harus berdasar pada prinsip keadilan. e. Pengelolaan pajak harus amanah dan transparan serta berorientasi pada kemaslahatan umum (‘ammah). 3. Pajak yang dibayarkan oleh wajib pajak, secara syar’i merupakan milik rakyat yang pengelolaannya diamanahkan kepada pemerintah(ulil amri), oleh karena itu pemerintah wajib mengelola harta pajak dengan prinsip amanah yaitu jujur, profesional, transparan, akuntabel dan berkeadilan.  4. Barang yang menjadi kebutuhan primer masyarakat (dharuriyat) tidak boleh dibebanipajak secara berulang (double tax). 5. Barang konsumtif yang merupakan kebutuhan primer, khususnya sembako (sembilan bahan pokok), tidak boleh dibebani pajak. 6. Bumi dan bangunan yang dihuni (non komersial) tidak boleh dikenakan pajak berulang. 7. Warga negara wajib ⁠menaati aturan pajak yang ditetapkan berdasarkan ketentuan sebagaimanadimaksud pada angka 2 dan 3. 8. Pemungutan pajak yang tidak sesuai denganketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan 3 hukumnya haram. 9. Zakat yang sudah dibayarkan oleh umat Islam menjadi pengurang kewajiban pajak sebagaimana diatur dalam ketentuan angka 2 dan 3, (zakat sebagai pengurang pajak). Rekomendasi 1. Untuk mewujudkan perpajakan yang berkeadilandan berpemerataan maka pembebanan pajakseharusnya disesuaikan dengan kemampuanwajib pajak (ability pay). Oleh karena itu perluadanya peninjauan kembali terhadap beban perpajakan terutama pajak progresif yang nilainya dirasakan terlalu besar. 2. Pemerintah harus mengoptimalkan pengelolaan sumber-sumber kekayaan negara dan menindak para mafia pajak dalam rangka untuk sebesar-besar untuk kesejahteraan masyarakat. 3. Pemerintah dan DPR berkewajiban mengevaluasi berbagai ketentuan perundang-undangan terkait perpajakan yang tidak berkeadilan dan menjadikan fatwa ini sebagai pedoman. 4. Kemendagri dan pemerintah daerah mengevaluasi aturan mengenai pajak bumi dan bangunan, pajak pertambahan nilai (PPn), pajakpenghasilan (PPh), Pajak Bumi dan Bangunan(PBB), Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), pajakwaris yang seringkali dinaikkan hanya untuk menaikkan pendapatan daerah tanpa mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat. 5. Pemerintah wajib mengelola pajak dengan amanah dan menjadikan fatwa ini sebagai pedoman. 6. Masyarakat perlu mentaati pembayaran pajak yang diwajibkan oleh pemerintah jika digunakan untuk kepentingan kemaslahatan umum (maslahah ‘ammah). Ketua MUI Bidang Fatwa periode 2025-2030 Prof KH Asrorun Ni’am Sholeh mengingatkan warga negara wajib menaati aturan pajak sebagai wujud tanggung jawab dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dia juga menegaskan mengelola harta pajak dengan prinsip amanah yaitu jujur, profesional, transparan, akuntabel dan berkeadilan. Penulis : Thamrin Humris Editor : Thamrin Humris Sumber : MUI Foto : Logo MUI

Read More

Sertifikasi Halal Gratis Bagi ‘UMK’, Ini Dasar Hukumnya

Jakarta – 1miliarsantri.net: Pelaku Usaha Mikro Kecil yang dikenal dengan ‘UMK’, seperti warung makan bisa bernapas lega terkait akses untuk mendapatkan “Sertifikasi Halal Gratis” yang menjadi kebijakan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Dasar Hukum Sertifikasi Halal Dasar hukum utama yang mengatur tentang sertifikasi halal di Indonesia, termasuk untuk Usaha Mikro dan Kecil (UMK) seperti warung makan, adalah: • Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH) beserta perubahannya melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. • Pasal 4 UU JPH: Menyatakan bahwa produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal. Ini adalah landasan kewajiban sertifikasi halal secara umum. • Pasal 21 UU JPH: Mengatur mengenai kewajiban pemisahan lokasi, tempat, dan alat Proses Produk Halal (PPH) dengan yang tidak halal, yang relevan untuk warung makan. Undang-Undang Cipta Kerja membawa beberapa perubahan, termasuk penyederhanaan proses sertifikasi halal dan memberikan fleksibilitas lebih bagi UMK, salah satunya melalui skema self declare. • Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal (PP JPH). PP ini merupakan peraturan pelaksana dari UU JPH. Di dalamnya diatur lebih detail mengenai penyelenggaraan Jaminan Produk Halal oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). PP ini juga mengatur mekanisme pernyataan mandiri (self declare) bagi pelaku UMK, termasuk kriteria dan tata caranya. • Peraturan Menteri Agama (PMA) Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2021 tentang Sertifikasi Halal Bagi Pelaku Usaha Mikro dan Kecil. PMA ini secara spesifik mengatur tentang sertifikasi halal untuk UMK, termasuk warung makan. Ini adalah peraturan yang paling relevan dan rinci mengenai program sertifikasi halal gratis (SEHATI) dengan skema self declare. • Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Perubahan Atas Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal Nomor 1 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pembayaran Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal. Peraturan ini menegaskan bahwa tarif layanan permohonan sertifikasi halal dengan pernyataan pelaku usaha (self declare) dikenakan tarif Rp0,00 (nol rupiah) atau tidak dikenai biaya, dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan negara. Inti Dasar Hukum bagi UMK (termasuk warung makan): 1. Kewajiban Sertifikasi: Secara umum, semua produk yang beredar di Indonesia wajib bersertifikat halal (UU JPH).2. Fasilitasi UMK: Pemerintah, melalui regulasi turunan seperti PMA 20/2021 dan Peraturan BPJPH, memberikan fasilitas sertifikasi halal gratis bagi UMK dengan mekanisme self declare untuk meringankan beban pelaku usaha.3. Periode Kewajiban: Meskipun kewajiban sertifikasi halal berlaku secara umum mulai 18 Oktober 2024, pemerintah telah menunda pemberlakuan kewajiban sertifikasi halal bagi produk makanan dan minuman UMK hingga 17 Oktober 2026. Hal tersebut sebagai bentuk keberpihakan dan memberikan waktu transisi yang cukup. Jadi, warung makan atau UMK lainnya memiliki dasar hukum yang kuat untuk mendapatkan sertifikasi halal, bahkan dengan fasilitas gratis yang diberikan oleh pemerintah.*** Ikuti artikel selanjutnya dari 1miliarsantri.net terkait Syarat dan Alur Sertifikasi Halal Gratis (SEHATI) Bagi UMK. Penulis : Thamrin Humris Editor : Toto Budiman Sumber : Berbagai sumber Foto : Dok. Kementerian Agama

Read More