Upaya Pembunuhan Delegasi Hamas Gagal, Gaza Kirim Pesan Ketabahan

Gaza – 1miliarsantri.net : Dari tenda-tenda pengungsian yang sesak di Khan Younis, di tengah reruntuhan yang menjadi saksi bisu kebiadaban perang, rakyat Gaza terus mengikuti setiap denyut berita dengan hati yang berdebar. Bukan hanya tentang nasib mereka sendiri, tetapi juga tentang mereka yang berbicara atas nama mereka di meja perundingan. Ketika kabar mengejutkan tentang upaya pembunuhan terhadap delegasi perunding Hamas di Doha merebak, kecemasan mendalam menyelimuti. Namun, ketika berita kegagalan upaya keji itu tiba, udara seolah dipenuhi dengan hela napas lega dan syukur yang tak terhingga. Ini bukan sekadar berita politik; ini adalah cerminan denyut nadi sebuah bangsa yang menolak untuk tunduk. Menurut laporan Tasnim News Agency pada Minggu 14 September, rudal yang ditembakkan oleh rezim Israel mengenai lima staf di Departemen Administrasi Hamas, termasuk Hammam, putra dari Wakil Kepala Biro Politik Hamas Khalil al-Hayyah, serta Badr al-Hamidi al-Dosari, seorang petugas keamanan Qatar. Keduanya gugur dalam serangan tersebut bersama tiga korban lainnya. “Rasa lega itu nyata, seakan beban berat terangkat dari pundak,” ujar seorang warga. Bagi mereka, delegasi ini bukan hanya politisi, melainkan bagian dari darah dan daging mereka sendiri, “bukan anak-anak kami, tetapi seperti anak-anak kami,” kata Um Mohammad dari Rafah dengan haru. Mereka adalah juru bicara yang berjuang demi nasib tawanan, demi menghentikan perang, dan demi masa depan Gaza yang hancur. Kegagalan upaya pembunuhan ini disambut dengan kegembiraan yang tulus, seolah-olah kemenangan kecil telah diraih di tengah badai penderitaan. Mereka adalah “kami” yang membela tanah air, membela darah, membela Palestina. Namun, di balik kegembiraan itu, ada pemahaman pahit yang mendalam: Israel tidak berniat mengakhiri perang ini. Seorang warga yang mengikuti berita yakin bahwa Israel akan menggunakan taktik semacam ini untuk menunda perundingan, bahkan menghancurkan Gaza sepenuhnya. Sejarah telah membuktikan, ketika para pemimpin seperti Sinwar dieliminasi, kebrutalan dan keganasan Israel justru meningkat. Ini bukan tentang Hamas semata; ini tentang kehancuran dan penghancuran identitas mereka sebagai bangsa. Namun, tekad rakyat Gaza tak goyah. Mereka telah bersabar dan akan terus bersabar. Upaya pembunuhan yang gagal ini, bagi mereka, adalah “kartu AS” yang kuat di tangan perlawanan dan negosiasi. Ini menunjukkan bahwa Israel tidak akan bisa membungkam suara mereka, tidak peduli di mana pun mereka berada. “Kami sabar,” demikian pesan yang terus-menerus mengalir dari bibir mereka, “dan kalian juga harus terus sabar, sebagaimana kami mengenal kalian.” Mereka mendesak para negosiator untuk tetap teguh dan tidak menyerah pada pemerasan—baik dari Amerika, Israel, maupun pihak asing lainnya. Baca juga : Gaza yang Dijanjikan: Kota Pintar Bernilai Miliaran Dolar, Bentuk Penjajahan Wajah Baru Harapan mereka sederhana namun mendalam: “Semoga Allah meringankan penderitaan kami,” “Semoga Allah mengubah keadaan menjadi lebih baik,” dan “Semoga Allah menghilangkan kesedihan ini dari kami”. Mereka mendambakan kedamaian, persatuan, dan kebebasan. “Kami lelah, Palestina lelah,” kata Um Mohammad dengan suara bergetar. Ungkap Keterlibatan AS dalam Pendudukan Dikutip dari pusat informasi Palestina, Perwakilan Hamad di Teheran, Khaled Al-Qaddoumi, menegaskan bahwa upaya pembunuhan terhadap para pemimpin Hamas di Doha mengungkap keterlibatan langsung pemerintah Amerika Serikat (AS) dalam mendukung pendudukan Israel dan eskalasi kejahatan terhadap rakyat Palestina. Foto : Pusat Informasi Palestina Qaddoumi mengatakan bahwa AS terus mengabaikan komitmen dan janji-janjinya terkait proses gencatan senjata, seraya menciptakan ilusi bahwa mereka bersedia berneosiasi. Qaddoumi menambahkan bahwa serangan terbaru terjadi ketika para pemimpin sedang berkonsultasi di Doha untuk membahas apa yang disebut sebagai “Proposal Amerika.” Ia menuding serangan tersebut dilakukan dengan sepengetahuan Washington. Di tengah kehancuran besar-besaran, di mana setiap hari adalah perjuangan untuk bertahan hidup, rakyat Gaza mengirimkan pesan yang jelas kepada dunia: mereka akan tetap berdiri kokoh dan pantang menyerah. Tekad mereka adalah mengakhiri perang dan mencapai pembebasan penuh, atau menjadi syuhada. Ini adalah kisah tentang ketabahan jiwa, sebuah mercusuar harapan yang tak akan padam, meski api perang terus membakar tanah air mereka. Dari Khan Younis, dari setiap sudut Gaza, suara ketabahan ini bergema, menuntut keadilan dan kedamaian bagi sebuah bangsa yang tak pernah berhenti berjuang.(***) Penulis : Abdullah al-Mustofa Editor : Toto Budiman Sumber: Kanal YouTube Al Jazeera Mubasher, Pusat Informasi Palestina

Read More

Kisah Inspiratif dari Tenda Pengungsi Gaza ‘Empat Bersaudari Sukses Menghafal Al-Quran’ di Tengah Perang dan Kelaparan

Gaza – 1miliarsantri.net: Di tengah kecamuk perang yang tak henti-hentinya melanda Jalur Gaza, sebuah kisah inspiratif muncul dari tenda-tenda pengungsian yang panas dan sesak, membuktikan bahwa cahaya Al-Quran dapat bersinar bahkan dalam kegelapan yang paling pekat. Empat bersaudari dari keluarga Al-Masri, yang kini menjadi penghafal Al-Quran, telah mengukir prestasi luar biasa, dengan tiga di antaranya berhasil menghafal seluruh Al-Quran Di tengah deru konflik yang tak henti, ketiganya berhasil menuntaskan hafalan Al-Qur’an, di bawah bimbingan saudari tertua mereka. Tim Al Jazeera Mubasher, yang melaporkan langsung dari salah satu tenda pengungsian keluarga Al-Masri, bertemu dengan keempat bersaudari ini. Mereka adalah Alma (17 tahun), Hala (20 tahun), Sama (15 tahun), dan Nada (22 tahun), sang pembimbing. Nada sendiri telah menyelesaikan hafalan Al-Qurannya pada September 2023. Perjalanan Menuju Hafalan di Tengah Cobaan Perjalanan menghafal Al-Quran ini jauh dari mudah. Alma mengungkapkan bahwa prosesnya sangat sulit dan penuh banyak kesulitan, termasuk pengalaman pengungsian, kelaparan, dan pengusiran. Namun, dengan ketekunan, ia berhasil menjadi hafizah dan merasakan perasaan indah yang tak terlukiskan. Hala mengidentifikasi panas yang sangat menyengat, tempat yang sempit, kurangnya ketenangan, dan suara bom yang dekat sebagai rintangan terberat yang mereka hadapi. Meskipun demikian, ia menegaskan bahwa mereka mengatasi kesulitan ini dengan tekad dan kesabaran. Motivasi mereka tak hanya datang dari keinginan pribadi, melainkan juga dari harapan untuk dapat memakaikan mahkota kepada orang tua mereka di Hari Kiamat. Sama, yang termuda di antara, menggambarkan perjalanannya sebagai sulit tapi manis. Ia juga menyoroti kondisi yang memburuk: pengungsian, pengusiran, kehilangan orang-orang terkasih, kelaparan, dan ketiadaan tempat yang layak untuk menghafal akibat pendudukan Israel yang menghancurkan semua masjid. Namun, ia menyatakan, “dengan tekad dan kegigihan kami, kami berhasil mewujudkan impian kami”. Nada, Sang Pembimbing dan Pelopor Cahaya Nada, sang pembimbing, memegang peran sentral dalam keberhasilan saudari-saudarinya. Nada sangat berterima kasih kepada ayahnya, Kamel Al-Masri, yang menjadi alasan utama di balik perjalanannya dan mendukungnya secara finansial serta moral. Nada adalah benih pertama yang, setelah menghafal Al-Quran, bertekad untuk membimbing saudari-saudarinya. Perjalanan hafalan bersama ini dimulai pada Januari 2024, di tengah masa pengungsian mereka ke Rafah. Nada menyusun jadwal yang ketat untuk hafalan dan muroja’ah. Seluruh tenda pengungsian mereka pun berubah menjadi halaqah tahfiz. Nada juga menegaskan bahwa penghancuran masjid, pusat pendidikan, dan impian mereka tidak menghalangi mereka untuk menghafal Al-Quran. Menyebarkan Cahaya Al-Quran di Tengah Krisis Bahkan di tengah pengungsian, semangat Nada untuk menyebarkan Al-Quran tak padam. Ketika mereka kembali ke Khan Younis, sebuah mushola sederhana didirikan dari terpal dan nilon. Mushola ini menarik sejumlah besar siswi, lebih dari 240 siswi, sebuah berkah dari Allah. Bersama sejumlah pengajar yang mumpuni, Nada mengembangkan program terpadu bekerja sama dengan “Dar Al-Itqan”. Program ini tidak hanya fokus pada hafalan Al-Quran, tetapi juga akidah, sirah nabawiyah, tajwid, dan pendidikan Islam. Tujuannya adalah untuk mencetak generasi Qurani. Pusat pendidikan mereka, “Fatayat Al-Quran,” telah berhasil meluluskan lebih dari 20 penghafal Al-Quran. Nada mengungkapkan bahwa Al-Quran adalah penghibur dalam hiruk pikuk kehidupan mereka, bahkan mushaf-mushaf ini mereka bawa serta saat mengungsi dari rumah mereka. Pesan Harapan dan Wajah Sejati Gaza Nada meneteskan air mata, perpaduan antara kebahagiaan dan kebanggaan, saat ia melihat impian ayahnya menjadi kenyataan. Baginya, hafalan Al-Quran “menguatkan kami, menguatkan rakyat kami,” dan akan melahirkan generasi Qurani. Pesan mereka untuk semua orang yang ingin menghafal Al-Quran sangatlah jelas: “Mulailah dengan niat yang tulus karena Allah SWT, dan jangan menyerah menghadapi kesulitan dan kondisi apapun, dan yakinlah bahwa Allah akan mempermudah jalanmu”. Nada menambahkan, “Tidak ada kondisi yang lebih sulit dari kondisi yang kami alami”. Kamel Al-Masri, sang ayah, menyatakan kebanggaan, kehormatan, dan rasa syukur yang mendalam kepada Allah SWT yang telah membimbing putri-putrinya menghafal Al-Quran, menjadikan rumah mereka mercusuar Al-Quran. Ia menyoroti inisiatif Nada yang, di hari pertama mereka tiba di tempat pengungsian, langsung bertanya, “Ayah, di mana masjid terdekat? Aku ingin mendirikan halaqah tahfiz Al-Quran”. Ayah mereka dengan tegas menyatakan bahwa ini adalah wajah sejati Gaza. Di zaman di mana perilaku premanisme, pencurian, keserakahan, dan penimbunan marak, keluarga Al-Masri menunjukkan bahwa ini adalah wajah sejati Gaza: hafalan Al-Quran, tarbiyah, dan keteguhan. Ia menekankan bahwa Gaza tetap menghasilkan prestasi, meskipun berada dalam perang, kelaparan, kehancuran, dan pengeboman. Kisah empat bersaudari putri Al-Masri adalah bukti nyata ketahanan, harapan, dan tekad luar biasa yang dapat tumbuh bahkan di tengah kehancuran. Mereka adalah cahaya yang bersinar dari tenda-tenda pengungsian rakyat Palestina di Gaza, menunjukkan kepada dunia bahwa semangat Al-Quran dan pencarian ilmu takkan padam oleh kesulitan apapun.*** Penulis : Abdullah al-Mustofa Editor : Thamrin Humris Sumber : Kanal youtube Al Jazeera Mubasher Foto tangkapan layar Kanal youtube Al Jazeera Mubasher

Read More