BI Jaga Momentum, Bunga Acuan Diturunkan Bertahap dari 5 hingga 4,75 Persen

Jakarta – 1miliarsantri.net  : Bank Indonesia (BI) terus menunjukkan sikap konsisten dalam menjaga stabilitas moneter sekaligus memberi ruang bagi pertumbuhan ekonomi domestik. Pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) Agustus 2025, BI memutuskan untuk memangkas suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 25 basis poin menjadi 5,00 persen. Gubernur BI Perry Warjiyo menegaskan, “Keputusan ini konsisten dengan prakiraan inflasi tahun 2025 dan 2026 yang tetap rendah dalam sasaran 2,5±1 persen, terjaganya stabilitas nilai tukar rupiah, dan perlunya mendorong pertumbuhan ekonomi sesuai kapasitas perekonomian.” Sebelum pengumuman RDG, Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede memperkirakan BI akan menahan BI Rate pada level 5,00 persen untuk September 2025, meskipun ada ruang bagi penurunan jika inflasi dan kondisi nilai tukar mendukung. Namun prediksinya tidak terpenuhi, karena BI akhirnya memangkas ke 4,75 persen. Konsistensi Kebijakan Agustus-September Langkah ini diambil setelah inflasi Agustus tercatat hanya 2,31 persen (YoY), relatif terkendali dan masih berada dalam sasaran target BI. Selain itu, nilai tukar rupiah yang bergerak di kisaran Rp 16.200-16.300 per dolar AS dinilai masih stabil meskipun tetap menghadapi tekanan eksternal. Perry menambahkan, pemangkasan bunga ini menjadi sinyal bahwa BI tetap mendukung pertumbuhan dengan tetap menjaga keseimbangan makro. Tidak berhenti di sana, pada RDG September 2025, BI kembali menurunkan bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 4,75 persen. Perry menyatakan, “Keputusan ini sejalan dengan upaya mendorong pertumbuhan ekonomi, dengan menjaga proyeksi inflasi 2025 dan 2026 dalam sasaran 2,5±1 persen serta mempertahankan stabilitas nilai tukar rupiah.” Baca juga: Rupiah Menguat, Apa Dampaknya bagi Dunia Usaha di Indonesia? Dampak ke Masyarakat dan Prospek ke Depan Pemangkasan bertahap ini memberi dampak langsung ke masyarakat. Bagi rumah tangga, penurunan bunga acuan bisa mengurangi beban cicilan kredit berbunga mengambang, khususnya Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan pinjaman konsumtif. Sementara bagi pelaku usaha, terutama UMKM, bunga kredit yang lebih rendah dapat memperingan biaya modal kerja sekaligus mendorong ekspansi usaha. Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI, Juli Budi Winantya, menyatakan, “Kita terus mencermati ruang penurunan BI rate lebih lanjut untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional lebih tinggi, tetap memperhatikan prakiraan inflasi yang rendah, stabilitas nilai tukar, serta kapasitas perekonomian yang masih bisa didorong lebih tinggi lagi.” Pernyataan ini menegaskan bahwa kebijakan moneter BI tidak hanya bersifat reaktif, tetapi juga strategis untuk memberi kepastian arah ekonomi. Namun, BI tetap menyadari tantangan yang ada. Transmisi penurunan suku bunga ke bunga kredit perbankan biasanya membutuhkan waktu, sehingga manfaatnya baru akan dirasakan secara bertahap oleh masyarakat. Selain itu, risiko global, seperti arah kebijakan moneter Amerika Serikat, perlambatan ekonomi Tiongkok, dan gejolak harga komoditas, bisa memengaruhi stabilitas pasar keuangan domestik. Ke depan, BI berkomitmen menjaga inflasi tetap dalam sasaran, memperkuat ketahanan nilai tukar, serta mendukung pertumbuhan ekonomi inklusif. Dengan pemangkasan beruntun dari 5,25 persen pada Juli, menjadi 5,00 persen di Agustus, dan 4,75 persen di September, BI menegaskan strategi berimbang: menjaga stabilitas moneter tanpa mengabaikan kebutuhan mempercepat pertumbuhan. Baca juga: Ekonomi Kreatif: Kekuatan Baru Indonesia dalam Persaingan Global Penulis: Faruq Ansori Editor: Glancy Verona Foto by AI

Read More