Cara Menggali Dan Mengamalkan 4 Sifat Wajib Rasulullah Dalam Kehidupan

Bondowoso – 1miliarsantri.net: Di tengah kehidupan modern yang serba cepat dan kompleks ini, kita sering merasa kehilangan arah, kehilangan panutan yang benar-benar bisa dipercaya. Sosok yang mampu menjadi teladan sejati dalam ucapan dan tindakan kian sulit ditemukan. Namun, sejarah Islam menghadirkan pribadi agung yang menjadi jawaban dari semua kebutuhan akan teladan tersebut, para Rasul Allah, khususnya Nabi Muhammad SAW.  Apa yang membuat mereka begitu layak diteladani? Salah satunya adalah empat karakter utama yang menjadi fondasi kepribadian mereka, yang disebut sifat wajib Rasul. Keempat sifat ini tidak hanya menunjukkan kesempurnaan moral seorang utusan Allah, tetapi juga bisa dijadikan pedoman hidup oleh setiap manusia yang mendambakan kehidupan yang lurus, jujur, dan bermakna. Artikel ini akan membahas bagaimana kita bisa menggali dan mengamalkan sifat wajib Rasul dalam kehidupan sehari-hari secara nyata. Baca juga: Sholat Kafarat Adakah Dalilnya? Bagaimana Pandangan 4 Madzhab?, Ini Penjelasan Singkatnya Apa Itu Sifat Wajib Rasul? Sebelum mengamalkan, mari pahami terlebih dahulu bahwa sifat wajib Rasul adalah empat sifat utama yang pasti dimiliki oleh setiap Nabi dan Rasul. Sifat ini bukan hanya atribut kepribadian, melainkan syarat mutlak untuk membawa risalah Allah dengan sempurna. Tanpa keempat sifat ini, misi kerasulan tidak akan tersampaikan dengan baik dan tidak akan diterima oleh umat. Adapun sifat-sifat tersebut meliputi Shiddiq (jujur), Amanah (dapat dipercaya), Tabligh (menyampaikan), dan Fathonah (cerdas). Cara Menghidupkan Nilai-Nilai Rasul dalam Diri Kita Berikut penjelasan keempat sifat wajib Rasul beserta cara nyata untuk menghidupkannya dalam keseharian, agar kita tidak hanya mengenalnya secara teori, tetapi juga menjadikannya bagian dari karakter dan kepribadian yang mulia. Baca juga: 5 Warna Darah Haid Menurut Fiqih! Mana yang Termasuk Najis, Mana yang Tidak? 1. Shiddiq (Jujur dalam Segala Aspek Kehidupan) Shiddiq berarti jujur, baik dalam ucapan, perbuatan, maupun niat. Rasulullah SAW telah dikenal sebagai orang yang sangat jujur bahkan sebelum diangkat menjadi Nabi. Kejujuran bisa diterapkan dalam berbagai situasi, mulai dari tidak mencontek saat ujian, tidak berbohong saat izin kerja, hingga berkata jujur dalam hubungan sosial dan keluarga. Masyarakat yang dipenuhi oleh individu jujur akan menjadi masyarakat yang penuh kepercayaan dan aman. 2. Amanah (Bertanggung Jawab dan Bisa Dipercaya) Amanah mencerminkan tanggung jawab dan kepercayaan yang diemban dengan sungguh-sungguh. Rasulullah selalu menjaga titipan dan menyampaikan amanat, bahkan kepada musuh. Menjadi amanah bukan hanya soal memegang rahasia atau menjaga barang, tetapi juga dalam pekerjaan, tugas akademik, dan peran sosial. Seorang pemimpin, misalnya, harus amanah terhadap jabatan dan rakyatnya. Orang tua harus amanah terhadap anak dan keluarganya. 3. Tabligh (Menyampaikan Kebenaran Tanpa Takut) Tabligh berarti menyampaikan risalah Allah tanpa dikurangi atau ditambah. Rasul tidak pernah menyembunyikan wahyu, meski konsekuensinya berat. Dalam konteks modern, kita bisa meneladani tabligh dengan cara menyebarkan informasi yang benar, tidak menyebar hoaks, dan mengingatkan teman atau keluarga dengan cara yang santun bila mereka melakukan kesalahan. Kebenaran harus disampaikan dengan bijak dan adil, bukan dengan marah atau menyakiti. 4. Fathonah (Cerdas, Bijaksana, dan Visioner) Fathonah merupakan kecerdasan yang mencakup akal, emosi, dan spiritual. Rasulullah tidak hanya pandai dalam berdiplomasi, tetapi juga bijak dalam mengambil keputusan penting. Kecerdasan bukan hanya soal nilai akademik, tetapi juga mencakup cara kita memahami orang lain, menghadapi masalah, dan menentukan langkah. Bijak dalam menanggapi konflik, tidak mudah terpancing emosi, dan mampu berpikir panjang adalah bentuk nyata dari sifat fathonah. Keempat sifat wajib Rasul bukan sekadar ajaran yang tertulis di buku agama atau sekadar hafalan pelajaran di sekolah. Sifat-sifat ini merupakan cerminan dari keagungan akhlak Rasulullah SAW yang relevan dan bisa diamalkan di zaman sekarang. Ketika kita jujur (Shiddiq), dipercaya (Amanah), berani menyuarakan kebenaran (Tabligh), dan berpikir cerdas (Fathonah), kita sesungguhnya sedang meneladani Rasul dalam bentuk yang paling sederhana namun paling berdampak. Mulailah dari hal-hal kecil, dari lingkungan terdekat, dan dari diri sendiri. Sebab, dunia ini tidak kekurangan pengetahuan, tapi sangat kekurangan keteladanan. Jadilah bagian dari perubahan itu, dengan menjadikan sifat wajib Rasul sebagai peta hidup yang menuntun kita menuju kebaikan dan keberkahan dunia akhirat.** Penulis : Ainun Maghfiroh Foto ilustrasi Editor : Thamrin Humris

Read More

Digital Detox Ala Muslim: Rehat dari Sosmed Demi Hati yang Lebih Tenang, Simak Tipsnya

Jakarta – 1miliarsantri.net: Semua informasi dan kegiatan terasa ada dalam satu genggaman, terutama melalui smartphone. Ini fenomena yang membentuk gaya hidup masyarakat saat ini terutama Gen Z dan generasi digital lainnya. Di zaman serba digital ini, siapa sih yang nggak pegang smartphone hampir setiap saat? Bangun tidur langsung buka WhatsApp, sebelum tidur scrolling Instagram atau TikTok. Sosial media memang menyenangkan—bisa terhubung dengan banyak orang, update tren terbaru, atau cari inspirasi. Tapi, tanpa kita sadari, terlalu lama berselancar di dunia maya bisa bikin hati capek, pikiran penuh, bahkan iman terasa menurun. Digital Detox Untuk Kesehatan Mental dan Menjaga Iman Nah, di sinilah digital detox alias istirahat sejenak dari media sosial jadi penting. Sebagai seorang muslim, rehat dari sosmed bukan cuma demi kesehatan mental, tapi juga demi menjaga hati agar lebih tenang dan dekat dengan Allah. Kenapa Kita Butuh Digital Detox? Sering merasa hidup orang lain kok “lebih bahagia” setelah lihat story atau postingan mereka? Ini yang disebut social comparison. Padahal, belum tentu apa yang mereka tampilkan sama dengan kenyataan. Pernah niatnya mau buka Instagram “cuma 5 menit”, eh tahu-tahu sudah 1 jam? Waktu yang seharusnya bisa dipakai untuk baca Al-Qur’an, shalat sunnah, atau ngobrol sama keluarga malah habis buat scrolling. Kebanyakan melihat konten hiburan kadang bikin kita jadi lalai. Dzikir yang biasanya rutin bisa terlewat, shalat jadi terburu-buru karena “tanggung, bentar lagi videonya habis”. Cara Digital Detox ala Muslim Tenang, digital detox bukan berarti harus uninstall semua aplikasi dan kabur ke hutan kok! Cukup lakukan perlahan tapi konsisten. Berikut beberapa tipsnya: ✅ 1. Niatkan karena Allah Perbaiki niat dulu. Digital detox ini bukan semata-mata demi kesehatan mental, tapi demi membersihkan hati dan mendekatkan diri pada Allah. ✅ 2. Tetapkan Waktu Bebas Sosmed Misalnya, setelah shalat Subuh sampai Dzuhur nggak buka media sosial sama sekali. ✅ 3. Ganti dengan Aktivitas yang Menenangkan Hati Saat tangan gatal ingin scrolling, alihkan dengan hal-hal yang menambah iman: membaca tafsir ringan, mendengarkan murottal, atau sekadar berdzikir sambil rebahan. ✅ 4. Kurasi Akun yang Diikuti Kalau masih perlu sosmed untuk kerja atau bisnis, setidaknya pilih akun-akun yang bermanfaat—kajian Islam, motivasi kebaikan, atau informasi bermanfaat. Unfollow akun-akun yang bikin hati sering iri atau lalai. ✅ 5. Luangkan Waktu untuk Alam dan Keluarga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga menganjurkan kita untuk menyambung silaturahmi. Sesekali matikan notifikasi, habiskan waktu ngobrol sama keluarga, atau jalan santai di alam terbuka sambil mentadabburi ciptaan Allah. Hasil yang Akan Kamu Rasakan Beberapa orang yang mencoba digital detox merasa hatinya jauh lebih tenang, tidur lebih nyenyak, dan ibadah jadi lebih fokus. Ketika waktu tidak terlalu habis di sosmed, kita jadi sadar bahwa banyak hal yang lebih berharga untuk dikerjakan. Rasulullah bersabda: “Di antara tanda baiknya keislaman seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat baginya.” (HR. Tirmidzi) Bukankah ini pengingat yang pas banget untuk kita yang sering terlalu asyik scrolling? Rehat Demi Hati yang Lebih Dekat pada Allah Digital detox bukan berarti anti-teknologi, tapi cara kita mengatur ulang prioritas. Sosmed boleh, asal jangan sampai bikin hati lalai. Yuk, coba mulai dari hal kecil: matikan notifikasi satu jam sebelum tidur, ganti scrolling dengan dzikir, atau pasang niat setiap buka sosmed untuk hal-hal bermanfaat. Semoga dengan rehat sejenak dari dunia maya, hati kita semakin lapang, iman semakin kuat, dan hidup terasa lebih berkah.** Penulis : Annisa Dwi Meitha Foto ilustrasi AI Editor : Thamrin Humris

Read More

Belajar Ilmu Ikhlas Bagi Orang Awam

Bekasi – 1miliarsantri.net: Kata “ikhlas menggelitik penulis, selama ini kebanyakan manusia selalu mengandalkan kata ikhlas disetiap harinya, juga saat dalam keadaan putus asa. Terkadang begitu mudah mengatakan ikhlas, tapi sulit untuk dikerjakan. Bagi orang awam, kata “ikhlas” sering diartikan sebagai melakukan sesuatu dengan tulus, tanpa pamrih, atau tanpa mengharapkan balasan. Ikhlas berarti melakukan sesuatu karena niat yang murni, bukan karena ingin mendapatkan pujian, imbalan, atau pengakuan dari orang lain. Ikhlas Dalam Kehidupan Sehari-Hari Dalam kehidupan sehari-hari, ikhlas bisa berarti melakukan kebaikan kepada orang lain tanpa mengharapkan terima kasih atau balasan. Misalnya, membantu tetangga yang membutuhkan tanpa berharap mereka membalas bantuan itu. Ikhlas juga bisa berarti menerima keadaan dengan lapang dada, tanpa mengeluh atau merasa tidak puas. ‘Sleeping Prince Al Waleed’ Meninggal Dunia, Kisah Sabar dan Ikhlasnya Seorang Ayah Kurangnya ilmu agama atau memiliki ilmu agama yang mumpuni belum tentu mampu sepenuhnya untuk mempraktekan apa itu ikhlas. Jangankan orang awam yang sedikit ilmunya, para penjabat atau ulama terkadang belum mampu merefleksikan apa itu ikhlas. Terkadang orang awam jaman dahulu, sebutlah orang-orang tua terdahulu yang belum tentu memiliki ilmu agama bahkan tidak bisa mengaji, seperti kejawen, justru mereka mampu menerapkan apa itu konsep ikhlas dalam kehidupan kesehariannya, dengan pehaman yang amat sangat sederhana sekali dan mudah dicerna oleh masyarakat yang awam. Ikhlas Dan Tulus Ikhlas dan Tulus adalah dua kata yang berbeda yang maknanya hampir sama tapi beda kelasnya atau tingkatannya. Ikhlas menurut bahasa, kata “ikhlas” berasal dari bahasa arab berakar kata “kha-la-sha”, yang secara harfiah berarti bersih, murni, jernih. Secara istilah ikhlas diartikan sebagai niat yang murni semata-mata mengharapkan penerimaan dari Tuhan dalam melakukan suatu perbuatan, tanpa menyekutukan Tuhan dengan yang lain. Sementara itu menurut kamus Oxford languages , ikhlas berarti bersih hati , tulus hati, dan menurut bahasa Jawa ikhlas artinya tulus. Secara sederhana ikhlas artinya memurnikan niat hanya semata-mata mencari ridha Allah SWT, atau semata-mata menaati perintah-Nya, itulah beberapa definisi dari kata ikhlas. Badge Pahala : Bisakah Ibadah Di-Gamifikasi Tanpa Kehilangan Ikhlas Tingkatan Ikhlas Tiga tingkatan ikhlas menurut Syekh Nawawi al-Bantani adalah ikhlas karena Allah, ikhlas karena akhirat, dan ikhlas karena dunia: Pertama, Ikhlas Karena Allah: Tingkatan ini merupakan yang paling tinggi. Seseorang melakukan ibadah atau amal baik semata-mata karena mengharapkan ridha Allah, tanpa mengharapkan imbalan duniawi atau pahala akhirat. Kedua, Ikhlas karena Akhirat: Pada tingkatan ini, seseorang beribadah dengan harapan mendapatkan pahala di akhirat, seperti masuk surga dan terhindar dari siksa neraka. Ketiga, Ikhlas karena Dunia: Tingkatan terendah, di mana seseorang melakukan amal baik dengan tujuan mendapatkan manfaat duniawi, seperti kelancaran rezeki atau terhindar dari kesusahan.Dengan kata lain, tingkatan ikhlas ini menggambarkan bagaimana seseorang memfokuskan niat dan tujuannya dalam beribadah, dari yang hanya semata-mata karena Allah, hingga yang masih mengharapkan imbalan duniawi. Surat Al-Ikhlas Nah mungkin dari uraian diatas kita bisa mempelajarinya dari hal yang sederhana terlebih dahulu yaitu dari tingkat yang terendah, jika sudah terbiasa maka akan meningkat, namun dari sudut pandang penulis belajar ikhlas itu sangat sederhana, yaitu berpedoman pada surat Al-Ikhlas. Kenapa Surat Al-Ikhlas? Sebab, jika kita bisa dengan ikhlas mengakui Tuhan kita dan selalu percaya serta yakin apapun yg kita lakukan Tuhan kita akan tahu dan akan memberikan balasan, kemudian kita dengan ikhlas hanya bergantung pada Allah SWT saja Yang Maha Esa, Tunggal, tidak beranak dan tidak diperanakkan, dan tidak berharap pada tuhan-tuhan yang lain apalagi pada manusia. Maka sudah pasti untuk mencapai ilmu ikhlas yg sesungguh akan mudah, sekali lagi, cukup kita terima dan pasrah pada Tuhan kita yang Esa dan tidak berharap pada siapapun, apalagi pada manusia. Terima bahwa Tuhan kita itu satu, Tuhan kita Shomad,Tuhan kita tahu akan semua perbuatan kita dan pastinya akan membalas segala perbuatan kita baik hal yang baik maupun yang buruk. Tuhan kita tidak beranak dan di peranakkan, dan Tuhan kita tidak ada bandingannya dengan semua makhluknya. Ikhlas Sebuah Pengakuan Cukup dengan pengakuan kita yang menerima dengan ikhlas isi kandungan surat Al-Ikhlas dan meyakini serta mempratekannya dalam keseharian kita maka pasti akan lebih mudah dan cepat kita mencapai tingkatan ilmu ikhlas tertinggi. Logikanya bagaimana kita akan ikhlas dalam menerima semua kehendak Allah atau berbuat dengan rasa ikhlas kalau kita sendiri tidak bisa ikhlas menerima Tuhan kita, tidak yakin dengan Tuhan kita, malah kita sibuk mencari pertolongan ke makhluk lain. Sibuk mencari pujian depan manusia, sibuk berharap pada selain Tuhan, itulah yg membuat kita tidak bisa mencapai derajat keikhlasan, itulah dalih yg mengatakan ikhlas cuma mudah di ucapkan tapi susah di amalkan. Kesimpulannya, untuk lebih mudah belajar ilmu ikhlas, cukup kita ikhlas menerima Tuhan kita yang semestinya, bukan cuma di mulut saja. Tapi dari hati, juga seluruh anggota tubuh harus menerimanya.** Penulis : Oom Komariah Foto : ilustrasi Editor : Thamrin Humris

Read More

5 Fase Penulisan Al-Qur’an Sejak Masa Rasulullah Hingga Saat Ini

Bekasi – 1miliarsantri.net: Al-Qur’an adalah kalam Allah, firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad ﷺ melalui Malaikat Jibril. Al-Qur’an bukanlah ciptaan manusia, melainkan wahyu illahi yang menjadi pedoman hidup bagi umat manusia, khususnya seluruh umat Islam. Banyak yang bertanya, apakah Al-Qur’an saat ini sama dengan Al-Qur’an saat diterima Nabi Muhammad Salallahu Alaihi Wasallam ataukah berbeda? Baca juga : Investasi Akhirat ‘Bantu Bebaskan Lahan’ Untuk Pondok Pesantren Al Quran Fajar Ashshiddiq Patut diketahui, secara prinsip Isi Al-Qur’an sejak Rasulullah menerima wahyu pertama hingga saat ini adalah sama. Firman Allah yang diterima Nabi Muhammad selama 23 tahun itu tercatat dengan baik dari masa ke masa dan dalam pemeliharaan Allah. “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (QS. Al-Hijr: 9). 5 Fase Penulisan Al-Qur’an Sejak pertama kali Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad, terdapat 5 (lima) fase penulisan kitabullah yang perlu dipahami. Tidak ada perbedaan isi Al-Qur’an, yang berbeda hanya cara penulisannya. Fase Pertama: Penulisan Langsung, yang mana penulisan setiap potongan ayat saat itu juga ketika wahyu diturunkan, Rasulullah ﷺ kemudian memanggil para sahabat untuk menuliskan dihadapannya. Ada 4 sahabat nabi yang menuliskan ayat-ayat Allah yang diterima oleh Nabi Muhammad, diantara mereka ada yang merupakan penghafal Al-Qur’an. Para sahabat itu, Zaid bin Tsabit, Muawiyah Ibn Abi Sufyan, Ubaid bin Ka’ab (penghafal qur’an) dan Zubair Nawab. Baca juga : ‘Spirit Mencetak Pemimpin Qurani Menuju Indonesia Emas 2045’, Dipilih Jadi Tema ‘Wisuda Akbar Ke-XI’ Ponpes Darul Hijrah se Jawa Timur Zaid bin Tsabit mengatakan, Rasul mendiktekan Al-Qur’an dan meminta sahabat membaca sesudahnya, lalu Rasulullah mengkoreksi bacaannya/tulisannya. Lalu diijinkan untuk disampaikan kepada sahabat-sahabat dan kaum muslimin Madinah saat itu. Pada fase tersebut, ayat-ayat Qur’an ditulis dalam bentuk potongan pada media seperti pelepah kurma, papan, batu, kulit binatang dan lainnya, belum dalam bentuk buku yang tersusun rapi seperti saat ini. Fase Kedua: Pengumpulan tulisan-tulisan sebelumnya dalam 1 shuhuf, kemudian ditulis ulang dalam lembaran kertas dikumpulkan menjadi satu / mushaf induk. Kegiatan penulisan tersebut dilakukan zaman Abubakar Siddik Radhiyallahu’Anhu (atas saran Umar Bin Khattab Radhiyallahu’Anhu). Baca juga : Ikatan Keluarga Minangkabau ‘IKM’ Ende Buka Taman Pendidikan Al-Qur’an ‘Al Istiqomah’ Fase Ketiga: Disalin Ulang, Mushaf induk zaman Abubakar, mushaf induk tersebut disalin ulang, atau diperbanyak istilah sekarang dicopy menjadi mushaf-mushaf yang banyak. Kegiatan tersebut berlangsung pada masa sahabat Utsman Bin Affan Radhiyallahu’Anhu. Kemudian mushaf-mushaf dikirim atau disebar ke negeri-negeri atau kota-kota kaum muslimin bersama qari yang mutkin (mumpuni keilmuannya). Seperti kota Makkah, Syam, Basyrah, Kuffah dan lainnya. Fase Keempat: Kaum Muslimin Menulis Ulang / Memperbanyak Mushaf. Mushaf yang dikirim dari Madinah bersama qari yang mutkin, misal ketika ada di Syam kemudian diperbanyak lagi / ditulis ulang (disalin) dan berlanjut seterusnya, namun tetap terjaga keasliannya. Baca juga : Gratis! ‘Pelatihan Guru Ngaji’ Pusat AlQuran Indonesia, Terbatas Untuk 100 Orang Fase Kelima: Muncullah Kitab-kitab yang ditulis para Ulama yang memberikan penetapan tentang kekhususan-kekhususan penulisan Qur’an (Ilmu Rasmil Masail). Mushaf meskipun dalam bahasa Arab ada pembahasan kaidah-kaidah antara penulisan dan pembacaannya. misalnya ayat “Maalikiyaumiddin” dalam penulisan tidak ada alif (hanya Mim, Lam, Kaf), namun mim dibaca panjang, ada yang juga yang dibaca pendek. inilah yang disebut kaidah-kaidah penulisan mushaf. Inilah lima fase penulisan Al-Qur’an, semoga artikel ini menjadi salah satu literasi bagi kaum muslimin bahwa Al-Qur’anul Karim ditulis dalam beberapa fase hingga saat ini.** Sumber: Catatan Pribadi Redaksi Dalam Kelas Khusus Tajwid Mushawwar Batch 4, Qothrunnadaa Learning Center (https://qothrunnadaa.id/). Penulis dan Editor : Thamrin Humris Foto : Ilustrasi

Read More

Cara Menjaga Konsistensi Ibadah Di Tengah Kesibukan Dunia

Gresik – 1miliarsantri.net: Kita semua pastinya pernah berada di fase semangat beribadah yang membara, lalu mendadak redup karena kesibukan harian yang seolah tak memberi jeda. Mungkin kita pernah merasa waktu terasa sempit untuk sekadar meluangkan diri untuk shalat tepat waktu, membaca Al-Qur’an, atau berzikir dengan tenang. Padahal, hati kecil tetap ingin dekat dengan Allah, tetap ingin merawat hubungan dengan-Nya. Di sinilah pentingnya memahami dan menerapkan cara menjaga konsistensi ibadah dalam kehidupan sehari-hari. Dalam dunia yang penuh hiruk-pikuk, menjaga konsistensi ibadah bukanlah hal yang mudah. Tapi bukan berarti mustahil. Jika dilakukan dengan niat ikhlas yang kuat dan komitmen dalam hati, maka kita bisa tetap istiqamah dalam beribadah tanpa harus mengorbankan pekerjaan, keluarga, atau aktivitas lainnya. Ibadah yang konsisten justru bisa menjadi penyeimbang dari segala kesibukan duniawi yang kadang tak pernah selesai dan sangat melelahkan. Niat yang ikhlas akan menjadi bahan bakar untuk terus istiqomah meski sibuk. Konsistensi Dimulai dari Langkah Kecil yang Disadari Ketika kalian merasa ibadah mulai tidak teratur, jangan langsung menyerah apalagi merasa gagal. Seringkali kita terbebani dengan keinginan untuk langsung “sempurna” dalam beribadah. Padahal, dalam Islam sendiri, amalan yang kecil tapi teratur, lebih dicintai Allah dibanding yang besar tapi hanya sesekali. Salah satu cara menjaga konsistensi ibadah adalah dengan memulainya dari hal yang sederhana namun berkelanjutan. Kita bisa mulai dari membiasakan shalat tepat waktu, memperbanyak istighfar setiap pagi, atau membaca satu halaman Al-Qur’an setelah Subuh. Niatkan semua itu sebagai bagian dari rutinitas, bukan beban tambahan. Sisihkan waktu khusus untuk ibadah dalam agenda harian, layaknya kita menjadwalkan rapat atau aktivitas penting lainnya. Coba pikirkan ini, kita seringkali bisa konsisten mengecek media sosial setiap harinya, atau menonton film di waktu senggang. Itu terjadi karena kita menjadikannya bagian dari kebiasaan yang menyenangkan. Sama halnya dengan ibadah, ketika kita berhasil menanamkan rasa cinta dan kenyamanan di dalamnya, maka konsistensi pun akan tumbuh tanpa dipaksa. Bagi yang sibuk bekerja, menyelipkan ibadah di sela aktivitas bisa menjadi solusi cerdas. Misalnya, shalat Dhuha bisa dilakukan sebelum rapat pagi, Zikir sambil berkendara, bahkan mendengarkan kajian singkat sembari melakukan aktifitas, baik itu memasak atau menyiram tanaman, hal ini juga bisa menjadi bentuk pengisian rohani. Intinya jangan menunggu waktu luang, karena waktu luang kadang hanya ilusi jika kita tidak bisa menggunakannya sebaik mungkin. Justru dengan menyisipkan ibadah dalam rutinitas padat, kita akan merasakan energi positif yang berbeda. Kamu juga bisa membuat jadwal pribadi untuk ibadah tambahan yang ingin dipertahankan. Misalnya, malam Jumat membaca Surah Al-Kahfi, atau setiap malam sebelum tidur menyempatkan shalat witir. Ketika ibadah mulai menjadi kebiasaan, kita tidak lagi merasa itu kewajiban yang berat, tapi justru kebutuhan jiwa. Selain itu, cara menjaga konsistensi ibadah juga erat kaitannya dengan lingkungan. Lingkungan yang suportif akan sangat membantu kamu tetap terjaga secara spiritual. Bergabung dalam komunitas kajian, grup pengingat dzikir, atau sekadar punya teman dekat yang saling menyemangati dalam ibadah, bisa membuat semangatmu terus menyala. Kita tidak bisa terus kuat sendirian. Sesekali, butuh dorongan dari orang lain yang satu visi. Hal ini sejalan dengan Hasan Al-Bashri dalam Kitab Ma’alimut Tanzil yang berkata, “Perbanyaklah berteman dengan orang-orang yang beriman. karena mereka memiliki syafaat pada hari kiamat.” Akhiri Hari dengan Refleksi dan Niat Baru Setiap hari adalah ladang baru untuk memperbaiki diri. Di malam hari sebelum tidur, kita bisa mengingat kembali ibadah apa yang sudah kita lakukan hari ini. Jangan fokus pada yang terlewat, tapi syukuri apa yang berhasil kamu jaga dan niatkanlah untuk melakukan ibadah yang lebih baik lagi di hari esok. Cara menjaga konsistensi ibadah bukanlah perjalanan sehari dua hari. Ia adalah proses panjang yang terus dilatih. Ada hari di mana kita sangat bersemangat, ada juga saat-saat kita merasa lelah. Tapi itulah letak nilai perjuangannya. Selama kamu tidak berhenti berniat untuk terus dekat kepada Allah, maka langkahmu selalu berada di jalan yang benar. Sesekali, beri hadiah untuk dirimu sendiri ketika berhasil menjaga konsistensi ibadah dalam seminggu atau sebulan, sebagai bentuk rasa syukur bahwa kamu sedang tumbuh menjadi pribadi yang lebih terarah dan terjaga secara spiritual. Dalam dunia yang penuh tuntutan, konsistensi beribadah adalah bentuk keberanian. Kamu memilih untuk tetap terhubung dengan Tuhan, meski dunia mencoba menarik perhatianmu ke arah lain. Itulah mengapa, perlu melatih secara perlahan agar konsistensi dalam beribadah tetap terjaga, dengan penuh kesungguhan. Semoga dengan niat yang tulus dan usaha yang terus dijaga, kita bisa menjadi pribadi yang tidak hanya sibuk perihal dunia, tapi juga tenang dalam mendekat pada-Nya. Karena pada akhirnya, ibadah yang terjaga adalah sumber ketenangan dan kekuatan sejati di tengah hiruk-pikuknya kehidupan. Jika kamu sudah sampai di sini, artinya kamu punya niat kuat untuk memperbaiki kualitas hubunganmu dengan Allah. Mintalah kepada Allah agar dimudahkan untuk tetap taat di tengah rutinitas dunia yang padat. “Ya Muqallibal Qulub, tsabbit qalbi ‘ala diinika”(Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku di atas agama-Mu) Mulailah sekarang, dari yang paling sederhana, dan rasakan sendiri perubahan besar yang akan datang dalam hidupmu. Menjaga konsistensi ibadah di tengah kesibukan dunia memang bukan hal yang mudah, namun bukan pula sesuatu yang mustahil. Dengan niat yang tulus, perencanaan yang baik, serta dukungan lingkungan yang positif, setiap Muslim dapat tetap istiqamah dalam mendekatkan diri kepada Allah SWT. Ingatlah bahwa sekecil apa pun amal kebaikan yang dilakukan secara rutin akan sangat bernilai di sisi-Nya. Semoga langkah-langkah kecil yang kita upayakan setiap hari menjadi jalan menuju ketenangan hati dan keselamatan akhirat.** Penulis : Iffah Faridatul Hasanah Editor : Toto Budiman

Read More

Gen Z Taat: Anti Skip Sholat Saat Nongkrong

Surabaya – 1miliarsantri.net: Di tengah gaya hidup Gen Z yang lekat dengan nongkrong, ngopi, dan hangout bareng teman, tetap ada sosok-sosok keren yang nggak pernah lupa kewajiban utama: sholat. Mereka membuktikan bahwa asyik nongkrong nggak harus bikin lalai ibadah. Justru, di balik gaya kasual dan celoteh santai, ada komitmen kuat untuk tetap taat. Inilah cerita tentang Gen Z Taat — generasi yang memilih anti skip sholat, bahkan saat lagi seru-serunya kumpul bareng. Seseorang yang lahir antara tahun 1997-2013 tergabung dalam kelompok generasi Z atau istilah kerennya yaitu Gen Z. Gen Z seringkali dikenal dengan generasi yang sangat aktif, ekspresif, dan memiliki gaya hidup dinamis. Mereka sangat familiar dengan kemajuan teknologi, dan suka sekali untuk melakukan eksplorasi ke tempat-tempat baru, dan tentunya hobi banget yang namanya nongkrong. Akan tetapi, di tengah-tengah mereka sibuk nongkrong di cafe, mall, atau tempat-tempat nongkrong lain, muncul satu pertanyaan penting: “Mereka masih menjaga sholatnya ga sih?”, atau “Mereka gimana ya menjalankan kewajiban ibadah sholatnya?” Dan jawabannya: “ya bisa banget dong!” Saat ini makin banyak Gen z yang sadar bahwa keren itu bukan cuma dari outfit, akan tetapi juga soal ketaatan. Ketaatan kepada Sang Pencipta yaitu Allah SWT. Sholat tetap yang utama, meskipun lagi di luar rumah atau nongkrong pun tetap harus dan wajib hukumnya untuk menjaga sholat. Adapun dalil tentang perintah Sholat dalam Al-Quran Surat An Nisa Ayat 103: اِنَّ الصَّلٰوةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ كِتٰبًا مَّوْقُوْتًا Artinya: “Sungguh, sholat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman” (Q.S. An Nisa: 103). Pada ayat tersebut menjelaskan tentang pentingnya mengingat Allah SWT di manapun dan kapan pun serta melaksanakan kewajiban ibadah sholat dengan sempurna atas waktu yang telah ditentukan sebagai orang-orang yang beriman. Nah, biar tetap istiqomah, yuk simak tips simple tapi powerfull untuk tetap jaga sholatmu! 1. Cari Tempat yang Menyediakan Musholla. Sebelum berangkat nongkrong atau hangout, pastikan dulu tempat yang dituju menyediakaan fasilitas ibadah seperti musholla atau lokasinya yang berdekatan dengan masjid. Lantas, bagaimana cara kita tahu tempatnya ada mushollanya atau tidak? Teknologi sudah canggih, manfaatin sosial mediamu buat cari tau di cafe itu ada mushollanya atau tidak? Tidak ada salahnya juga untuk tanya melalui DM (Direct Message) ke adminnya “Kak, di situ ada mushollanya ga ya?” Untuk cara lain yaitu cek di google maps, tempatnya kira kira dekat dengan masjid apa ya. 2. Atur Waktu Keberangkatan. Supaya tidak mengganggu waktu sholat, kalau bisa berangkat setelah menjalankan ibadah sholat. Misalnya, berangkat setelah Sholat Maghrib, supaya tidak ketinggalan waktu sholat Maghrib. Atau lebih baik lagi, menunggu sampai waktu Sholat Isya, jadi bisa hangout dengan tenang tanpa kepikiran terdapat ibadah yang belum ditunaikan. Lantas, kalau mau nongkrong siang atau sore bagaimana? Jawabannya: Pastikan selalu untuk menjaga sholat dzuhur atau ashar tetap on time ya. Jangan sampai meninggalkan kewajiban  hanya untuk urusan duniawi, apalagi kalau itu nongkrong. 3. Bawa Peralatan Sholat Sendiri. Ini merupakan sebuah life hack, terutama buat para muslimah. Membawa mukena travel size yang ringkas dan dapat dilipat hingga berbentuk kecil sehingga mudah dimasukkan ke dalam tas. Selain menjaga kehigienisan diri sendiri, membawa mukena sendiri membuat diri tenang apabila terdapat tempat sholat yang tidak menyediakan mukena. Contohnya pada saat wabah Covid-19 kemarin, tempat-tempat umum tidak menyediakan mukena karena ditakutkan dapat menjadi media penularan virus. Maka dari itu sangat penting bagi para Muslimah untuk membawa mukena sendiri untuk tetap menjaga kebersihan diri sendiri. Dan untuk laki-laki, pastikan selalu mengenakan celana panjang yang nyaman ya, agar lebih memudahkan diri sendiri dan tidak kebingungan menutup aurat saat Sholat. Nah, jadi sholat itu bukan sebuah pengahalang untuk kita para Gen Z untuk pergi nongkrong atau hangout loh. Namun, justru menjadikan pengingat bahwa kita tetap berkomitmen kepada Allah di manapun kita berada agar menjadi hamba yang taat. Dengan kita melakukan sedikit persiapan, kita dapat tetap menajalani gaya hidup aktif tanpa meninggalkan kewajiban kita sebagai umat Muslim. Karena pada kenyataannya, Gen Z yang keren itu bukan cuma dilihat dari stylenya saja yang keren, tetapi juga cara mereka menjaga keistiqomahannya dengan tetap menunaikan sholat tanpa skip, kapan pun dan di mana pun.** Penulis : Yunika Hastiwi Editor : Toto Budiman

Read More

Manajemen Waktu Ala Muslim: Menyeimbangkan Dunia dan Akhirat

Situbondo – 1miliarsantri.net: Manajemen waktu adalah keterampilan penting yang perlu dikuasai setiap Muslim untuk memaksimalkan potensi diri dalam berbagai aspek kehidupan, baik dalam belajar maupun bisnis. Dalam panduan ini, kita akan melihat bagaimana contoh Rasulullah SAW dapat diterapkan sebagai inspirasi dalam kehidupan sehari-hari. Kadang 24 jam dalam sehari itu terasa tidaklah cukup. Rasanya baru saja memulai aktivitas, tahu-tahu matahari sudah tenggelam. Padahal to-do list masih panjang, waktu ibadah belum maksimal, dan waktu untuk diri sendiri pun sering terlewat. Di sinilah pentingnya managemen waktu ala muslim, tentang cara kita mengatur waktu bukan hanya untuk produktivitas dunia, tapi juga untuk mendekatkan diri kepada Allah. Karena hakikatnya waktu itu adalah amanah, dan setiap detiknya akan kita pertanggungjawabkan. Rasulullah Salallahu Alaihi Wasallaam “Teladan Terbaik” Rasulullah SAW adalah teladan terbaik dalam mengatur waktu. Beliau membagi harinya menjadi beberapa segmen untuk menjalankan ibadah, berinteraksi dengan keluarganya, melakukan pekerjaan sosial, dan berdakwah. Dari contoh kehidupan beliau, kita bisa belajar untuk menentukan prioritas yang jelas dan memastikan setiap aktivitas dilakukan dengan seimbang antara dunia dan akhirat. Bagi umat Islam, waktu bukan sekadar hitungan jam. Waktu punya nilai spiritual yang tinggi. Berikut beberapa ayat Al-Qur’an yang menunjukkan pentingnya manajemen waktu dalam kehidupan seorang Muslim: 1. Surat Al-‘Ashr (103:1-3) وَالْعَصْرِ ۝ إِنَّ الْإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ ۝ إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ Artinya:“Demi waktu. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran.” (QS. Al-‘Ashr: 1–3). Makna: Ayat ini menjadi penegasan bahwa waktu adalah sesuatu yang sangat berharga. Jika tidak dimanfaatkan dengan iman, amal saleh, dan perbuatan yang bernilai, maka manusia akan merugi. 2. Surat Al-Mu’minun (23:1-3) قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ ۝ الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ ۝ وَالَّذِينَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُونَ Artinya:“Sungguh beruntung orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam salatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tidak berguna.”(QS. Al-Mu’minun: 1–3). Makna: Manajemen waktu dalam Islam juga berarti menjauhi hal sia-sia dan menggunakan waktu untuk hal yang bermanfaat seperti ibadah dan kebaikan sosial. Yuk, kita bahas bagaimana manajemen waktu ala muslim bisa jadi kunci menyeimbangkan dunia dan akhirat dalam keseharian kita. Membagi Waktu dengan Niat dan Prioritas Seringkali, kita terlalu sibuk mengejar dunia, sampai lupa bahwa hidup ini bukan hanya tentang kerja, target, dan hasil. Islam mengajarkan kita untuk niatkan segala sesuatu karena Allah. Inilah pondasi awal managemen waktu ala muslim. Ketika niat kita sudah lurus, maka aktivitas apapun itu seperti bekerja, belajar, bahkan istirahat sudah bernilai ibadah. Langkah pertama adalah menyusun prioritas. Tapi bukan berarti kita harus mengorbankan dari salah satu sisi dunia atau akhirat. Justru, managemen waktu ala muslim mengajarkan bahwa keduanya ini bisa berjalan selaras. Caranya Konsep ini sejalan dengan ajaran Rasulullah SAW, yang sangat menghargai waktu. Beliau tidak pernah menyia-nyiakan waktunya, dan selalu membaginya dengan adil antara urusan dunia, keluarga, dan akhirat. Kalau beliau bisa, kita pun sebagai umatnya selayaknya menirunya perlahan-lahan. Kenapa Manajemen Waktu Ala Muslim Itu Penting? Waktu merupakan suatu rezeki yang tidak bisa diulang. Setiap detik yang lewat, tidak bisa kita beli kembali walau dengan harta segunung. Itulah mengapa manajemen waktu ala muslim mempunyai nilai yang tinggi di dalam Islam. Manfaatnya banyak, seperti: Dengan managemen waktu ala muslim, kita bisa menjalani hari tanpa rasa bersalah. Karena semuanya sudah seimbang, kerja oke, ibadah terjaga, waktu dengan keluarga tetap hangat. Sampai tidak ada lagi drama “nggak punya waktu” untuk shalat, atau alasan sibuk sampai lupa diri. Memang benar managemen waktu ala muslim bukan hal yang instan. Membutuhkan niat yang kuat, latihan, dan evaluasi terus-menerus. Yang paling penting bukan seberapa cepat kita berubah, tapi seberapa konsisten kita mau memperbaiki diri. Coba mulai dari langkah-langkah kecil, seperti : Dan yang nggak kalah penting, beri jeda untuk refleksi. Tanyakan pada diri kita sebelum tidur, “Sudahkah hari ini lebih baik dari kemarin?” Kalau belum, jangan menyerah. Perbaiki besok. Karena di dalam Islam, waktu terbaik adalah waktu yang dapat digunakan untuk kebaikan sekecil apapun itu. Ketika kita bisa menyeimbangkan urusan dunia dan akhirat, hidup jadi lebih damai. Tidak perlu sempurna dulu, cukup mulai dari niat yang benar dan langkah kecil yang konsisten. Karena dalam Islam, waktu bukan sekadar jam yang berdetak, ia adalah jalan menuju surga. Semoga manajemen waktu ala muslim bisa jadi panduan bagi kita semua dalam menjalani hidup yang lebih bermakna dan berkah menggapai ridho Ilahi.** Penulis : Iffah Faridatul Hasanah Editor : Toto Budiman dan Thamrin Humris

Read More

Menelusuri Sejarah Perang Badar Yang Mengubah Arah Peradaban Islam

Bondowoso – 1miliarsantri.net: Siapa sangka, di padang pasir yang tandus, sebuah pertempuran tak seimbang justru melahirkan kemenangan besar yang mengguncang kedudukan kaum musyrik Quraisy. Dengan hanya 313 pasukan, umat Islam mampu mengalahkan lebih dari seribu tentara Quraisy. Kejadian luar biasa ini telah tercatat dalam tinta sejarah Islam sebagai perang besar pertama yang menjadi pembeda antara yang hak dan yang batil. Dan sejarah Perang Badar ini, bukan hanya sekadar narasi tentang bentrokan dua pasukan, tetapi lebih dari itu, ia adalah kisah penuh keajaiban, strategi, dan iman yang tak tergoyahkan. Peristiwa ini menjadi titik balik penting dalam perjalanan dakwah Rasulullah SAW dan umat Islam.  Umat Islam dan generasi selanjutnya sangat wajib untuk mengetahui dan meneladani peristiwa ini. Itulah mengapa, kami Kembali membahas peristiwa ini, agar kita bisa terus ingat, dan menceritakan kepada anak cucu kita. Dan mari, kita langsung bahas kisah lengkap sejarah Perang Badar yang menggetarkan, di bawah ini. Awal Mula Meletusnya Perang Untuk memahami sejarah Perang Badar, kita harus kembali menelusuri situasi sosial dan politik yang memicu konflik ini. Ketika kaum muslimin hijrah ke Madinah, ketegangan antara mereka dengan kaum Quraisy di Makkah tidak mereda. Bahkan, kaum Quraisy semakin agresif dalam menindas dan memusuhi umat Islam. Mereka tidak hanya menyakiti secara fisik, tetapi juga menghalangi penyebaran dakwah dan menutup akses ekonomi bagi kaum muslimin. Pada saat itu, kafilah dagang Quraisy sedang dalam perjalanan pulang dari Syam menuju Makkah. Kafilah tersebut membawa harta kekayaan besar milik penduduk Makkah. Rasulullah SAW melihat hal ini sebagai peluang strategis untuk melemahkan kekuatan ekonomi musuh dan sekaligus menguatkan posisi umat Islam. Maka beliau bersabda, “Ini adalah kafilah Quraisy yang membawa harta benda mereka. Hadanglah kafilah itu, semoga Allah SWT memberikan rampasan itu kepada kalian.” Ketimpangan Kekuatan Pasukan Salah satu sisi paling menegangkan dari sejarah Perang Badar adalah ketimpangan jumlah dan perlengkapan pasukan. Kaum muslimin hanya berjumlah 313 orang, sementara pasukan Quraisy mencapai lebih dari 1.000 orang, lengkap dengan persenjataan dan kuda-kuda perang. Secara logika manusia, kekuatan yang tidak sebanding ini bisa dipastikan menjadi kekalahan telak bagi umat Islam. Namun yang membedakan sejarah Perang Badar dari pertempuran biasa adalah keyakinan para sahabat terhadap pertolongan Allah SWT. Mereka bukan hanya berangkat dengan semangat juang, tapi juga dengan iman yang dalam. Rasulullah SAW bahkan mengatur strategi brilian dengan lebih dahulu menguasai mata air di kawasan Badar. Ini memberi keuntungan taktis besar karena persediaan air sangat krusial dalam kondisi gurun yang gersang. Detik-detik Pertempuran yang Meliputi Taktik, Doa, dan Keajaiban Pertempuran besar dalam sejarah Perang Badar dimulai ketika Al-Aswad bin Abdul Asad Al-Makhzumi maju ke barisan depan dan berusaha merebut mata air. Ia dihadang oleh Hamzah bin Abdul Muthalib yang berhasil melumpuhkannya dengan tebasan pedang. Peristiwa ini menjadi pemicu pecahnya perang secara menyeluruh. Di tengah kekacauan, Rasulullah SAW terus berdoa kepada Allah SWT memohon kemenangan. Dalam sebuah riwayat disebutkan, Rasulullah SAW sempat tertidur sejenak dan melihat Jibril datang membawa pertolongan. Tidak lama kemudian, para sahabat mulai merasakan kehadiran kekuatan yang tidak mereka kenal. Tangan-tangan musuh tertebas, kepala-kepala mereka tumbang tanpa diketahui siapa yang melakukannya. Inilah momen penting dalam sejarah Perang Badar, bantuan para malaikat yang memperkuat barisan kaum muslimin. Hasil Akhir Pertempuran untuk Kemenangan Gemilang Umat Islam Sejarah mencatat bahwa pertempuran hanya berlangsung sekitar dua jam, namun dampaknya luar biasa. Tiga pemimpin pasukan Quraisy tewas, pasukan mereka mundur dengan kekalahan telak. Umat Islam tidak hanya menang secara fisik, tetapi juga secara moral dan spiritual. Peristiwa ini disebut dalam Al-Qur’an sebagai Yaum al-Furqan, hari pembeda antara kebenaran dan kebatilan. Kemenangan dalam sejarah Perang Badar bukan hanya kemenangan di medan tempur, melainkan juga kemenangan strategi, iman, dan keberanian. Sejak saat itu, Islam mulai diakui sebagai kekuatan baru yang tak bisa dipandang remeh. Dampak dari peristiwa ini sangat besar, baik secara politik maupun sosial, dan menjadi dasar kuat bagi dakwah Islam di tahun-tahun berikutnya. Hikmah Besar dari Sejarah Perang Badar Mengulas sejarah Perang Badar mengajarkan kita tentang pentingnya keyakinan, kesabaran, dan strategi dalam menghadapi ketidakpastian hidup. Meski kondisi tidak seimbang, dengan izin Allah SWT dan perjuangan yang tulus, kemenangan tetap bisa diraih. Perang Badar tidak hanya menjadi tonggak sejarah kemenangan umat Islam, tapi juga pelajaran abadi bahwa kebenaran, meski tampak lemah di awal, pasti akan menang pada akhirnya. Oleh karena itu, sejarah Perang Badar akan selalu menjadi bagian penting dalam perjalanan umat Islam yang patut dipelajari dan direnungkan. Semoga informasi ini bermanfaat, dan sampai jumpa di informasi menarik lainnya di 1miliarsantri.net.** Penulis : Ainun Maghfiroh Editor : Thamrin Humris Foto Istimewa

Read More

Layanan Konsumsi Jamaah Haji Terlambat Pasca Armuzna, BPKH Limited Minta Maaf Dan Beri Kompensasi

Makkah – 1miliarsantri.net: Dibalik klaim keberhasilan penyelenggaraan haji 1446H/2025M dari Arab Saudi, ada ketidaksempurnaan dalam pelayanan konsumsi untuk jamaah haji Indonesia pasca fase Armuzna. Untuk diketahui, jamaah haji mendapat layanan katering, mereka mendapatkan 84 kali makan selama berada di Makkah Al-Mukarramah, yang disediakan oleh BPKH Limited yang bekerja sama dengan 15 mitra dapur lokal. Jamaah Haji Protes Layanan Konsumsi Di Medsos Terlambatnya distribusi makanan untuk jamaah haji paska fase Armuzna pada 14-15 Zulhijjah oleh BPKH Limited, mendapatkan protes dari sejumlah jamaah haji melalui medi sosial (medsos), hal ini menjadi perhatian Menteri Agama Republik Indonesia. Menteri Agama, Nazaruddin Umar langsung melakukan pengecekan lapangan, dan Menag menegaskan, meminta BPKH untuk memberikan kompensasi kepada para jamaah. “Kemarin ada keterlambatan distribusi makanan. Kita sudah antisipasi dengan cara jamaah yang tidak dapat makanan dikasih kompensasi uang,” tegas Menag Nasaruddin Umar di Makkah, Rabu (11/6/2025). BPKH Limited menyampaikan permohonan maaf kepada jemaah haji Indonesia atas ketidaksempurnaan dalam memberikan layanan konsumsi pada 14 Zulhijah 1446 H, khususnya di sejumlah hotel jamaah di Kota Makkah. BPKH Limited Minta Maaf Dan Berikan Kompensasi Kepada Jamaah Haji Melalui siaran pers, BPKH Limited mengatakan bahwa pihkanya memahami pentingnya layanan konsumsi sebagai bagian dari kenyamanan ibadah jemaah, terlebih setelah menjalani puncak ibadah haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina. Mengutip Pusaka Apps, Direktur BPKH Limited Sidiq Haryono, “Kami memohon maaf sebesar-besarnya kepada para jemaah atas keterlambatan layanan konsumsi pada hari pertama pasca Armuzna. Beberapa mitra dapur mengalami gangguan operasional yang berdampak pada ketepatan distribusi.” Dia melanjutkan, “Kami segera mengambil langkah cepat dengan mendistribusikan makanan pengganti seperti nasi bukhari, shawarma, dan makanan siap saji (RTE), namun kami menyadari hal tersebut belum sepenuhnya memenuhi harapan”, terang Sidiq. Selain menyiapkan makanan utama dan pengganti, BPKH Limited juga menyediakan kompensasi sebesar sebesar 10 riyal untuk makan pagi dan 15 riyal untuk makan siang dan malam bagi jamaah haji yang tidak menerima konsumsi. Kompensasi ini merupakan bentuk tanggung jawab BPKH Limited, sekaligus penghargaan terhadap kesabaran dan pengertian jamaah.*** Penulis : Thamrin Humris Editor : Toto Budiman Foto Istimewa

Read More

Doa Bukan Sekedar Rutinitas, Ini Peran Doa Dalam Kehidupan

Situbondo – 1miliarsantri.net: Doa dalam Islam merupakan salah satu bentuk ibadah yang tidak hanya sebagai alat untuk mencapai sebuah tujuan, melainkan juga merupakan sebuah cara untuk berkomunikasi antara hamba dengan Allah. Buya Yahya mengatakan bahwa doa merupakan suatu ibadah (mukhul ibadah) yang agung dan penting. Terkadang di tengah kesibukan dan tekanan hidup, kita lupa bahwa ada satu kekuatan sederhana yang efeknya luar biasa, yakni peran doa dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini bukan hanya tradisi atau rutinitas yang dilakukan saat butuh saja, doa sebenarnya bisa menjadi jembatan yang menguatkan batin, membimbing langkah, dan memberi ketenangan yang tidak bisa digantikan oleh apapun. Doa tidak hanya tentang kata-kata yang bagus dan seberapa panjang kata-kata yang diucapkan. Melainkan lebih pada seberapa dalam kita membuka hati dan menyambungkan diri dengan Tuhan. Nah, dalam artikel ini, kita membakal dua sisi menarik dari peran doa dalam kehidupan sehari-hari. Apa saja itu mari kita simak bersama! Ketika Hati Penat, Doa Menjadi Tempat Pulang Dalam hidup, kita sering kali terjebak dalam rutinitas yang padat, bangun, bekerja, pulang dan tidur. Lalu terulang lagi besok. Di tengah pola yang terus berputar itu, terkadang hati menjadi lelah. Bukan cuma fisik saja, tapi mental juga ikut terkuras. Di saat seperti itu, kita butuh tempat untuk “pulang”. Doa hadir sebagai pelabuhan jiwa. Sebuah ruang sunyi yang mana kita bisa jujur, tanpa perlu takut dihakimi. Peran doa dalam kehidupan sehari-hari bukan hanya soal permintaan, tapi lebih dari itu, doa adalah bentuk komunikasi yang intim antara manusia dan Penciptanya. Dalam doa kita bisa membicarakan tentang apa pun, rasa takut, harapan, syukur, bahkan kebingungan. Menariknya, doa bisa dilakukan di mana saja dan kapan saja. Tidak perlu menunggu suasana religius atau waktu khusus. Justru ketika kita menjadikan doa sebagai bagian dari keseharian, misalnya seperti sebelum memulai aktivitas, saat menghadapi tantangan, atau bahkan hanya untuk mengucap terima kasih atau rasa syukur karena hari berjalan dengan baik, di situlah kita bisa merasakan kedekatan yang nyata dengan Tuhan. Dan hebatnya, ketika kita telah terbiasa berdoa, kita pun belajar untuk lebih sabar, lebih ikhlas, dan lebih peka terhadap hal-hal kecil yang sebenarnya penuh makna. Karena doa tidak mengajarkan kita untuk sekedar meminta, tapi juga belajar untuk menerima dan bersyukur dengan apa yang kita miliki saat ini. Doa Sebagai Penyeimbang di Era Yang Serba Cepat Mengingat kita hidup di zaman yang serba cepat. Apa-apa harus instan. Informasi datang tanpa henti. Semua berlomba mengejar target, mimpi, dan pencapaian. Tapi, pernahkah kita berhenti sejenak dan bertanya “Apa kabar hatiku hari ini? Inilah salah satu alasan mengapa peran doa dalam kehidupan sehari-hari itu penting. Di tengah arus kehidupan yang deras, doa berfungsi sebagai jangkar yang menjaga kita tetap tenang dan tidak hanyut. Ketika dunia luar ramai dan penuh distraksi, doa menciptakan ruang hening yang menenangkan. Doa merupakan ruang hening dalam sujud dan ketika tangan menengadah ke hadapan Allah sang Pencipta dengan harapan dikabulkan segala permohonan dalam kepasrahan, sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an Surah Al-Mu’min ayat 60, “Dan Tuhanmu berfirman, ‘Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu.” Doa Merawat Kesehatan Mental Bagi banyak orang, doa juga menjadi cara untuk merawat kesehatan mental. Saat anxiety menyerang, pikiran overthinking setiap saat, khawatir atau ketika segalanya terasa tidak pasti, doa bisa menjadi perisai batin yang luar biasa kuat. Bahkan secara psikologis, orang yang rutin berdoa cenderung akan lebih tenang, lebih optimis, dan lebih mampu untuk mengatasi stres. Yang menarik, berdoa bukan berarti menghindar dari kenyataan. Justru sebaliknya, dengan doa, kita diajak untuk menghadapi hidup dengan lebih berani dan penuh kesadaran. Doa bukan alat untuk lari dari hidup itu sendiri, tapi justru menjadi penuntun hidup yang kadang tak terduga arahnya. Bahkan, ketika doa kita belum dijawab atau tidak sesuai harapan, tetap ada pembelajaran besar di dalamnya, baik itu tentang keikhlasan, keteguhan, dan ketenangan. Karena setiap doa yang tulus, pada akhirnya, tanpa disadari akan membentuk kita menjadi pribadi yang lebih kuat dan berserah. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman dalam Al-Qur’an, “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku”, QS. Al-Baqarah (2:186). Doa Tidak Mengenal Batas Waktu Dan Tempat Pada akhirnya, hidup memang tidak selalu mudah. Ada kalanya kita merasa sendirian, kecewa, gagal, terpuruk, lelah tanpa alasan atau kesal yang tidak jelas. Tapi, satu hal yang bisa terus menemani dan menenangkan kita ialah doa. Ia tidak mengenal batas waktu dan tempat. Ia tidak menuntut syarat rumit. Ia hanya butuh hati yang terbuka. Peran doa dalam kehidupan sehari-hari bukan hanya soal rutinitas saja. Lebih dari itu, ia adalah sebuah cara untuk menyambungkan hidup dengan sesuatu yang lebih besar dari diri kita sendiri. Ketika doa menjadi bagian dari keseharian, kita akan merasa lebih tenang, lebih kuat, dan lebih penuh makna. Jadi, jika selama ini doa hanya dijadikan rutinitas yang biasa kita lakukan, mungkin sekarang saatnya memberi ruang lebih untuknya. Karena di balik kesunyian doa, ada kekuatan yang bisa mengubah wajah hidup dari yang penuh tekanan, menjadi perjalanan yang penuh harapan. Mulai dari hari ini coba kita terapkan doa dalam setiap langkah dan aktivitas kehidupan dengan penuh ikhlas dan serius, agar apa yang menjadi tujuan hidup tidak hanya tercapai melainkan membawa berkah dalam kehidupan kita. Coba terapkan dan buktikan sendiri betapa besarnya peran doa dalam kehidupan sehari-hari.** Penulis : Iffah Faridatul Hasanah Editor : Thamrin Humris dan Toto Budiman Foto ilustrasi Meta AI

Read More