Sejarah Alquran Braille di Indonesia

Jakarta — 1miliarsantri.net : Alquran standar braille adalah Alquran yang ditulis menggunakan simbol braille, sejenis tulisan yang digunakan oleh para tunanetra atau orang-orang yang menderita gangguan penglihatan (visually impaired people). Sejarah lahirnya Alquran Braille di Indonesia dimulai sejak tahun 1970-an.
Sejak tahun 70-an, Lajnah Pentashihan Mushaf Alquran (LPMQ) Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI sudah berencana untuk membuat Alquran Braille. Tepatnya pada tahun 1974 digelar Musyawarah Kerja Ulama Alquran Nasional Ke-1, di antara yang dibahas adalah membuat Alquran standar braille untuk teman-teman tunanetra.
Kepala LPMQ, Abdul Aziz Sidqi mengatakan, pada tahun 1974 sampai 1983, LPMQ menyusun mushaf Alquran standar Indonesia.”Mushaf Alquran standar Indonesia itu untuk orang awas yakni orang yang bisa melihat dan untuk teman-teman tunanetra yakni Alquran Braille,” terang Aziz saat ditemui 1miliarsantri.net, Jumat (6/12/2024).
Ia menyampaikan, LPMQ menyusun mushaf Alquran Braille sejak tahun 1974 sampai 1983. LPMQ juga menstandarkan huruf-huruf Alquran braille dan lain sebagainya dari huruf ‘alif’ sampai ‘ya’. Tanda baca huruf-huruf tersebut juga disusun seperti harakat, fathah, kasroh, dhammah, sukun dan lain sebagainya distandarkan.
“Semua kami standarkan agar teman-teman tunanetra itu bisa membaca Alquran dengan baik dan tenang,” lanjut Aziz.
Master mushaf Alquran braille hasil Musyawarah Kerja Ulama Alquran Nasional dari tahun 1974 – 1983 selanjutnya dicetak dan disahkan dengan Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 25 Tahun 1984. Merujuk pada KMA Nomor 25 Tahun 1984, mushaf Alquran standar memiliki tiga jenis berdasarkan segmennya. Di antaranya, mushaf standar Usmani untuk orang awas, Bahriah untuk para penghafal Alquran dan Braille untuk tunanetra.
KMA tersebut dikuatkan dengan Instruksi Menteri Agama (IMA) Nomor 7 Tahun 1984 tentang penggunaan mushaf Alquran standar sebagai pedoman dalam mentashih Alquran di Indonesia.
“Nah setelah master (mushaf Alquran braille dibuat) ini dicetak oleh masyarakat, oleh komunitas-komunitas, oleh lembaga, oleh yayasan yang ada di masyarakat kemudian disebarkan, jadi siapapun boleh meminta masternya ke LPMQ,” jelas Kepala LPMQ ini.
Pada 2010, dia mengungkapkan, LPMQ melakukan pengembangan. Lembaga yang berada di bawah Kementerian Agama tersebut bekerjasama dengan para ahli braille, komunitas, yayasan dan lembaga yang bergerak di bidang braille untuk menyusun perdoman membaca Alquran Braille yang selesai pada tahun 2011. Program tersebut dilanjutkan dengan penyusunan Alquran Braille 30 Juz dan terjemahannya yang selesai pada 2013.
“Inilah proses kami (LPMQ) melayani teman-teman tunanetra ini, kemudian sampai tahun 2021 karena ada perkembangan baru lagi terkait dengan perdoman membaca Alquran Braille, ada beberapa yang harus disempurnakan terkait tanda baca Alquran Braille,” sambung Aziz.
Pada 2021, LPMQ kemudian menyempurnakan buku perdoman membaca Alquran braille. Buku itu disebut pedoman membaca dan menulis Alquran Braille khusus untuk teman-teman tunanetra. Dua tahun berselang, LPMQ juga masih berusaha untuk memudahkan para tunanetra untuk belajar Alquran braille. Untuk itu, LPMQ membuat buku panduan membaca Alquran Braille yang disebut Iqro’ bil-kitabah al-Arabiyah an-Nafirah disingkat Iqro’na.
“Ini (Iqro’na) adalah panduan praktis membaca Alquran braille yang didedikasikan untuk penyandang disabilitas sensorik netra Muslim Indonesia,” imbuhnya.
Ia mengatakan, Iqro’na merupakan panduan praktis layaknya buku Iqro untuk mereka yang normal. Dia menjelaskan, para tunanetra sangat menyambut baik dengan adanya Iqra khusus untuk membantu mereka membaca Alquran.
Tidak sampai di situ, Aziz mengungkapkan, LPMQ sedang proses menyusun Tajwid Alquran Braille. Hal ini dilakukan dalam rangka menyempurnakan yang sebelumnya sehingga tunanetra juga bisa membaca Alquran dengan baik dan benar.
“Kita tahu dalam membaca Alquran itu harus dengan tajwid, makanya kita menyusun perdoman Tajwid Alquran,” urainya.
Azis mengatakan, semua yang dilakukan LPMQ ini dalam rangka menunaikan amanat Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016 tentang penyandang disabilitas. Disebutkan bahwa negara harus hadir, harus memberikan layanan, dan harus menyiapkan literasi keagamaan termasuk kitab suci dalam hal ini tentunya kitab suci Alquran braille untuk teman-teman tunanetra. (jeha)
Baca juga :
- Santri Ponpes Al Imam Berlaga Hingga Grand Final Olimpiade Sains Pelajar 2025 Kabupaten Kediri
- Arab Saudi Perketat Aturan Haji Terkait Larangan Visa Selain Visa Haji, Ini Penjelasan Kemenag
- 212.242 Jamaah Reguler Lunasi Biaya Haji Jelang Penutupan
- Pemerintah Arab Saudi Larang Jamaah Tanpa Visa Haji Masuk Makkah, Simak 4 Aturan Terbaru
- Arab Saudi Terapkan Aturan Baru Jelang Persiapan Haji 2025, Travel Umroh Wajib Tahu