Napak Tilas Penyebaran Islam di Tanah Borneo

Jakarta – 1miliarsantri.net : Jika seorang raja memeluk Islam, maka Islam-lah seluruh rakyatnya. Mungkin kaidah tersebut tak hanya terjadi di kerajaan-kerajaan Islam di tanah Jawa.

Pentingnya kedudukan penguasa di tengah masyarakat Banjar juga membuat hal yang sama berlaku di tanah Borneo. Sejak berdiri, Kesultanan Banjar memang telah memiliki ikatan kuat dengan Kesultanan Demak di Jawa.

Hal tersebut rupanya berdampak besar bagi pembentukan Kesultanan Banjar. Mengutip dari Hikayat Banjar, disebutkan bahwa sistem pemerintahan Kesultanan Banjar memiliki banyak kemiripan dengan yang diterapkan kerajaan-kerajaan Islam di Jawa. Sistem tersebut terutama kondisi di mana istana merupakan miniatur kosmos dengan sultan sebagai pusat atau intinya.

Dengan adanya filosofi tersebut, kedudukan sultan menjadi sangat penting bagi rakyatnya. Hal tersebut pun berdampak positif dalam penyebaran Islam yang dilakukan Kesultanan Banjar. Maka, makin luas kekuasaan kerajaan, makin luas pula agama Islam itu diterima.

Dalam situs resmi Kesultanan Banjar disebutkan luasnya wilayah kekuasaan Banjar. Wilayah tersebut menggeser seluruh posisi kerajaan Hindu di Kalimantan Selatan. Wilayah inti kesultanan meliputi lima negeri besar, yakni Kuripan (Amuntai), Daha (Nagara-Margasari), Gagelang (Alabio), Pudak Sategal (Kalua) dan Pandan Arum (Tanjung).

Mengutip Hikayat Banjar, sejak zaman pemerintahan kerajaan Hindu, wilayah yang termasuk mandala Kerajaan Banjar meliputi kawasan barat hingga negeri Sambas (Kerajaan Sambas kuno). Kemudian, kawasan ujung timur hingga negeri Karasikan (Kerajaan Tidung kuno). Seluruh kawasan tersebut lebih kurang sama dengan wilayah Borneo-Belanda.

Dilihat dari wilayah kekuasaannya, maka tampak jelas meluasnya penyebaran Islam di Kalimantan. Belum lagi melihat suku Banjar yang merupakan kelompok masyarakat Melayu yang terbanyak di Kalimantan. Bahkan, dibanding para pendatang, suku Banjar telah menguasai wilayah Kalimantan lebih dahulu. Maka tugas sebagai juru dakwah pun dipegang oleh mereka.

“Kesultanan Banjar mengalami masa kejayaan pada abad ke-17, yang pada masa itu belum banyak suku pendatang mendominasi seperti saat ini seperti suku Jawa, Bugis, Mandar, Arab dan Cina,” tulis web resmi Kesultanan Banjar.

Sebagai penyebar Islam di Kalimantan, Kerajaan Banjar juga memiliki ulama ternama yang menjadi ujung tombak dakwah. Tak sedikit ulama yang lahir dari Banjar kemudian menjadi dai nusantara.

Disebutkan Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto dalam Sejarah Nasional Indonesia III: Zaman Pertumbuhan dan Perkembangan Islam di Indonesia, pada abad ke-18 tercatat ada seorang ulama besar di Kerajaan Banjar. Ulama tersebut yakni Muhammad Arsyad bin Abdullah Al Banjari (1710-1812).

Dia lahir di Martapura. Sang ulama dikirim dan dibiayai pihak kesultanan untuk menempa ilmu agama ke Tanah Suci. Saat itu Kesultanan Banjar tengah dipimpin Sultan Tahlil Allah. Saat pulang dari Haramain, sang ulama pun ditugasi menyebarkan dakwah Islam di Banjarmasin.

Kedudukan Islam sendiri bagi kerajaan Banjar sangatlah penting. Kesultanan Banjar menjadikan Islam sebagai agama negara. Hukum Islam ditegakkan. Bahkan secara politis, islamnya Kesultanan Banjar telah membawa kemajuan bagi kerajaan tersebut.

Menurut Hikayat Banjar, hubungan baik dengan kesultanan Islam Demak telah memberikan keuntungan dengan pengamanan dari ancaman pedalaman Kalimantan. Islam sebagai agama negara juga menjadikan Kesultanan Banjar dapat menjalin hubungan erat dengan berabagai kerajaan Islam di nusantara.

Melawan penjajah

Menurut Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto dalam Sejarah Nasional Indonesia III: Zaman Pertumbuhan dan Perkembangan Islam di Indonesia, masuknya tangan kolonial di wilayah Kesultanan Banjar bermula sejak awal abad ke-17. Pada 7 Juni 1607, seorang pedagang Belanda, Gilis Michielse-zoon, mendarat di Banjarmasin.

Namun, ia dibunuh dan kapalnya dirampas. Pada 1612, VOC datang membalas dendam. Kota Banjarmasin dihancurkan dengan senjata api. “Akhirnya, Sultan Marhum Panembahan memindahkan pusat kerajaan ke Kayu Tangi,” ujarnya.

Pemerintahan di Kayu Tangi menjadi era baru bagi Kesultanan Banjar. Namun, VOC terus saja berusaha menduduki Kalimantan Selatan dengan memonopoli perdagangan. Kendati terus terjepit oleh Belanda, Kesultanan Banjar terus bertahan.

Hingga pergantian kekuasaan Banjar dicampuri penjajah Belanda. Istana mulai goyah. Tak lama kemudian, Kesultanan Banjar dihapus oleh Pemerintah Belanda pada 11 Juni 1860.

Namun, kegigihan para pejuang Banjar untuk mengusir penjajah terus bergulat terutama pada 1859 hingga 1863. Banyak tokoh pejuang bermunculan. Di antara mereka terdapat satu yang sangat terkenal, yakni Pangeran Antasari.

Menurut laman resmi Kesultanan Banjar, Pangeran Antasari diangkat menjadi Sultan Banjar pada 14 Maret 1862. Ia menggantikan Pangeran Hidayatullah II yang diasingkan ke Cianjur.

Bergelar Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin, Pangeran Antasari sangat gigih mengusir para penjajah. Ia dibantu seorang panglima perang bernama Tumenggung Surapati. Pusat perjuangannya berada di Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin. Nama Antasari hingga kini harum bagi bangsa Indonesia. Sang hero pun diberi gelar pahlawan nasional RI. (pang)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *