Musim Haji Tahun 1979 Diusik Serangan Teroris di Masjidil Haram

Jakarta — 1miliarsantri.net : Pada Februari 1979, Imam Khomeini memimpin revolusi di Iran. Sosok yang disebut sebagai ayatullah (‘cahaya Tuhan’) oleh para pengikutnya itu berhasil menjungkalkan kekuasaan Shah, yang dipandangnya sebagai antek negara-negara Barat.
Sistem yang baru pun dikukuhkan. Iran seketika berubah dari sebuah negara kerajaan sekuler menjadi “negara Islam” yang berhaluan Syiah.
Revolusi Iran 1979 menjadi inspirasi gerakan-gerakan anti-Barat di dunia Arab. Bagi Juhaiman al-‘Utaibi dan kelompoknya, kemampuan Khomeini untuk menggulingkan kekuasaan pro-Barat adalah penyemangat untuk melakukan hal yang sama di Arab Saudi. Dan, ia memilih musim haji pada tahun itu sebagai momen untuk beraksi.
Pada Oktober 1979, penyelenggaraan haji di Tanah Suci diikuti hampir satu juta orang jamaah. Mereka tentunya berasal dari pelbagai penjuru dunia. Hingga awal November tahun itu, semua berlangsung aman dan normal.
Namun, situasi berubah drastis pada tanggal 20 November 1979 atau bertepatan dengan 1 Muharram 1400 H. Saat itu, Syekh Muhammad bin Subail sedang memimpin shalat subuh berjamaah di depan Ka’bah.
Di belakangnya, terdapat Juhaiman al-‘Utaibi dan pendukungnya yang berjumlah sekira 200 orang. Mereka sedang menyusup di antara jamaah Masjidil Haram dan pura-pura ikut shalat.
Baru saja selesai mengucapkan salam, Syekh Ibnu Subail tiba-tiba dibekap dari belakang oleh seorang pendukung Juhaiman al-‘Utaibi. Tidak cukup dengan menyandera sang imam, beberapa anggota gerombolan ini merebut mikrofon Masjidil Haram.
Seketika, orang-orang Juhaiman yang tadi menyamar sebagai jamaah mengeluarkan senjata api. Mereka menembaki para penjaga yang saat itu hanya dibekali pentungan.
Keributan di sekitar Ka’bah kian menjadi-jadi. Sebab, para teroris itu memblokir semua pintu sehingga banyak orang tidak bisa keluar dari Masjidil Haram. Gerombolan bersenjata api ini bahkan menyandera sejumlah jamaah.
Seorang dari para perusuh tersebut kemudian membacakan teks pidato yang sudah dipersiapkan sebelumnya. “Kami menyerukan bahwa hari ini Imam Mahdi telah datang! Ia akan memerintah dengan keadilan di bumi setelah dipenuhi ketidakadilan dan penindasan!” serunya.
Sosok “imam mahdi” yang dimaksud ialah Muhammad bin Abdullah al-Qahtani, yakni saudara iparnya Juhaiman al-‘Utaibi. Kemudian, Juhaiman mengambil mikrofon dan meneruskan pembacaan orasi. Ia juga menyuruh “pasukan al-Ikhwan”-nya agar menembaki siapapun yang menolak instruksi mereka atau berusaha keluar dari Masjidil Haram.
Aparat keamanan maupun militer Arab Saudi tidak bisa langsung menguasai kondisi. Sebab, Juhaiman dan kelompok terorisnya tidak hanya memblokir tiap pintu, tetapi juga menyandera dan menodongkan senjata api pada jamaah yang masih berada di dalam Masjid Suci.
Ketika peristiwa nan menegangkan ini terjadi, raja Saudi sedang beristirahat di Istana Riyadh lantaran mengidap flu. Adapun Pangeran Fahd sedang berada di Tunisia, memenuhi undangan presiden Amerika Serikat (AS) Jimmy Carter.
Hampir dua pekan lamanya Masjidil Haram dikuasai kelompok teroris ini. Rupanya, Juhaiman dan gerombolan memang sudah mempersiapkan dengan matang aksinya ini. Mereka membawa bukan hanya persenjataan, melainkan juga logistik makanan dan minuman yang kiranya mencukupi kebutuhannya berhari-hari.
Semula, aparat militer Arab Saudi saat mengepung Masjidil Haram sama sekali tidak berani melakukan serangan. Sebabnya amat sangat jelas.
Baitullah adalah tanah suci yang di sana tidak boleh terjadi pertumpahan darah. Jangankan manusia, hewan-hewan semisal burung pun tidak boleh dibunuh di dalamnya. Selama beberapa hari, kebuntuan terjadi.
Pada akhirnya, Dewan Ulama Arab Saudi mengeluarkan fatwa yang membolehkan pihak berwajib untuk membunuh “agresor Masjidil Haram” ini. Sesudah terbitnya maklumat alim ulama ini, segera militer Saudi menjalankan tindakan yang terukur.
Baku tembak pun terjadi antara kedua belah pihak di kompleks Masjidil Haram. Angkatan bersenjata Kerajaan Saudi turut didukung militer Prancis, terutama dalam aspek penyediaan senjata gas-bius.
Memasuki awal Desember 1979, kelompok teroris makin terdesak. Muhammad al-Qahtani tertembak dan tewas. Hal itulah yang lantas menyurutkan mental mereka, yang sebelumnya percaya bahwa saudara ipar Juhaiman tersebut adalah “imam mahdi.”
Akhirnya, pada 4 Desember 1979 Juhaiman dan gerombolannya kehabisan logistik dan amunisi. Tak menunggu waktu lama, para teroris ini pun menyerah.
Menurut data resmi Arab Saudi yang dirilis beberapa hari kemudian, peristiwa berdarah ini menyebabkan 255 orang jamaah haji meninggal dunia. Namun, sebagian sumber menyebut jumlah korban jiwa mencapai 1.000 orang dan 450 orang luka-luka.
Pemerintah Saudi menjatuhkan vonis hukuman mati kepada 65 teroris yang tertangkap pada hari itu. Adapun Juhaiman al-‘Utaibi dieksekusi dengan cara dipancung pada 9 Desember 1980. (jeha)
Baca juga :
- Arab Saudi Tangkap Hampir 16.000 Dan Proses Hukum 25.689 Orang Diawal Musim Haji 2025, Ini Penjelasannya
- Santri Ponpes Al Imam Berlaga Hingga Grand Final Olimpiade Sains Pelajar 2025 Kabupaten Kediri
- Arab Saudi Perketat Aturan Haji Terkait Larangan Visa Selain Visa Haji, Ini Penjelasan Kemenag
- 212.242 Jamaah Reguler Lunasi Biaya Haji Jelang Penutupan
- Pemerintah Arab Saudi Larang Jamaah Tanpa Visa Haji Masuk Makkah, Simak 4 Aturan Terbaru