Diantara Deretan Walisongo Yang Dianggap Keturunan Tionghoa

Surabaya — 1miliarsantri.net : Peranan Wali Songo dalam penyebaran Islam di tanah Jawa pada abad 15 dan 16 tercatat dalam sejarah perkembangan Islam Nusantara. Setiap wali dipanggil dengan sebutan sunan, yang berasal kata susuhunan, yaitu sebutan bagi orang yang dihormati.

Bagi sebagian besar masyarakat Jawa, gelar Sunan untuk Wali Songo disebabkan para wali itu dianggap memiliki karamah atau kemampuan di luar kelaziman.

Dalam menyebarkan agama Islam, para waliyullah yang merupakan kumpulan para ulama tersebut menamakan dirinya Dewan Dakwah yang melakukan pendekatan masyarakat melalui strategi budaya, pernikahan, maupun pendidikan.

Berikut nama-nama sembilan wali yang dikenal dan diketahui sebagian besar masyarakat :

  1. Sunan Gresik atau Maulana Malik Ibrahim
  2. Sunan Ampel atau Raden Rahmat
  3. Sunan Bonang atau Raden Makhdum Ibrahim
  4. Sunan Drajat atau Raden Qasim
  5. Sunan Kudus atau Ja’far Shadiq
  6. Sunan Giri atau Raden Paku atau Ainul Yaqin
  7. Sunan Kalijaga atau Raden Sahid
  8. Sunan Muria atau Raden Umar Said
  9. Sunan Gunungjati atau Syarif Hidayatullah

Dinukil dari buku Prof Hembing Pemenang The Star of Asia Award oleh Siti Nafsiah, empat dari sembilan tokoh Wali Songo masih mempunyai hubungan dengan keturunan Tionghoa, yaitu Sunan Ampel, Sunan Kalijaga, Sunan Muria, dan Sunan Gunung Jati.

Pengetahuan mengenai beberapa wali dari Wali Songo yang dianggap sebagai orang keturunan Tionghoa juga diungkapkan oleh Profesor Kong Yuanzhi, seorang profesor Jurusan Bahasa dan Kebudayaan Indonesia Universitas Peking, diantaranya :

  1. Sunan Ampel

Menurut Lee Khoon Choy, Sunan Ampel sebenarnya adalah Bong Swee Hoo, yaitu seorang muslim Tionghoa yang menganut mazhab Hanafi yang tiba Indonesia pada tahun 1445. Sunan Ampel tinggal di muara Sungai Brantas, Jawa Timur pada 1447-1451. Kemudian pindah ke Ampel.

Sunan Ampel sangat bersahaja dan piawai serta sederhana. la termasuk perintis berdirinya Kerajaan Demak Bintaro. Sunan Ampel juga berjasa dalam mengharumkan nama Glagah Wangi yang kemudian menjadi pusat pengajaran Islam pada masa itu dan ikut memprakarsai pembangunan Masjid Demak bersama Sunan Kalijaga.

  1. Sunan Kalijaga

Menurut S. Wardi dalam bukunya yang diterbitkan oleh surat kabar Wahyu, dituturkan bahwa terdapat seorang Tionghoa yang bernama Oei Tik To yang berputra seorang bupati Tuban yang bernama Wirotikto. Selanjutnya, Wirotikto ini memiliki putra yang bernama Oei Sam lk atau biasa dipanggil dengan nama Said atau kini dikenal dengan nama Sunan Kalijaga.

Selain pandai dalam bidang agama Islam, Sunan Kalijaga juga sangat pandai bergaul, baik dengan rakyat jelata maupun kalangan atas dan para pemikir karena memang ia seorang politikus, ahli tasawuf, dan filosof. Berkat perjuangannya bersama para wali yang lain, Islam berhasil disebarkan kepada 75 persen sampai 90 persen masyarakat Jawa.

  1. Sunan Muria

Sunan Muria adalah putra Sunan Kalijaga. Dengan demikian, dapat dikatakan Sunan Muria masih memiliki hubungan dengan keturunan Tionghoa.

Daerah penyebaran Islam Sunan Muria, yaitu sekitar Gunung Muria, meliputi pantai utara daerah Jepara, Tayu, Pati, Juana, dan Kudus Dakwah yang dilaksanakannya disampaikan secara lunak, terutama kepada rakyat jelata yang dianggap sebagai kaum sudra oleh para kaum ningrat saat itu.

  1. Sunan Gunung Jati

Sunan Gunung Jati adalah Tung A Bo yang berayahkan Tung Ka Lo, seorang muslim Tionghoa. Sunan Gunung Jati/Tung A Bo melaksanakan ibadah haji pada tahun 1521. Sunan Gunung Jati berhasil melaksanakan dakwah dengan menaklukkan hati masyarakat Banten, termasuk Adipati Banten.

Mereka tertarik untuk masuk Islam antara lain setelah memahami mengenai ajaran jihad yang menjelaskan bahwa yang harus dilawan bukan hanya musuh, tetapi juga hawa nafsu.

Data mengenai Wali Songo di atas juga telah dibahas oleh H.J. de Graaf dan kawan-kawan dalam bukunya Chinese Muslims in Java in the 15 and 16″ Centuries, the Malay Annals of Semarang and Cirebon.

Meski demikian, masih dibutuhkan pengkajian lebih lanjut untuk mengungkap sejarah yang diketahui memiliki banyak versi. Syiar Islam di Indonesia memang tidak terlepas dari peran para etnis Tionghoa yang telah terjalin pembauran sejak dahulu.

Ketika berbicara mengenai penyebaran Islam di Indonesia oleh warga keturunan Tionghoa, pikiran akan tertuju kepada seorang muslim dari China yang menurut sejarah sangat berjasa dalam penyebaran Islam di Indonesia.

Muslim Tionghoa yang dimaksud, yaitu Cheng Ho atau dikenal juga dengan nama Sam Po Kong. Sejarah Islam Indonesia dengan sejarah Cheng Ho demikian terkaitnya meskipun kunjungan muhibah Cheng Ho ke Indonesia telah berlalu hampir enam abad yang lalu.

Cheng Ho adalah seorang muslim dari Yunnan yang berayah-ibu haji. Sejak usia 12 tahun Cheng Ho tinggal di Nanjing.

Pada masa hidupnya Cheng Ho telah melakukan tujuh kali pelayaran ke berbagai penjuru dunia. Pada kesempatan pelayaran itulah Cheng Ho singgah di Indonesia, salah satunya yaitu di Pulau Jawa, kemudian berdakwah.

Pada masa selanjutnya, Cheng Ho disebut-sebut sebagai seorang muslim yang memiliki andil besar dalam perkembangan Islam di Asia Tenggara. Dalam masa-masa persinggahan, Cheng Ho telah menebarkan benih-benih seni budaya, pendidikan, dan benih-benih persahabatan serta perdamaian.

Pada awal abad ke-15 Cheng Ho singgah di Semarang kemudian menyebarkan agama Islam di sekitar daerah Gedong Batu. Pada saat itu, Cheng Ho dibantu oleh seorang pembantu utama yang juga sangat taat terhadap ajaran agama Islam. la mengajarkan penduduk bercocok tanam dan mengembangkan pelayaran niaga pantai sambil mengajarkan ajaran agama Islam. (fq)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *