Bukti Gunung Muria Dulu Dipisah Selat dari Pulau Jawa

Semarang — 1miliarsantri.net : Pegunungan Kendeng dikenal sebagai penghasil kayu jati yang berkualitas sebagai bahan kapal jung. Dulu Pegunungan Kendeng berada di wilayah pesisir utara Pulau Jawa, berhadapan dengan pesisir selatan Pulau Muria. Keduanya dipisah oleh selat yang bernama Selat Muria.

“Kawasan Selat Muria telah lama dikenal memiliki galangan kapal Jung Jawa,” terang Ahmad Buchori Masruri.

Di Pulau Muria ada Gunung Muria, di bagian selatan ada Perbukitan Patiayam.

“Daerah Patiayam secara stratigrafis memiliki enam litologi utama yang merupakan produk sedimentasi maupun hasil aktivitas vulkanik Gunung Muria,” kata Ahmad Buchori Masruri.

Ahmad Buchori Masruri menyebut, di Semenanjung Muria terdapat tiga gunung api maar. Yaitu Maar Bambang, Maar Gunungrowo, dan Maar Gembong.

Gunung api maar terbentuk akibat letusan di bawah permukaan air. “Maar tersebut merupakan hasil erupsi gunung api monogenesis sebagai produk interaksi antara sumber panas (magma) dan air bawah permukaan dan batuan dasar karbonat,” jelas alumnus Pendidikan Sejarah UNS itu.

Di masa lalu, Selat Muria berfungsi sebagai tempat pengumpulan komoditas yang didapat dari Pulau Muria dan dari Pegunungan Kendeng di Pulau Jawa. Demak dan Jepara berada di barat daya Pulau Muria dan menjadi pelabuhan utama.

Dari pelabuhan ini, komoditas dibawa ke berbagai negeri, hingga ke Malaka. “Kapal dagang milik orang Jawa menguasai jalur rempah yang sangat vital (Maluku, Jawa, Malaka),” kata Ahmad Buchori Masruri.

Oleh karena itu, orang Jawa ada banyak di Malaka. Baik sebagai saudagar maupun sebagai nakhoda kapal.

Banyak pula tukang kayu dari Jawa di Malaka. Mereka terampil membangun galangan kapal.

Tapi Selat Muria kemudian mengalami pendangkalan. Endapan fluvio-marin dari berbagai sungai di Jawa terkumpul di Selat Muria.

“Fluvial adalah istilah yang merujuk pada proses yang terkait dengan sungai dan aliran serta endapan dan bentang alam yang dihasilkan,” jelas Achmad Buchori Masruri.

Pada 1650-an, Selat Muria sudah tidak bisa dilalui kapal besar. Mengutip laporan tahun 1656-1657, Ahmad Buchori Masruri menyebut, Tumenggung Natairnawa mengusulkan diadakannya pengerukan pada 1657.

Pendangkalan Selat Muria itu telah memunculkan wilayah baru. Sekarang menjadi wilayah Kabupaten Kudus, Pati, dan Rembang.

VOC yang sudah berkuasa di Tanah Jawa mendapat izin dari Mataram membangun galangan kapal di Rembang. Itu terjadi pada 1677.

Kayu jati dari Rembang, Blora, dan Grobogan dibawa ke galangan untuk dibuat menjadi kapal. VOC mempekerjakan orang Kalang yang sudah lama dikenal sebagai terampil mengolah kayu.

Buku Sejarah Kehutanan Indonesia yang disusun Departemen Kehutanan pada 1986 menyebut, VOC mendapat kontrak dari Pakubuwono II untuk mengelola hutan di Jawa. Itu terjadi pada tahun 1733.

Kontrak itu mewajibkan Mataram menyetor kayu jati dari Jawa –termasuk dari hutan di Gunung Muria, yang masuk wilayah Jepara, Kudus, Pati– kepada VOC. Jumlahnya mencapai 8.500 balok jati setiap tahun.,

Hingga abad ke-19, galangan kapal di Rembang –wilayah yang terbentuk setelah terjadinya pendangkalan Selat Muria– masih memproduksi kapal. Produknya mencapai delapan kapal per tahun dan 700 bahtera per tahun.

Kini, Pulau Muria telah satu daratan dengan Pulau Jawa. Tapi, Perbukitan Patiayam meninggalkan catatan paleonologis dengan beragam fosil vertebrata dan avertebrata.

Menurut catatan yang didapat oleh Ahmad Buchori Masruri, fosil vertebrata yang sudah didentifikasi ada kerbau purba, banteng, keluarga babi hutan, keluarga gajah purba, keluarga kuda nil, keluarga harimau, da keluarga penyu. Sedanhkan fosil avertebrata ada dari kelas moluska. (jeha)

Baca juga :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *