5 Prinsip Komunikasi dalam Al-Qur’an yang Sering Kita Lupakan

Tegal – 1miliarsantri.net: Komunikasi di era digital bukan lagi sekadar berbicara dari mulut ke mulut. Kita bisa mengutarakan pendapat lewat status, menyindir lewat story, berdebat bahkan saling menyerang lewat komentar di media sosial. Semua orang bisa berbicara, tapi pertanyaannya, berapa banyak dari kita yang masih menjaga adab?

Kemajuan teknologi membuat komunikasi menjadi lebih mudah dan instan. Namun, di balik kemudahan itu, sering kali kita melupakan nilai-nilai dasar yang diajarkan Islam dalam berkomunikasi.

Terkadang kita lupa bahwa dalam Islam, kata-kata bukan hanya alat sosial, tapi juga bagian dari ibadah. Berbicara itu ibadah, jika niat, isi, dan caranya lurus. Sayangnya, dalam hiruk-pikuk dunia maya, adab komunikasi ini makin sering diabaikan. Bahkan oleh kita yang mengaku sebagai santri, aktivis dakwah, atau pemuda Islam, sering lalai dari padanya.

Baca juga: Moral Jurnalisme Dalam Nilai-Nilai Islam untuk Menyuarakan Kebenaran Di Era Kebisingan

Komunikasi dalam Islam yang Bukan Sekadar Keterampilan

Dalam pandangan Islam, cara kita berkomunikasi mencerminkan kualitas akhlak yang perlu dijaga dengan sungguh-sungguh. Rasulullah SAW mengajarkan bahwa salah satu ciri keimanan seseorang tercermin dari bagaimana ia menjaga lisannya. Lebih baik kita diam daripada apa yang kita ucapkan adalah sesuatu yang tidak baik.

Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَليَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُت

“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka hendaklah ia berkata baik atau hendaklah ia diam.” (Muttafaq ‘alaih: Al-Bukhari, no. 6018; Muslim, no.47)

Ucapan kita bukanlah hal sepele. Setiap kata yang keluar akan dimintai pertanggungjawaban. Al-Qur’an surat Qaf ayat 18 mengingatkan bahwa setiap ucapan kita tidak pernah luput dari pengawasan Allah SWT.

مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ

“Tiada suatu kalimat pun yang diucapkan melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS. Qaf :18)

Ada malaikat yang senantiasa mencatat segala kata yang keluar dari lisan kita, sekecil apa pun itu. Artinya, berbicara bukan hanya soal keahlian menyusun kata. Namun, soal ketaatan dan tanggung jawab di hadapan Allah SWT.

Baca juga: Fenomena Sound Horeg : Dampak Sosial dan Tinjauan Singkat dari Sudut Pandang Islam

Lima Prinsip Komunikasi dalam Al-Qur’an

Al-Qur’an mengajarkan sejumlah prinsip komunikasi yang seharusnya menjadi fondasi setiap muslim dalam berkata-kata, baik dalam kehidupan nyata maupun di dunia maya. Sayangnya, lima prinsip ini kerap kita lupakan:

1. Qaulan Sadida – Perkataan yang Benar

Perkataan yang benar artinya jujur, tidak mengada-ada, tidak membelokkan fakta. Dalam era hoaks dan informasi yang simpang siur, prinsip ini menjadi sangat penting. Menyebar informasi yang belum jelas sumbernya atau melebih-lebihkan cerita adalah bentuk kelalaian terhadap qaulan sadida.

2. Qaulan Baligha – Perkataan yang Tepat dan Efektif

Baligh berarti sampai dan mengena. Komunikasi yang baik bukan hanya benar, tapi juga efektif, tepat sasaran, dan mempertimbangkan kondisi audiens. Dalam dakwah misalnya, pesan yang disampaikan harus disesuaikan dengan tingkat pemahaman dan kebutuhan pendengarnya.

3. Qaulan Layyina – Perkataan yang Lembut

Bahkan kepada Fir’aun yang zalim pun, Allah SWT perintahkan Nabi Musa untuk berbicara dengan lembut. Apalagi kita, kepada sesama umat muslim, saudara, bahkan teman di media sosial. Mengkritik boleh, menegur juga perlu, tapi semua itu tetap dalam bingkai kelembutan.

4. Qaulan Ma’rufa – Perkataan yang Baik

Perkataan yang baik tidak menyakitkan, tidak merendahkan, dan tidak mempermalukan. Ini juga mencakup adab dalam bercanda, tidak menggunakan ejekan, sarkasme, atau sindiran yang menyakiti hati.

5. Qaulan Karima – Perkataan yang Mulia

Komunikasi mulia adalah komunikasi yang penuh penghormatan, terutama kepada orang tua, guru, dan orang yang lebih tua. Termasuk juga cara kita menanggapi perbedaan pendapat, agar tetap santun meski tidak sepakat.

Media Sosial Sebagai Ladang Ujian Adab

Coba kita tengok media sosial hari ini. Tak sedikit akun media sosial yang gemar melontarkan sindiran atau mengomentari penampilan serta keputusan hidup orang lain. Ada juga yang merasa berdakwah, tapi ucapannya justru penuh cercaan. Padahal, Rasulullah SAW tidak pernah mencela, memaki, atau berkata kotor, meskipun terhadap musuhnya.

Kita sering lupa bahwa mengetik komentar buruk nilainya sama dengan mengucapkannya langsung. Hanya beda medium, bukan beda pahala atau dosa. Jika prinsip-prinsip komunikasi Al-Qur’an tadi diterapkan di ruang digital, dunia maya akan jauh lebih damai. Namun sering kali kita lebih memilih kata-kata yang keras karena lebih viral, bukan karena lebih benar.

Kata-Kata Mencerminkan Jiwa

Dalam Islam, kualitas komunikasi mencerminkan kualitas hati. Orang yang jiwanya tenang, ucapannya pun tenang. Orang yang hatinya kotor, biasanya lidah dan jarinya juga mudah menyakiti.

Bahkan dalam bercanda pun Islam memberi batas. Rasulullah SAW bersabda:

“Celaka bagi orang yang berbicara lalu berdusta agar orang-orang tertawa. Celakalah dia, celakalah dia.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)

Bercanda boleh, asal tidak menyakiti atau berdusta. Sebab setiap ucapan akan kembali kepada kita, entah sebagai pahala, atau beban di akhirat kelak.

Baca juga: Antara Gaya dan Syariat! Pandangan Ulama’ Terhadap Trend Model Baju Muslim Terbaru

Menghidupkan Kembali Adab Sebagai Tugas Santri Digital

Menjaga adab bicara hari ini adalah bentuk revolusi sunyi. Tidak banyak yang melakukannya, karena kata-kata yang keras, kasar, atau provokatif lebih cepat menyebar. Namun justru di sinilah pentingnya peran santri digital, influencer muslim, dan pemuda Islam sebagai teladan di tengah kebisingan.

Mengendalikan kata-kata, baik yang diucapkan maupun dituliskan, bukan hanya soal sopan santun. Melainkan juga bagian dari jihad dalam rangka menundukkan ego dan menahan gejolak emosi. Dan jihad ini tidak pernah kehilangan relevansinya.

Kata Adalah Ladang Amal

Kita bisa mengubah dunia, bukan hanya lewat orasi besar, tapi juga lewat komentar yang menyejukkan, status yang menginspirasi, dan pesan yang jujur. Kata-kata kita bisa jadi ladang pahala, jika diisi dengan kebaikan. Mari kita hidupkan kembali adab dalam komunikasi, baik secara langsung maupun lewat media sosial. Dunia ini sudah terlalu bising dengan kata-kata yang melukai. Saatnya kita hadir dengan kata-kata yang menyembuhkan. Karena dalam Islam, komunikasi adalah akhlak, dan setiap kata adalah ibadah.

Penulis : Satria S Pamungkas (Tegal, Jawa Tengah)

Foto ilustrasi

Editor : Ainun Maghfiroh dan Thamrin Humris


Eksplorasi konten lain dari 1miliarsantri.net

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

Berikan Komentar Anda

Eksplorasi konten lain dari 1miliarsantri.net

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca