Petani Tembakau Butuh Perlindungan

Surabaya — 1miliarsantri.net : Tembakau adalah produk pertanian semusim yang bukan termasuk komoditas pangan, melainkan komoditas perkebunan. Produk ini dikonsumsi bukan untuk makanan tetapi sebagai sebagai bahan baku rokok dan cerutu.

Tembakau merupakan komoditas perkebunan yang sangat menjanjikan. Dalam bentuk cukai rokok, tembakau menyumbang pendapatan nasional sebesar lebih dari 150 triliun rupiah per tahun.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, volume produksi tembakau Indonesia mencapai 238,8 ribu ton pada 2023. Angka ini naik 7,62% dibanding tahun sebelumnya (year-on-year/yoy). Sepanjang 2023, tercatat hanya ada 14 provinsi yang menghasilkan tembakau, sedangkan 24 provinsi lainnya tak memproduksi tembakau sama sekali. % buffered

Jawa Timur menjadi provinsi penghasil tembakau terbesar pada 2023 dengan volume 109 ribu ton, setara 45,65% dari total produksi tembakau nasional. Jawa Timur berkontribusi 43,9 persen dari total produksi nasional.

Posisi kedua ditempati oleh Nusa Tenggara Barat dengan volume produksi tembakau 60,6 ribu ton, diikuti Jawa Tengah 52,7 ribu ton, Jawa Barat 8,9 ribu ton, dan Aceh 2,2 ribu ton.

Menurut Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur Adik Dwi Purwanto, Jawa Timur menjadi provinsi penghasil tembakau terbesar mencapai 110.800 ton. Dengan luas area perkebunan tembakau mencapai 101.800 hektare.

”Kabupaten Jember merupakan daerah yang terkenal sebagai penghasil tembakau di provinsi ini, Jumlah produksi tembakau di Jember mencapai 24.285 ton pada 2021,” terang Adik Dwi Purwanto.

Provinsi sentra tembakau terbesar kedua, lanjut dia, ditempati Jawa Tengah dengan produksi sebanyak 57.600 ton. Kemudian, produksi tembakau di Nusa Tenggara Barat (NTB) sebanyak 53.100 ton.

Produksi tembakau di Jawa Barat sebesar 7.400 ton. Sedangkan produksi tembakau di Aceh dan Sumatera Utara masing-masing sebanyak 2.100 ton dan 1.800 ton. Di Jogjakarta dan Lampung, produksi tembakau sama-sama sekitar 800 ton.

Adik mengungkapkan, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan, produksi rokok di Indonesia mencapai 323,9 miliar batang pada 2022. Jumlah tersebut menurun 3,26 persen dibandingkan pada tahun sebelumnya 334,8 miliar batang.

”Penurunan produksi rokok dalam negeri pada 2022 salah satunya disebabkan kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT),” ujar Adik Dwi Purwanto.

Berdasar data Kemenkeu, lanjut dia, harga rokok di Indonesia Rp 23.361 per bungkus (isi 16 batang) tahun ini. Nilainya meningkat 13,8 persen dari tahun sebelumnya sebesar Rp 20.523 per bungkus. Indeks kemahalan rokok pun meningkat tipis menjadi 12,2 persen pada 2022.

”Produksi rokok diperkirakan semakin menurun pada tahun depan. Pasalnya, pemerintah kembali menaikkan tarif cukai rokok sebesar 10 persen pada 2023 dan 2024,” tutur Adik Dwi Purwanto.

Secara rinci, dia menambahkan, rata-rata kenaikan tarif CHT untuk sigaret kretek mesin (SKM) I dan II sebesar 11,5-11,75 persen. Tarif CHT untuk golongan sigaret putih mesin (SPM) I dan II meningkat 11-12 persen. Sementara itu, sigaret kretek pangan (SKP) I, II, dan III, akan mengalami kenaikan tarif CHT sebesar 5 persen.

Sementara itu, Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) meminta pemerintah membuat kebijakan industri hasil tembakau yang mempertimbangkan faktor keberlanjutan usaha serta kesejahteraan para petani.

“Kebijakan pemerintah harus mengedepankan kelangsungan mata pencaharian petani tembakau. Saat ini sekitar 300 aturan yang mengimpit industri hasil tembakau, sehingga menghambat laju budi daya tanaman tembakau,” papar Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (DPN APTI), Agus Parmuji.

Dari ratusan regulasi tersebut, beberapa aturan yang menekan petani tembakau yaitu Peraturan Pemerintah nomor 18/2012 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan wacana untuk merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109/2012.

Agus menambahkan, jutaan petani tembakau di seluruh Indonesia serta para buruh pabrik dan pedagang kecil yang menggantungkan hidupnya dari keberlangsungan industri hasil tembakau.

Ia pun mengkhawatirkan revisi PP 109/2012 atau penggodokan aturan terkait industri hasil tembakau, baik di tingkat nasional maupun daerah, disusupi oleh kepentingan organisasi anti-tembakau.

Koordinator Nasional Asosiasi Petani dan Pekerja Tembakau Nusantara (APPTN), Samukrah dikutip kamis (8/2/2024).Samukrah mengingatkan, terdapat jutaan masyarakat yang menggantungkan hidupnya di sektor pertembakauan dan sangat menantikan komitmen serta gagasan para calon pemimpin Indonesia untuk menjaga keberlangsungan mata pencaharian mereka.

Samukrah mengatakan, sektor pertembakauan di Indonesia sedang dalam kondisi tidak baik-baik saja akibat munculnya berbagai aturan yang ketat. Para pekerja dan petani tembakau meminta perhatian dan komitmen pemerintah untuk menunjukkan kepedulian serta gagasan positif terhadap nasib sektor pertembakauan di Indonesia.

Dia melanjutkan, banyaknya pelarangan bagi produk tembakau dapat mengancam mata pencaharian, kesejahteraan, dan keberlangsungan pekerja dan petani tembakau. Bahkan, pelarangan tersebut juga berpotensi berimbas negatif ke pihak lain, termasuk pedagang, pelaku industri kreatif, dan media.

Pemerintah memang masih bersikap ambigu. Di satu sisi mau uangnya, di sisi lain membuat aturan aturan yang menyebabkan petani tembakau terus terdesak.

Pemerintah sebaiknya melihat fakta di lapangan bahwa petani tembakau ini bukan sekedar menanam tembakau untuk bertahan hidup, tetapi tembakau yang ditanam ini hasilnya menghasilkan banyak hal keuntungan, tidak hanya buat petani, tetapi buat pemerintah dan juga elemen elemen ekonomi sosial yang rentetannya panjang. Kalau mau fair, seharusnya pemerintah tidak hanya keras pada petani tembakau, tetapi juga produk produk lain yang diidentifikasi mengganggu kesehatan. Persoalannya pemerintah berani tidak?

Di luar tembakau saja kalau mau jujur, pemerintah menghadapi persoalan yang rumit, terutama masalah pengangguran. Banyaknya pabrik tutup, banyak perusahaan PHK karyawan, apakah pemerintah sudah menemukan jalan keluar yang bisa merecovery jutaan pengangguran ini. Ini PR besar yang memerlukan energi pemerintah untuk menecahkannya.

Di bawah ini sebagai rincian volume produksi tembakau nasional pada 2023 berdasarkan provinsi:

Jawa Timur: 109 ribu ton
Nusa Tenggara Barat: 60,6 ribu ton
Jawa Tengah: 52,7 ribu ton
Jawa Barat: 8,9 ribu ton
Aceh: 2,2 ribu ton
Sumatera Utara: 1,9 ribu ton
Sulawesi Selatan: 1,3 ribu ton
Nusa Tenggara Timur: 800 ton
Lampung: 400 ton
DI Yogyakarta: 300 ton
Sumatera Barat: 200 ton
Jambi: 200 ton
Bali: 200 ton
Sulawesi Tengah: 100 ton

(har)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *