Startup EdTech Indonesia di Era AI Global: Ruangguru, Zenius, dan Quipper Hadapi Tantangan Baru Pendidikan Digital

Malang – 1miliarsantri.net : Dalam satu dekade terakhir, lanskap pendidikan di Indonesia mengalami transformasi signifikan, dipicu oleh kehadiran sejumlah startup edtech seperti Ruangguru, Zenius, dan Quipper.
Ketiganya berperan besar dalam memperluas akses belajar daring bagi jutaan pelajar di Indonesia, dengan menyediakan konten berbasis video, kuis interaktif, hingga bimbingan virtual yang fleksibel.
Jauh sebelum pandemi COVID-19 datang, mereka telah memperkenalkan cara belajar yang lebih dinamis dan mandiri dibanding sistem formal yang konvensional.
Pandemi kemudian menjadi akselerator yang mempercepat digitalisasi sistem pendidikan. Dalam masa pembelajaran jarak jauh nasional, jumlah pengguna Ruangguru naik drastis hingga menembus 22 juta (Statista, 2021).
Zenius dan Quipper pun mengalami lonjakan trafik yang serupa. Saat infrastruktur sekolah dan kesiapan guru masih minim, edtech lokal menjadi penopang utama keberlangsungan proses belajar.
Transformasi Digital dan Munculnya AI: Paradigma Baru Pendidikan

Namun, tantangan baru kini muncul. Seiring pulihnya pembelajaran tatap muka, kebutuhan pengguna juga berkembang. Fokus bukan lagi sekadar menyediakan akses digital, melainkan menghadirkan pembelajaran yang cerdas, adaptif, dan kontekstual.
Inilah saatnya teknologi artificial intelligence (AI) memasuki ruang kelas, bukan untuk menggantikan guru, tetapi untuk mengubah cara belajar secara fundamental.
Menurut laporan terbaru dari World Economic Forum (2024), AI memiliki potensi untuk mengatasi sejumlah tantangan sistemik dalam pendidikan global.
Empat manfaat utama yang diidentifikasi adalah, mendukung tugas guru melalui otomasi, mempersonalisasi pengalaman belajar, meningkatkan asesmen dan analitik, serta memperkuat literasi digital siswa.
AI dapat mengambil alih tugas administratif seperti mengoreksi pekerjaan rumah atau merekap kehadiran, memberi ruang bagi guru untuk fokus pada interaksi bermakna dan pembelajaran yang mendalam.
Di beberapa negara maju, uji coba ini sudah berjalan. Di Inggris, misalnya, Kementerian Pendidikan tengah mengevaluasi potensi AI untuk menghemat hingga 20% waktu kerja guru melalui sistem pendukung berbasis teknologi (The Guardian, 2025).
Pendekatan serupa sangat relevan dengan konteks Indonesia yang menghadapi kekurangan guru di berbagai daerah.
AI dalam Assesmen dan Personalisasi Meningkatkan Kualitas Pembelajaran

Selain mengotomatisasi, AI juga merevolusi proses penilaian dan analitik pendidikan. Sistem berbasis machine learning memungkinkan guru menganalisis performa siswa secara real-time, mengidentifikasi pola kesulitan, dan menyusun strategi pengajaran yang tepat sasaran.
Studi dari arXiv (2024) membuktikan bahwa pembelajaran yang dipersonalisasi dengan bantuan AI bisa meningkatkan hasil belajar siswa hingga 30% dibanding metode tradisional.
Keunggulan lain adalah kemampuan AI menghadirkan pembelajaran satu-satu yang sebelumnya hanya mungkin lewat tutor manusia yang mahal.
Dengan AI, siswa dapat menerima materi dan bimbingan yang disesuaikan dengan gaya belajar dan kecepatan masing-masing. Fitur ini juga memberikan dukungan inklusif bagi siswa berkebutuhan khusus dan neurodivergent, membuka kesempatan belajar yang lebih merata.
Tantangan Etis dan Lite startup Edtech Indonesia

Meski menjanjikan, penerapan AI dalam pendidikan juga memunculkan risiko, seperti algorithmic bias, keamanan data siswa, dan kemungkinan memperlebar kesenjangan digital. Oleh karena itu, pengembangan AI harus berlandaskan pada prinsip keterbukaan, keadilan, dan inklusivitas.
Selain penggunaan AI sebagai alat bantu, penting juga memasukkan edukasi tentang AI itu sendiri ke dalam kurikulum.
Menurut OECD (2023), pembelajaran mengenai teknologi, termasuk cara kerja AI dan implikasi etisnya, harus diajarkan sejak dini agar generasi muda mampu menggunakan dan mengembangkan teknologi secara kritis dan bertanggung jawab.
Di Indonesia, survei Ipsos Global Education Monitor (2023) menunjukkan dukungan kuat dari orang tua dan guru untuk integrasi AI dalam pendidikan sejak usia sekolah dasar.
Pemerintah pun menginisiasi berbagai kerja sama dengan UNESCO dan sektor teknologi untuk menyiapkan infrastruktur dan regulasi yang mendukung adopsi AI secara aman dan efektif.
Kesiapan EdTech Lokal Menghadapi Era AI
Ruangguru, Zenius, dan Quipper memiliki keunggulan kompetitif yang signifikan berupa pemahaman mendalam terhadap konteks pendidikan Indonesia, mulai dari kurikulum nasional, bahasa pengantar, hingga karakteristik guru dan siswa lokal.
Namun, untuk tetap relevan dan unggul di tengah persaingan global yang didorong AI, mereka harus mempercepat integrasi teknologi AI ke dalam platform masing-masing.
Model bisnis lama yang bergantung pada langganan individu mulai menantang keberlanjutan. Diperlukan inovasi dengan pendekatan yang lebih kolaboratif, seperti penyediaan layanan edtech-as-a-service bagi sekolah dan dinas pendidikan, pengembangan kurikulum literasi AI, serta pelatihan guru berbasis teknologi terbaru.
Transformasi digital berbasis AI bukan hanya soal teknologi, melainkan soal visi pendidikan yang inklusif dan berkelanjutan. Tanpa pengelolaan yang bijak, AI berpotensi memperlebar kesenjangan sosial dan digital.
Namun jika diimplementasikan dengan prinsip etika, inklusivitas, dan kontekstualitas lokal, AI dapat menjadi pendorong utama dalam menyediakan pendidikan berkualitas bagi seluruh lapisan masyarakat.
Bagi edtech lokal, pertanyaan kunci bukan lagi “apakah menggunakan AI?” melainkan “siapa yang akan memimpin perubahan secara bertanggung jawab?”
Ruangguru, Zenius, dan Quipper memiliki peluang besar untuk menjadi motor penggerak inovasi pendidikan Indonesia di era Education 4.0 asalkan mereka mampu memadukan kecanggihan teknologi dengan kearifan lokal dan komitmen sosial.
Pada akhirnya, AI bukan sekadar alat bantu, melainkan pengarah baru dalam desain sistem pendidikan masa depan. Jika dikelola dengan etika, inklusi, dan kesadaran konteks, AI dapat menjadi mesin penggerak pendidikan yang lebih adil, efisien, dan manusiawi. Tapi jika tidak, ia justru bisa memperlebar jurang ketimpangan digital dan sosial.
Penulis : Ramadani Wahyu
Foto Ilustrasi
Editor : Iffah faridatul Hasanah
Eksplorasi konten lain dari 1miliarsantri.net
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.