Kasus Chromebook Jadi Pelajaran, Transformasi Digital Sekolah Harus Lebih Serius

Kasus Chromebook Jadi Pelajaran
Dengarkan Artikel Ini

Malang – 1miliarsantri.net : Kasus dugaan korupsi pengadaan Chromebook di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek) hendaknya menjadi refleksi dalam tranformasi digital sektor pendidikan.

Di balik visi percepatan digitalisasi, minimnya pengawasan justru menimbulkan persoalan serius, baik dari sisi hukum maupun manfaatnya di lapangan.

Diketahui sebelumnya pengadaan Chromebook untuk sekolah-sekolah di seluruh Indonesia dilakukan melalui skema Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Satuan Pendidikan (DSP) sejak tahun 2021.

Anggaran yang digelontorkan tidak kecil, yaitu sekitar Rp 9,9 triliun selama periode 2019 hingga 2023. Namun, upaya besar itu tercoreng oleh dugaan korupsi yang merugikan keuangan negara hingga Rp 1,98 triliun.

Kejaksaan Agung telah menaikkan kasus ini ke tahap penyidikan dan menetapkan sejumlah tersangka, termasuk pejabat di lingkungan Kemendikbudristek serta pihak swasta.

Salah satu pokok permasalahan yaitu dugaan mark-up harga dan pemilihan sistem operasi yang dinilai tidak sesuai kebutuhan sebagian besar sekolah, terutama di daerah dengan akses internet terbatas.

Perangkat tak Tepat Sasaran

Kasus Chromebook ini memperlihatkan bahwa penyediaan perangkat keras bukan serta-merta menjawab kebutuhan sekolah dalam beradaptasi dengan pembelajaran digital. Justru, di banyak daerah perangkat tersebut tidak terpakai secara optimal.

Beberapa sekolah bahkan membiarkan Chromebook tetap dalam kardus karena keterbatasan listrik dan jaringan internet. Bukan itu saja, guru belum dibekali pelatihan teknis memadai.

Lebih jauh lagi, dalam beberapa kasus, pengadaan perangkat juga tidak mempertimbangkan daya dukung teknis sekolah. Misalnya, tidak adanya tenaga IT yang bisa membantu guru dan siswa dalam mengoperasikan Chromebook.

Bahkan ada sekolah yang hanya memiliki satu sumber listrik aktif di seluruh bangunan, yang tentu saja menyulitkan pemanfaatan perangkat digital dalam pembelajaran.

Padahal, mantan Menteri Pendidikan Nadiem Makarim sempat menyatakan bahwa program digitalisasi ini telah menjangkau lebih dari 77.000 sekolah dan 97 persen perangkat telah diterima.

Namun, penerimaan perangkat tidak otomatis berbanding lurus dengan pemanfaatan. Tanpa dukungan infrastruktur dan sumber daya manusia yang siap, perangkat digital cenderung hanya menjadi simbol modernisasi semu.

Permasalahan ini diperparah oleh pola implementasi yang bersifat top-down. Sekolah-sekolah di berbagai daerah tidak dilibatkan secara penuh dalam perencanaan maupun pemetaan kebutuhan.

Imbasnya, banyak institusi pendidikan menerima alat yang tidak sesuai dengan kapasitas dan kesiapan masing-masing. Beberapa sekolah negeri di daerah tertinggal bahkan tidak memiliki akses internet yang memungkinkan pemanfaatan Chromebook secara optimal.

Solusi Lokal Adaptif Perlu Diterapkan

Meski begitu, sejumlah inisiatif lokal menunjukkan bahwa pembelajaran digital tetap dapat dilakukan secara efektif jika didukung pendekatan yang kontekstual.

Salah satunya adalah kehadiran solusi seperti Kipin Classroom, sebuah platform server lokal yang memungkinkan sekolah mengakses ribuan buku pelajaran, video, dan soal latihan tanpa koneksi internet. Inovasi semacam ini menunjukkan pentingnya solusi yang disesuaikan dengan kondisi lapangan, bukan sekadar mengikuti tren teknologi global.

Di Nusa Tenggara Barat, Balai Penjaminan Mutu Pendidikan (BPMP) melaksanakan monitoring dan evaluasi terhadap pemanfaatan Chromebook dan akun pembelajaran digital.

Upaya ini penting sebagai contoh bagaimana transformasi digital semestinya diiringi pengawasan dan pendampingan berkelanjutan.

Evaluasi yang dilakukan di 10 kabupaten/kota di NTB menjadi bukti bahwa perangkat digital baru akan berdampak jika diintegrasikan dengan pelatihan guru, kurikulum adaptif, dan dukungan teknis rutin.

Contoh seperti ini menunjukkan bahwa infrastruktur saja tidak cukup. Diperlukan kerja sama erat antara pemerintah pusat, daerah, dan satuan pendidikan agar teknologi benar-benar menjadi alat bantu pembelajaran yang efektif dan berkelanjutan.

Perlunya Evaluasi Total dan Menyeluruh

Ke depan, transformasi digital pendidikan perlu dilakukan dengan pendekatan yang lebih partisipatif dan kontekstual. Sekolah harus dilibatkan dalam proses perencanaan, pengadaan harus transparan dan akuntabel, dan guru perlu mendapat pelatihan berkelanjutan.

Pemerintah juga perlu memastikan bahwa infrastruktur dasar, seperti listrik dan internet, telah tersedia sebelum perangkat didistribusikan.

Transformasi digital bukanlah proyek jangka pendek yang selesai dalam satu atau dua tahun. Ia merupakan proses jangka panjang yang membutuhkan konsistensi, evaluasi, dan kemampuan beradaptasi terhadap perubahan.

Pemerintah harus belajar dari kasus Chromebook ini dan mengubah pendekatan dalam memodernisasi pendidikan. Digitalisasi bukan tujuan, melainkan alat untuk meningkatkan mutu belajar-mengajar.

Jika tidak, risiko kegagalan akan terus menghantui setiap program yang menyertakan teknologi sebagai solusi tunggal. Dan lebih dari itu, akan terus membuka celah bagi penyimpangan yang merugikan negara sekaligus menghambat kemajuan generasi penerus bangsa.

Penulis : Ramadani Wahyu

Foto Ilustrasi

Editor : Iffah Faridatul Hasanah dan Toto Budiman


Eksplorasi konten lain dari 1miliarsantri.net

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

Berikan Komentar Anda

Eksplorasi konten lain dari 1miliarsantri.net

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca