Keutamaan Sholat Tahajjud: Rahasia Doa Mustajab di Sepertiga Malam

Surabaya – 1miliarsantri.net : Dalam kesibukan dunia yang tiada henti, terkadang kita membutuhkan waktu untuk menyendiri, bukan karena kesepian, tapi karena ingin lebih dekat dengan diri sendiri dan tentunya, lebih dekat dengan Allah. Maka dari itu tahajjud hadir menjadi “momen eksklusif” antara kita dengan Sang Pencipta. Keutamaan sholat tahajjud tidak hanya perihal pahala yang besar, tapi juga tentang bagaimana malam bisa jadi tempat terbaik untuk menenangkan jiwa dan menyalurkan doa-doa terdalam. Banyak orang mungkin menganggap sholat tahajjud itu berat karena harus bangun di sepertiga malam. Tapi, jika kita mengetahui betapa besarnya keutamaan sholat tahajjud, maka pasti semangat untuk mencobanya pun mulai tumbuh. Di waktu di mana banyak manusia yang masih terlelap, Allah justru turun ke langit dunia, membuka peluang besar bagi siapa pun yang ingin berdoa dan curhat langsung pada-Nya. Waktu Paling Mustajab untuk Bermunajat Mungkin kalian sering mendengar bahwa di sepertiga malam terakhir itu waktu yang paling mustajab untuk berdoa. Tapi, kenapa bisa demikian? Kenapa justru malam hari menjadi waktu yang begitu disukai Allah? Karena saat itulah keheningan tercipta. Tak ada gangguan, tak ada notifikasi ponsel, tak ada hiruk-pikuk dunia. Hanya ada kita dan Allah. Keutamaan sholat tahajjud salah satunya terletak di sini, kita bisa menjadi benar-benar fokus, ikhlas, dan jujur dalam menyampaikan segala keinginan hati. Rasulullah SAW bersabda, “Tuhan kita turun ke langit dunia pada sepertiga malam terakhir setiap malamnya. Dia berkata: Siapa yang berdoa kepada-Ku, akan Aku kabulkan. Siapa yang meminta kepada-Ku, akan Aku beri. Siapa yang mohon ampunan kepada-Ku, akan Aku ampuni.” (HR. Bukhari dan Muslim) Coba bayangkan, ketika kita sedang dalam masalah besar atau memiliki hajat dan menginginkan sesuatu, dan kita tahu bahwa saat itu Allah sedang “membuka pintu-Nya lebar-lebar”. Bukankah ini saat yang terbaik untuk memohon apa pun? Tidak hanya itu, tahajjud juga disebut sebagai ibadah yang membuat seseorang naik derajat di sisi Allah. Dalam Al-Qur’an, Surah Al-Isra ayat 79, disebutkan bahwa orang yang melaksanakan sholat tahajjud bisa diangkat ke “maqam mahmud” tempat yang terpuji. Keutamaan Sholat Tahajjud dalam Kehidupan Sehari-hari Sholat tahajjud bukan hanya soal pahala, tapi juga soal efek nyata dalam kehidupan kita. Banyak orang yang bilang mereka lebih tenang, lebih kuat menghadapi masalah, bahkan lebih mudah mencapai impian setelah membiasakan diri dengan tahajjud. Kenapa bisa begitu? Karena di tahajjud, kita bukan cuma sholat. Kita berdialog. Kita mengadu, meminta, bahkan sekadar bercerita pada Allah. Dan setiap curhat yang keluar dari hati, entah itu permintaan jodoh, rezeki, kesehatan, ketenangan batin, semua punya peluang besar dikabulkan karena waktu malam itu adalah waktu Allah membuka langit. Tidak jarang juga, orang yang terbiasa tahajjud punya aura yang berbeda. Lebih adem, lebih bijak. Hatinya terasa luas, dan pikirannya lebih jernih. Keutamaan sholat tahajjud juga mempengaruhi kondisi emosional seseorang. Dalam sunyi malam itu, seseorang belajar untuk lebih sabar, lebih berserah, tapi tetap optimis terhadap takdir Allah. Bahkan beberapa studi psikologi modern menunjukkan bahwa orang yang rutin bangun malam untuk ibadah cenderung punya tingkat stres lebih rendah. Tidurnya berkualitas, hatinya ringan. Ya, tahajjud tidak hanya menyehatkan secara spiritual, tapi juga berdampak pada mental dan fisik. Tapi ujiannya memang sangat berat, karena bangun di sepertiga malam bukanlah hal yang mudah, maka kuncinya harus diniatkan dan sedikit trik sederhana. Pertama, coba tidur lebih awal. Kedua, niat sungguh-sungguh sebelum tidur dan cukup mulai dari dua rakaat saja. Allah tidak akan menilai dari panjangnya rakaat, tapi dari ketulusan dan kontinuitas. Kalau sudah terbiasa, kita bisa menambah jumlah rakaatnya pelan-pelan. Dan jangan lupa, setelah sholat, luangkan waktu beberapa menit untuk berdoa. Bercurhat, meminta ampun, syukuri nikmat yang diberi, dan sampaikan semua yang kita simpan di dalam hati. Ingat, keutamaan sholat tahajjud akan terasa jika kita menjalankannya dengan sepenuh hati. Bukan karena paksaan, tapi karena cinta. Karena kita ingin mendekatkan diri dengan Allah, bukan hanya karena ingin sesuatu dari-Nya. Sholat tahajjud bukan milik orang-orang suci atau mereka yang sudah “tinggi” secara spiritual. Ibadah ini adalah hak semua hamba yang ingin lebih dekat dengan Allah. Mungkin hidupmu sekarang masih baik-baik saja, atau sebaliknya sedang dipenuhi ujian. Tapi apa pun kondisinya, tahajjud selalu menjadi ruang aman untuk kembali pulang pada Allah. Keutamaan sholat tahajjud tidak hanya dalam bentuk pahala, tapi juga dalam bentuk ketenangan, kekuatan, dan kejernihan hidup yang sulit untuk dijelaskan dengan kata-kata. Kalau kamu belum pernah mencoba, cobalah. Dan kalau kamu sudah mencoba tapi belum konsisten, cobalah lagi. Allah tidak butuh kesempurnaan yang Allah lihat adalah niat dan usahamu. Semoga malam ini jadi awal dari rutinitas baru yang penuh keberkahan. Dan semoga kamu bisa merasakan sendiri keajaiban-keajaiban yang datang dari sunyi malam bersama sholat tahajjud. Penulis : Iffah Faridatul H Editor : Toto Budiman

Read More

Cara Menggali Dan Mengamalkan 4 Sifat Wajib Rasulullah Dalam Kehidupan

Bondowoso – 1miliarsantri.net: Di tengah kehidupan modern yang serba cepat dan kompleks ini, kita sering merasa kehilangan arah, kehilangan panutan yang benar-benar bisa dipercaya. Sosok yang mampu menjadi teladan sejati dalam ucapan dan tindakan kian sulit ditemukan. Namun, sejarah Islam menghadirkan pribadi agung yang menjadi jawaban dari semua kebutuhan akan teladan tersebut, para Rasul Allah, khususnya Nabi Muhammad SAW.  Apa yang membuat mereka begitu layak diteladani? Salah satunya adalah empat karakter utama yang menjadi fondasi kepribadian mereka, yang disebut sifat wajib Rasul. Keempat sifat ini tidak hanya menunjukkan kesempurnaan moral seorang utusan Allah, tetapi juga bisa dijadikan pedoman hidup oleh setiap manusia yang mendambakan kehidupan yang lurus, jujur, dan bermakna. Artikel ini akan membahas bagaimana kita bisa menggali dan mengamalkan sifat wajib Rasul dalam kehidupan sehari-hari secara nyata. Baca juga: Sholat Kafarat Adakah Dalilnya? Bagaimana Pandangan 4 Madzhab?, Ini Penjelasan Singkatnya Apa Itu Sifat Wajib Rasul? Sebelum mengamalkan, mari pahami terlebih dahulu bahwa sifat wajib Rasul adalah empat sifat utama yang pasti dimiliki oleh setiap Nabi dan Rasul. Sifat ini bukan hanya atribut kepribadian, melainkan syarat mutlak untuk membawa risalah Allah dengan sempurna. Tanpa keempat sifat ini, misi kerasulan tidak akan tersampaikan dengan baik dan tidak akan diterima oleh umat. Adapun sifat-sifat tersebut meliputi Shiddiq (jujur), Amanah (dapat dipercaya), Tabligh (menyampaikan), dan Fathonah (cerdas). Cara Menghidupkan Nilai-Nilai Rasul dalam Diri Kita Berikut penjelasan keempat sifat wajib Rasul beserta cara nyata untuk menghidupkannya dalam keseharian, agar kita tidak hanya mengenalnya secara teori, tetapi juga menjadikannya bagian dari karakter dan kepribadian yang mulia. Baca juga: 5 Warna Darah Haid Menurut Fiqih! Mana yang Termasuk Najis, Mana yang Tidak? 1. Shiddiq (Jujur dalam Segala Aspek Kehidupan) Shiddiq berarti jujur, baik dalam ucapan, perbuatan, maupun niat. Rasulullah SAW telah dikenal sebagai orang yang sangat jujur bahkan sebelum diangkat menjadi Nabi. Kejujuran bisa diterapkan dalam berbagai situasi, mulai dari tidak mencontek saat ujian, tidak berbohong saat izin kerja, hingga berkata jujur dalam hubungan sosial dan keluarga. Masyarakat yang dipenuhi oleh individu jujur akan menjadi masyarakat yang penuh kepercayaan dan aman. 2. Amanah (Bertanggung Jawab dan Bisa Dipercaya) Amanah mencerminkan tanggung jawab dan kepercayaan yang diemban dengan sungguh-sungguh. Rasulullah selalu menjaga titipan dan menyampaikan amanat, bahkan kepada musuh. Menjadi amanah bukan hanya soal memegang rahasia atau menjaga barang, tetapi juga dalam pekerjaan, tugas akademik, dan peran sosial. Seorang pemimpin, misalnya, harus amanah terhadap jabatan dan rakyatnya. Orang tua harus amanah terhadap anak dan keluarganya. 3. Tabligh (Menyampaikan Kebenaran Tanpa Takut) Tabligh berarti menyampaikan risalah Allah tanpa dikurangi atau ditambah. Rasul tidak pernah menyembunyikan wahyu, meski konsekuensinya berat. Dalam konteks modern, kita bisa meneladani tabligh dengan cara menyebarkan informasi yang benar, tidak menyebar hoaks, dan mengingatkan teman atau keluarga dengan cara yang santun bila mereka melakukan kesalahan. Kebenaran harus disampaikan dengan bijak dan adil, bukan dengan marah atau menyakiti. 4. Fathonah (Cerdas, Bijaksana, dan Visioner) Fathonah merupakan kecerdasan yang mencakup akal, emosi, dan spiritual. Rasulullah tidak hanya pandai dalam berdiplomasi, tetapi juga bijak dalam mengambil keputusan penting. Kecerdasan bukan hanya soal nilai akademik, tetapi juga mencakup cara kita memahami orang lain, menghadapi masalah, dan menentukan langkah. Bijak dalam menanggapi konflik, tidak mudah terpancing emosi, dan mampu berpikir panjang adalah bentuk nyata dari sifat fathonah. Keempat sifat wajib Rasul bukan sekadar ajaran yang tertulis di buku agama atau sekadar hafalan pelajaran di sekolah. Sifat-sifat ini merupakan cerminan dari keagungan akhlak Rasulullah SAW yang relevan dan bisa diamalkan di zaman sekarang. Ketika kita jujur (Shiddiq), dipercaya (Amanah), berani menyuarakan kebenaran (Tabligh), dan berpikir cerdas (Fathonah), kita sesungguhnya sedang meneladani Rasul dalam bentuk yang paling sederhana namun paling berdampak. Mulailah dari hal-hal kecil, dari lingkungan terdekat, dan dari diri sendiri. Sebab, dunia ini tidak kekurangan pengetahuan, tapi sangat kekurangan keteladanan. Jadilah bagian dari perubahan itu, dengan menjadikan sifat wajib Rasul sebagai peta hidup yang menuntun kita menuju kebaikan dan keberkahan dunia akhirat.** Penulis : Ainun Maghfiroh Foto ilustrasi Editor : Thamrin Humris

Read More

Sholat Kafarat Adakah Dalilnya? Bagaimana Pandangan 4 Madzhab?, Ini Penjelasan Singkatnya

Bondowoso – 1miliarsantri.net: Setiap manusia pasti pernah berbuat khilaf, termasuk dalam hal meninggalkan ibadah wajib seperti sholat. Lalu muncul pertanyaan, adakah cara untuk menebus sholat yang pernah ditinggalkan? Salah satu amalan yang sering dibicarakan adalah tata cara sholat kafarat. Sholat ini diyakini sebagian kalangan sebagai ibadah penghapus dosa sholat fardhu yang tertinggal. Namun, benarkah hal itu dibenarkan dalam Islam? Dan bagaimana pandangan empat madzhab besar dalam fiqih terhadap praktek ini? Pada artikel ini, kami akan membahas secara menyeluruh tata cara sholat kafarat, lengkap dengan dalil, perbedaan pendapat ulama, hingga panduan pelaksanaannya menurut referensi klasik dan kontemporer. Jangan lewatkan uraian penting ini, karena bisa jadi Anda sedang berada di persimpangan antara amalan sunnah dan sesuatu yang justru terlarang. Apa Itu Sholat Kafarat? Sholat kafarat, juga dikenal sebagai sholat al-bara’ah, adalah bentuk ibadah tambahan yang diyakini sebagian kalangan sebagai sarana untuk menebus atau mengganti sholat wajib yang ditinggalkan. Nama “kafarat” berasal dari kata kufr yang berarti menutupi. Dalam konteks ini, maksudnya adalah menutupi kesalahan masa lalu dengan amal kebaikan. Beberapa kelompok melaksanakan sholat kafarat khususnya pada Jumat terakhir bulan Ramadhan. Mereka percaya bahwa sholat ini bisa menggantikan sholat-sholat fardhu yang luput dikerjakan atau dilakukan secara tidak sah. Namun, praktik ini mengundang perbedaan pendapat tajam di kalangan ulama. Tata Cara Sholat Kafarat dan Doanya Sebelum membahas pendapat ulama, penting untuk memahami tata cara sholat kafarat secara umum sebagaimana dipraktikkan sebagian masyarakat. Dan berikut adalah langkah-Langkah pelaksanaannya: Pandangan Ulama, Boleh atau Haram? Pembahasan mengenai tata cara sholat kafarat tidak lengkap tanpa mengetahui pendapat ulama mengenai keabsahannya. Berikut pandangan dari empat madzhab besar dalam Islam: 1. Madzhab Hanafi Ulama Hanafiyah pada umumnya tidak menyebutkan sholat kafarat secara eksplisit dalam kitab-kitab fiqih mereka. Namun, mereka mewajibkan qadha atas setiap sholat fardhu yang ditinggalkan, tanpa menyebut adanya ibadah khusus seperti sholat kafarat. 2. Madzhab Maliki Ulama Maliki juga tidak mengenal praktik sholat kafarat sebagai ibadah tersendiri. Mereka lebih menekankan kewajiban qadha sholat secara langsung dan segera setelah sadar atau mampu melaksanakannya. 3. Madzhab Syafi’i Dalam madzhab Syafi’i, qadha sholat adalah wajib. Namun, mengkhususkan ibadah tertentu pada waktu dan cara yang tidak disyariatkan, seperti sholat kafarat pada Jumat terakhir Ramadhan, dianggap tidak memiliki dasar. Beberapa ulama Syafi’iyah bahkan menyebut praktik ini sebagai bid’ah. 4. Madzhab Hanbali Pandangan Hanabilah juga sejalan dengan ketiga madzhab lainnya. Mereka menolak konsep sholat kafarat sebagai pengganti sholat fardhu dan mengharuskan qadha satu per satu atas setiap ibadah yang tertinggal. Hukum Sholat Kafarat Menurut Ulama Sejumlah ulama memperbolehkan sholat kafarat sebagai bentuk ihtiyath (kehati-hatian) dalam beribadah, terutama bagi yang ragu apakah pernah meninggalkan sholat. Namun, kelompok lain dengan tegas menyatakan haram, bahkan ada yang menyebutnya mendekati kufur karena membuat-buat ibadah tanpa dalil sahih. Menurut Syekh Ibnu Hajar al-Haitami, praktik sholat kafarat yang dikhususkan pada Jumat terakhir Ramadhan dengan keyakinan menggugurkan dosa selama setahun adalah bid’ah yang sangat tercela. Demikian pula dalam pandangan Buya Yahya, sholat kafarat tidak memiliki dasar yang kuat, baik dari Al-Qur’an maupun hadits. Beliau menekankan pentingnya mengqadha sholat satu per satu, bukan dengan ritual kolektif yang tidak dikenal dalam syariat. Menyikapi Tata Cara Sholat Kafarat dengan Bijak Dari uraian di atas, jelas bahwa tata cara sholat kafarat bukanlah praktik yang disepakati oleh para ulama. Meskipun ada sebagian yang membolehkannya sebagai bentuk ihtiyath, mayoritas ulama, khususnya dari kalangan madzhab Syafi’i, Maliki, dan Hanbali, menyatakan bahwa praktik ini tidak memiliki dasar syariat yang kuat dan bahkan dapat tergolong ibadah yang tidak sah. Daripada mengandalkan sholat kafarat, lebih baik setiap Muslim yang pernah meninggalkan sholat segera melakukan qadha sesuai jumlah yang ditinggalkan. Taubat nasuha, memperbanyak ibadah yang disyariatkan, dan konsistensi dalam menjaga sholat wajib jauh lebih dianjurkan dalam Islam. Semoga pembahasan tentang tata cara sholat kafarat ini bisa memberikan panduan dan pemahaman yang mendalam bagi umat Islam. Selalu landaskan setiap ibadah pada dalil yang shahih agar ibadah kita bernilai di sisi Allah SWT.** Penulis : Ainun Maghfiroh Foto Ilustrasi Editor : Thamrin Humris

Read More

5 Warna Darah Haid Menurut Fiqih! Mana yang Termasuk Najis, Mana yang Tidak?

Bondowoso – 1miliarsantri.net : Dalam kehidupan sehari-hari, banyak wanita Muslim yang masih merasa bingung membedakan jenis darah yang keluar dari tubuhnya. Terutama ketika membahas warna darah haid dalam Islam, sering muncul pertanyaan, apakah semua warna darah haid itu najis? Apakah darah yang warnanya berbeda-beda di awal atau akhir haid tetap disebut darah haid? Lantas, bagaimana panduan fiqih menjelaskan hal ini? Memahami warna darah haid dalam Islam bukan hanya penting untuk kebersihan, tapi juga berkaitan erat dengan sah atau tidaknya ibadah seorang wanita. Dalam fiqih, hal ini termasuk bagian dari ilmu yang wajib diketahui oleh setiap Muslimah, agar tidak keliru dalam menjalankan ibadah, seperti shalat atau puasa. Bagi yang masih belum memahami tentang hal ini, tenang saja! Artikel sengaja kami angkat untuk mengupas secara tuntas dan ringan tentang 5 warna darah haid menurut fiqih, serta status hukumnya. Perhatikan penjelasan berikut agar tidak keliru memahami hukum najis pada darah haid. Apa Itu Darah Haid Menurut Fiqih? Sebelum membahas berbagai warnanya, penting untuk memahami definisi dasar dari darah haid dalam Islam. Darah haid adalah darah alami yang keluar dari rahim wanita pada waktu tertentu setiap bulan. Menurut para ulama, darah haid hanya berlaku jika keluar dalam waktu minimal 24 jam dan maksimal 15 hari. Selain dari waktu itu, darah yang keluar bisa jadi bukan darah haid. Dalam fiqih, warna darah haid dalam Islam tidak menentukan apakah darah itu haid atau bukan, selama keluarnya berada di waktu kebiasaan haid seorang wanita. Namun, setiap warna tetap memiliki kecenderungan dan makna tersendiri. 5 Warna Darah Haid Yang Sering Dijumpai Beserta Penjelasan Hukumnya Dalam Fiqih Dan berikut ini adalah lima warna darah haid yang sering dijumpai beserta penjelasan hukumnya dalam fiqih: 1. Merah Tua (Hitam Kemerahan) Warna merah tua atau kehitaman merupakan warna yang paling umum keluar saat haid. Dan warna ini biasanya muncul di awal-awal masa haid dan sering kali disertai dengan rasa nyeri atau tidak nyaman. Wanita yang mengalaminya wajib menghentikan ibadah seperti shalat, puasa, dan tidak boleh berhubungan intim hingga masa haidnya selesai dan bersuci (mandi besar). Darah ini para ulama’ sepakat dihukumi Najis. 2. Merah Segar (Merah Terang) Warna ini sering muncul saat darah masih sangat aktif mengalir, biasanya di pertengahan masa haid. Tampak seperti warna darah luka biasa, namun tetap merupakan bagian dari darah haid selama masih dalam waktu haid. Jenis kedua ini merupakan darah haid dan najis. Segala bentuk ibadah tetap dilarang selama warna darah ini masih keluar. Namun, warna merah segar ini juga bisa muncul sebagai darah istihadhah, terutama jika keluar di luar waktu kebiasaan haid. Dalam hal ini, statusnya bisa berbeda. 3. Coklat Tua Warna ini biasanya muncul di akhir masa haid, menjelang darah berhenti total. Banyak wanita sering salah mengira bahwa darah coklat tua bukanlah haid. Padahal, ini tetap bisa masuk dalam kategori darah haid. Selama masih berada di masa haid, maka warna darah haid dalam Islam yang berwarna coklat tua ini tetap dihukumi najis dan dianggap darah haid. Flek coklat yang muncul setelah haid benar-benar berhenti, namun tidak disertai rasa tidak nyaman dan hanya sedikit, bisa dikategorikan bukan darah haid. Namun untuk aman, disarankan untuk berkonsultasi dengan ulama atau ahli fikih. 4. Merah Muda Warna merah muda sering muncul di awal atau akhir masa haid, terkadang hanya berupa flek ringan. Dan warna ini sering membingungkan karena terlihat lebih cerah, bahkan tampak seperti bercak biasa. Jika keluar di waktu kebiasaan haid dan disertai gejala seperti nyeri, maka tetap termasuk darah haid dan dihukumi najis. Namun, jika darah merah muda ini muncul di luar masa haid, maka bisa jadi termasuk istihadhah yang hukumnya berbeda. 5. Darah Istihadhah Darah ini bukan bagian dari haid meskipun terkadang warnanya mirip dengan darah haid. Dan darah istihadhah biasanya berwarna merah segar dan keluar di luar jadwal haid yang biasa. Tidak dihukumi sebagai haid dan tidak najis seperti darah haid. Wanita tetap wajib menjalankan shalat dan puasa, tetapi disarankan untuk berwudhu setiap akan shalat dan membersihkan darah jika terus mengalir. Darah istihadhah juga tidak mengharamkan hubungan suami istri, berbeda dengan darah haid yang mengharamkannya selama masa haid belum selesai. Pentingnya Mengenal Warna Darah Haid dalam Islam Mengetahui berbagai warna darah haid dan status hukumnya sangat penting bagi setiap wanita Muslim. Salah paham dalam hal ini bisa menyebabkan ibadah tidak sah atau justru melakukan sesuatu yang dilarang agama. Dalam fiqih, semua darah yang keluar di masa haid, baik berwarna merah tua, merah terang, coklat tua, atau merah muda tetap dihukumi najis. Kecuali darah tersebut keluar di luar kebiasaan haid dan tidak disertai gejala haid, maka bisa jadi itu darah istihadhah yang memiliki hukum berbeda. Jangan Anggap Remeh Warna Darah Haid dalam Islam Pemahaman tentang warna darah haid dalam Islam bukan sekadar soal kebersihan fisik, tapi juga berkaitan langsung dengan sah atau tidaknya ibadah seorang Muslimah. Kesalahan dalam mengenali jenis darah bisa berdampak pada kesucian dan kewajiban agama. Karena itu, setiap wanita sebaiknya memahami dengan jelas perbedaan antara darah haid dan istihadhah, serta jenis warnanya. Bila ragu, sebaiknya berkonsultasi langsung dengan ulama atau ustazah yang paham fiqih wanita. Jangan sampai ibadah terganggu hanya karena tidak memahami warna darah haid dalam Islam. Penulis : Ainun Maghfiroh Editor : Toto Budiman

Read More

Hukum Masturbasi Saat Haid dalam Islam Sesuai Pandangan Ulama

Bondowoso – 1miliarsantri.net : Masturbasi saat haid dalam Islam adalah pertanyaan yang jarang dibahas secara terbuka, namun justru menjadi kegelisahan banyak orang, baik yang sudah menikah maupun yang masih lajang. Dorongan syahwat tidak serta-merta berhenti saat haid datang, sementara Islam memiliki aturan tegas terkait kebersihan, hadats, dan hubungan seksual. Maka muncul pertanyaan, apakah masturbasi saat haid dibolehkan? Adakah perbedaan hukumnya untuk yang sudah menikah dan belum? Nah, kalau Anda masih belum tahu tentang hal ini, maka sangat pas membaca penjelasan yang akan kami sajikan dalam artikel tentang pandangan ulama seputar masturbasi saat haid dalam Islam, berdasarkan dalil sahih dan pendekatan fikih yang proporsional. Jadi, agar tidak ketinggalan berita, jangan tinggalkan halaman ini sebelum selesai! Aktivitas Suami Istri saat Haid dalam Islam Dalam Islam, wanita yang sedang haid tidak dianggap najis secara sosial seperti pandangan ekstrem Yahudi, juga tidak diabaikan total seperti dalam budaya Nasrani. Islam hadir dengan jalan Tengah,  tetap memperlakukan wanita haid secara manusiawi, namun tetap menjauhi larangan hubungan intim. Rasulullah SAW bersabda: “Lakukan segala sesuatu selain hubungan intim (nikah).” (HR. Ahmad dan Muslim) Artinya, suami boleh mencumbu istrinya yang sedang haid, asal tidak menyentuh langsung kemaluannya atau melakukan hubungan badan. Inilah dasar bahwa masturbasi saat haid dalam Islam masih dapat dilakukan dalam konteks tertentu oleh pasangan suami istri, selama tidak melanggar batasan syariat. Masturbasi Saat Haid dalam Islam untuk yang Sudah Menikah Untuk memperjelas pembahasan di bawah ini adalah pandagan ulama’ tentang bagaimana hukum masturbasi saat haid bagi Wanita yang sudah menikah: 1. Boleh dalam Batas yang Diperbolehkan Bagi pasangan sah, ulama membolehkan bentuk kemesraan selama tidak menyentuh vagina secara langsung atau melakukan penetrasi. Masturbasi bisa dilakukan dengan sentuhan pada bagian lain tubuh pasangan untuk membantu suami menyalurkan syahwat secara halal. Hal ini juga menjadi solusi agar suami tidak terjerumus ke dalam dosa seperti onani sendiri atau bahkan zina. 2. Jangan Gunakan Haid Sebagai Alasan Menolak Situs-situs konsultasi syariah sering menerima keluhan dari para suami yang merasa ditolak karena istrinya sedang haid. Padahal, jika pemahaman istri baik, ia bisa tetap membangun keintiman tanpa melanggar batasan yang Allah tetapkan. Menolak total tanpa solusi malah bisa menyeret suami ke dalam maksiat, dan istri ikut menanggung dosa secara tidak langsung sebagai penyebab. 3. Jika Terjadi Orgasme Saat Haid Menurut Imam Syafi’i dan Ibnu Qudamah, jika seorang wanita mengalami mimpi basah atau orgasme saat haid, ia tidak wajib mandi junub sampai haidnya selesai. Cukup satu kali mandi ketika darah berhenti untuk menghilangkan hadats besar secara keseluruhan. Jadi, masturbasi saat haid dalam Islam bagi pasangan menikah boleh dilakukan dalam bentuk non-penetrasi dan tetap menjaga adab serta batasan fikih. Masturbasi Saat Haid dalam Islam untuk yang Belum Menikah Adapun bagi yang belum menikah, penjelasan hukumnya adalah sebagai berikut: 1. Masturbasi Tetap Diharamkan Mayoritas ulama melarang masturbasi secara umum bagi yang belum menikah, baik saat haid maupun tidak. Hal ini didasarkan pada QS. Al-Mu’minun ayat 5–7, yang menyebut bahwa mereka yang memuaskan syahwat selain kepada pasangan yang sah adalah orang yang melampaui batas. Dengan demikian, masturbasi saat haid dalam Islam bagi yang belum menikah tetap dilarang, karena tidak ada perbedaan hukum berdasarkan kondisi haid atau suci. 2. Dampak Negatif Psikologis & Spiritual Masturbasi seringkali menimbulkan kecanduan, rasa bersalah, dan menjauhkan pelakunya dari ibadah. Dalam jangka panjang, hal ini bisa mengikis kepekaan hati, menurunkan kualitas spiritual, bahkan menimbulkan gangguan psikologis tertentu. 3. Islam Menganjurkan Pengendalian Diri Rasulullah SAW memberikan solusi praktis, bagi yang belum mampu menikah, hendaklah ia berpuasa. Puasa menjadi tameng (junnah) dari syahwat yang membakar. Selain itu, menjauh dari konten seksual, memperbanyak zikir, olahraga, dan aktivitas produktif juga merupakan langkah bijak untuk menjaga diri dari godaan masturbasi. Sikap Bijak terhadap Masturbasi Saat Haid dalam Islam Masturbasi saat haid dalam Islam adalah persoalan kompleks yang tidak bisa disederhanakan hanya dengan “boleh” atau “haram”. Dalam konteks suami istri, hal ini masih diperbolehkan selama menjaga adab dan tidak menyentuh langsung kemaluan. Namun, bagi yang belum menikah, masturbasi tetap terlarang meskipun dalam kondisi haid. Islam selalu memberikan solusi terbaik, menikah untuk yang mampu, dan menguatkan diri lewat ibadah untuk yang belum. Jangan menjadikan syahwat sebagai alasan untuk berbuat dosa, karena Allah Maha Mengetahui setiap niat dan usaha hamba-Nya. Semoga penjelasan ini memberi pemahaman mendalam dan menjadi pengingat agar kita selalu menjaga diri sesuai tuntunan syariat, termasuk dalam hal sensitif seperti masturbasi saat haid dalam Islam. Penulis : Ainun Maghfiroh Editor : Toto Budiman

Read More

Manfaat Sedekah Subuh, Untuk Dunia atau Akhirat?

Surabaya – 1miliarsantri.net : Di saat dunia masih sunyi, dan manusia baru terjaga dari lelap, ada amalan ringan yang membuka pintu langit, yaitu sedekah subuh. Tak hanya membawa ketenangan batin, sedekah di waktu fajar dipercaya menjadi waktu yang paling mustajab untuk mendapatkan keberkahan rezeki dan dikabulkannya doa. Di antara rutinitas dunia yang melelahkan, sedekah subuh menjadi jembatan penghubung antara harapan dan pertolongan Allah. Tapi pertanyaannya, apakah manfaatnya hanya untuk dunia semata, ataukah juga menjadi tabungan berharga di akhirat? Sedekah subuh merupakan amalan ringan tapi mempunyai dampak besar. Banyak orang mungkin belum tahu di balik waktu subuh yang masih sunyi, ternyata ada keberkahan luar biasa ketika kita ingin berbagi. Manfaat sedekah subuh tidak hanya untuk urusan dunia, tapi juga untuk bekal di akhirat. Siapa tahu, ini bisa menjadi kebiasaan baru kamu yang diam-diam membawa banyak kebaikan. Sedekah merupakan suatu ibadah yang istimewa, tapi ketika dilakukan waktu subuh, ada keutamaan tambahan yang tidak bisa diremehkan. Yuk, kita simak lebih dalam kenapa sedekah subuh begitu istimewa dan manfaat apa saja yang bisa dirasakan. Apa Saja Manfaat Sedekah Subuh? 1. Pintu Rezeki Terbuka Lebar Sejak di Pagi Hari Waktu subuh adalah saat yang sangat spesial. Di mana para malaikat turun dan mendoakan orang-orang beribadah. Ketika bersedekah di pagi hari, berarti memulai hari dengan membuka pintu kebaikan. Salah satu manfaat yang dirasakan adalah dimudahkan rezekinya. Banyak orang yang mengaku setelah rutin sedekah subuh, rezeki mereka menjadi terasa lebih lancar baik dari segi materi, kesehatan, maupun ketenangan batin. Kamu tidak perlu sedekah besar. Yang penting rutin dan dari hati. Meskipun seribu rupiah jika diniatkan dengan ikhlas maka akan menjadi ladang pahala. 2. Membersihkan Hati dan Menumbuhkan Rasa Syukur Sebelum matahari terbit, kamu sudah memulai hari dengan memberi. Hal itu bukan hanya keren, tapi juga membuat hati lebih ringan. Salah satu manfaat sedekah subuh yang sering disepelekan adalah pengaruhnya terhadap hati dan mental. Saat kamu berbagi, sebenarnya sedang mengalahkan rasa egois dalam diri sendiri. Rasa syukur akan tumbuh lebih besar karena sadar masih bisa memberi meski dalam keterbatasan. Dengan begitu energi positif akan kebawa sepanjang hari, dan kamu lebih tenang dalam menghadapi masalah. 3. Menghapus Dosa-Dosa Kecil Secara Konsisten Katanya dengan bersedekah bisa menghapus dosa. Bayangkan jika dilakukan setiap hari saat subuh, maka setiap lembar uang yang dikeluarkan bisa menjadi penghapus dosa-dosa kecil yang sering tidak disadari. Ini salah satu manfaat sedekah subuh yang jarang disorot, tapi luar biasa penting. Kita semua pasti punya salah, baik disengaja maupun tidak. Sedekah subuh bisa menjadi bentuk taubat kecil-kecilan yang dapat dilakukan setiap pagi. Semacam “mulai ulang” harian, di mana kamu bersihkan dosa dan mulai hari dengan hati yang lebih bersih. 4. Menjadi Tabungan Amal Jariyah yang Terus Mengalir Salah satu bentuk amal jariyah yang mudah dilakukan adalah dengan sedekah subuh. Misalnya kamu sedekah untuk pendidikan, orang sakit, atau pembangunan masjid. Meskipun tidak tahu secara pasti siapa yang menerima, pahala dari kebaikan akan terus mengalir selama manfaatnya dirasakan oleh orang lain. Itulah kenapa manfaat sedekah subuh tidak hanya dirasakan di dunia, tapi jadi bekal  di akhirat. Mungkin kita tidak tahu kapan ajal tiba, tapi saat itu datang, pahala dari sedekah subuh yang konsisten bisa jadi penyelamat. 5. Mengundang Doa Para Malaikat dan Ridha Allah Manfaat saat satu ini sering dilupakan. Seperti sabda Rasulullah SAW setiap pagi ada dua malaikat yang turun. Satu mendoakan orang yang bersedekah agar diberi ganti lebih baik, sementara yang satunya mendoakan kebangkrutan bagi orang yang menahan hartanya. Salah satu manfaat sedekah subuh adalah mendapat dukungan spiritual yang tidak terlihat. Doa malaikat, ridha Allah, dan keberkahan hidup. Ini bukan janji kosong, tapi keyakinan yang dibangun lewat pengalaman banyak orang. Kamu bisa coba sendiri dan rasakan bedanya. Jadi, sudah tahu manfaat sedekah subuh, Jangan tunggu nanti-nanti. Justru dengan memulai hari dari subuh dengan sedekah, kamu sedang menanam benih kebaikan yang bisa berbuah di dunia dan akhirat. Ingat, sedekah tidak hanya soal jumlah, tapi ketulusan dan konsistensi. Sedekah subuh bukan hanya amalan untuk melapangkan rezeki atau mendatangkan keajaiban dunia, melainkan bentuk penghambaan yang penuh cinta kepada Allah. Ia adalah investasi spiritual yang menyentuh dua sisi kehidupan: dunia dan akhirat. Saat tangan kita memberi di waktu yang sunyi, malaikat mendoakan keberkahan, dan Allah mencatatnya sebagai amal luar biasa. Mungkin sekarang kamu merasa ini cuma amalan kecil. Tapi percayalah, kebiasaan kecil yang dilakukan dengan ikhlas bisa membawa perubahan besar dalam hidup kamu. Ayo dimulai dari besok pagi, sisihkan sedikit rezeki dan rasakan sendiri manfaat sedekah subuh yang luar biasa ini. Penulis : Iffah Faridatul H Editor : Toto Budiman

Read More

Hikmah Musibah dalam Pandangan Islam

Surabaya – 1miliarsantri.net : Tidak ada satu pun manusia yang ingin ditimpa musibah. Namun, dalam takdir Allah, musibah bukan sekadar ujian, melainkan juga jalan untuk menyadarkan, menguatkan, bahkan mengangkat derajat hamba-Nya. Islam mengajarkan bahwa setiap kesulitan yang menimpa bukan tanpa makna. Di balik rasa sakit dan air mata, ada pelajaran berharga yang Allah sisipkan: tentang sabar, tawakal, dan kembalinya hati kepada Sang Pencipta. Musibah sejatinya bukan akhir dari segalanya, melainkan awal dari perjalanan menuju kedewasaan spiritual. Pahitnya cobaan hidup pastinya akan dirasakan semua orang. Ada yang diuji dengan kehilangan, sakit, kegagalan, bahkan rasa kecewa yang sulit diungkapkan dengan kata-kata. Tapi di balik setiap musibah, sebenarnya tersimpan pelajaran besar. Dalam Islam, hikmah musibah bagian dari kasih sayang Allah kepada hambanya. Meskipun terasa berat di awal, namun bila direnungi lebih dalam, banyak makna luar biasa yang bisa dipetik. Musibah bukanlah tanda bahwa kita sedang dijauhkan dari rahmatnya. Justru lewat musibah itu Allah ingin mendekatkan kita padanya. Maka tidak heran, banyak orang yang justru berubah menjadi lebih kuat dan lebih sadar akan tujuan hidup setelah melewati badai kehidupan. Di sinilah letak indahnya hikmah musibah dalam pandangan Islam. Apa Hikmah di Balik Musibah? Ketika musibah datang, wajar hati ini terasa berat, pikiran kacau, dan perasaan seperti tidak tahu harus ke mana. Tapi coba kita tarik napas sejenak, dan melihat dari sudut pandang yang berbeda. Musibah itu tidak datang begitu saja. Selalu ada maksud baik darinya, namun terkadang baru bisa kita pahami setelah semuanya berlalu. Ada beberapa hikmah di balik adanya musibah diantaranya: 1. Ujian yang Meningkatkan Derajat Dalam Islam, setiap musibah yang menimpa seorang Muslim bukanlah hukuman, tapi ujian. Bahkan Rasulullah SAW bersabda seseorang itu akan diuji sesuai dengan kadar keimanannya. Semakin tinggi iman, semakin besar pula ujian yang dihadapi. Ketika kita sedang tertimpa musibah atau kesulitan, dengan bersabar akan membawa kita kepada pahala yang besar dan akan meningkatkan kualitas iman kita. 2. Pembersih Dosa Setiap manusia pastinya pernah khilaf, baik disadari atau tidak. Dengan adanya musibah bisa menjadi sarana penghapus dosa. Dalam hadits dijelaskan tidaklah seorang Muslim tertimpa sakit, kesedihan, bahkan duri yang menusuk, kecuali Allah akan menghapus sebagian dosanya. Jadi, hikmah musibah ini jarang disadari padahal ia membersihkan diri kita dari dosa-dosa masa lalu. 3. Membangun Kekuatan dan Ketangguhan Musibah melatih kita untuk menjadi pribadi yang tangguh. Mungkin kita akan menangis di awal, tapi seiring waktu berjalan, kita belajar untuk bangkit. Kita jadi lebih peka terhadap orang lain, lebih sabar, dan lebih bersyukur terhadap hal-hal kecil. Di sinilah letak indahnya hikmah musibah, ia membawa jiwa kita agar tidak mudah rapuh. 4. Menumbuhkan Kesadaran dan Introspeksi Diri Biasanya kita terlalu sibuk mengejar dunia, sampai lupa arah tujuan hidup. Lalu datanglah musibah yang menghentikan langkah kita sejenak, dan mengajak kita untuk berpikir ulang. Dari situlah hikmah dibalik musibah paling penting. Ia menyadarkan kita untuk kembali ke jalannya. Banyak orang yang sudah tertimpa musibah menjadi lebih rajin ibadah, lebih bersyukur, dan lebih dekat dengan Al-Qur’an. 5. Mengajarkan Ketawakkalan yang Sebenarnya Ketika semua jalan sudah terasa buntu, ketika usaha tidak kunjung berhasil, dan ketika orang-orang terdekat tidak mampu membantu, maka hanya kepada Allah kita berserah. Di titik inilah ketawakkalan sejati lahir. Hikmah musibah adalah ketika kita belajar untuk menggantungkan harapan hanya kepada Allah SWT. Kita akan tersadar sekuat apapun manusia, tetap ada batasnya. Tapi kekuatan dan pertolongan Allah tidak akan ada batasnya. Musibah memang bukan hal yang kita harapkan. Tapi jika hal itu datang dan bisa memilih, apakah akan terus terpuruk, atau ingin menjadi yang lebih baik. Dalam Islam, tidak ada kejadian yang sia-sia. Semua sudah tertulis di Lauhul Mahfuz, jauh sebelum penciptaan alam semesta. Hal ini ditegaskan dalam firman Allah: “Tiada suatu musibah pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuz) sebelum Kami menciptakannya.” (QS. Al-Hadid: 22)  Allah mengetahui apapun yang akan dilakukan manusia karena ilmu-Nya meliputi segalanya. Namun, manusia tidak dipaksa. Manusia tetap memiliki kemampuan memilih dan akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang ia pilih. “Barangsiapa mengerjakan amal saleh, maka itu untuk dirinya sendiri, dan barangsiapa berbuat kejahatan, maka itu akan menimpa dirinya sendiri…”(QS. Fussilat: 46) Bila kita mau mengambil hikmah dari setiap kejadian yang hadir dalam episode kehidupan yang dialami, maka semua pasti membawa kebaikan jika kita mau untuk bersabar dan bersyukur. Hikmah musibah tidak hanya soal pahala atau derajat, tapi bagaimana kita memaknai hidup ini secara utuh. Tentang bagaimana Allah mendidik kita dengan caranya yang luar biasa. Maka, ketika musibah datang, jangan buru-buru mengeluh. Dan berprasangka buruk. Yakinlah, di balik setiap musibah, Allah sedang menyiapkan suatu kejutan yang lebih indah. Dan di balik air mata yang menetes, ada kekuatan baru yang sedang tumbuh dalam dirimu. Semoga kita semua bisa menjadi hamba yang tidak hanya sabar, tapi juga mampu melihat hikmah musibah sebagai bentuk cinta Allah yang paling dalam. Maka, janganlah larut dalam duka, tetapi bangkitlah dengan keyakinan bahwa di balik badai pasti ada pelangi. Karena setiap musibah yang kita lalui dengan sabar dan iman, akan menjadi cahaya yang menerangi langkah kita menuju ridha-Nya. Penulis : Iffah Faridatul H Editor : Toto Budiman

Read More

Etika Pergaulan dalam Islam: Panduan Bijak di Era Modern

Surabaya – 1miliarsantri.net : Di tengah gempuran budaya digital dan gaya hidup serba bebas, batas-batas dalam pergaulan kian kabur. Apa yang dulu dianggap tabu, kini mudah dianggap biasa. Dalam pusaran perubahan ini, Islam hadir membawa panduan abadi. Etika pergaulan yang tidak hanya menjaga kehormatan diri, tetapi juga membangun relasi yang sehat, bermartabat, dan penuh keberkahan. Di era modern serba terbuka, ajaran Islam tentang pergaulan justru semakin relevan, menjadi kompas moral yang menuntun kita tetap teguh di atas prinsip, tanpa kehilangan jati diri. Batasan interaksi sosial yang makin kabur di dunia digital, serta interaksi antar manusia terjadi tanpa sekat ruang dan waktu, mengingatkan kembali pentingnya etika pergaulan dalam Islam. Etika yang akan kita bahas disini bukan hanya soal batas-batas antara lawan jenis, tapi lebih luas lagi, yakni tentang bagaimana kita menjaga adab dalam berteman, berkomunikasi, bahkan dalam menyampaikan pendapat. Sebagai umat Muslim, kita memiliki pedoman yang jelas dan kaya akan nilai. Etika dibentuk bukan untuk menjadi pembatas melainkan untuk menjaga diri kita dan hubungan sosial yang kita bangun sehari-hari agar tetap terjalin dengan baik. Nah, pada artikel ini, kita akan membahas bagaimana etika pergaulan dalam Islam bisa menjadi panduan bijak di era yang modern ini. Menjaga Adab, Fondasi Etika Pergaulan dalam Islam Jika kita bertanya “apa sih inti dari etika pergaulan dalam Islam?”, jawabannya sederhana yaitu, adab. Adab atau sopan santun adalah kunci utama dalam bergaul. Dalam hal ini Rasulullah SAW sendiri adalah contoh terbaik. Bahkan orang-orang yang dulunya menentang Islam bisa dibuat luluh hatinya karena akhlak beliau yang luar biasa. Islam mengajarkan bahwa setiap interaksi harus dilandasi niat baik, rasa hormat, dan tanggung jawab. Baik itu saat ngobrol langsung, chat di grup WhatsApp, atau komentar di media sosial, etika tetap harus dijaga. Misalnya, jangan gampang menyakiti perasaan orang lain lewat kata-kata kasar, jangan menyebarkan aib, dan jangan menuduh tanpa bukti. Dalam Islam, menjaga lisan dan sikap adalah bagian penting dari iman. Dalam sebuah hadits, Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim). Hal Ini tentunya bisa menjadi pedoman, apalagi di masa sekarang yang mana kita bisa berkomunikasi atau mengobrol apa saja melalui media sosial. Etika pergaulan dalam Islam membantu kita memilah mana yang pantas dan mana yang harus kita hindari. Selain itu, Islam sangat menghormati privasi dan kehormatan orang lain. Kita diajarkan untuk tidak mengghibah, menguping, tidak menyebar rahasia, apalagi mengadu domba. Semua itu jelas bisa merusak hubungan sosial, dan sangat bertentangan dengan nilai etika dalam Islam. Etika Pergaulan di Era Digital dan Dunia Nyata Seperti yang kita ketahui bahwa pada masa ini interaksi tidak hanya terjadi secara langsung, tapi juga lewat layar. Seperti melalui media sosial, YouTube, Facebook dan Instagram, yang mana kita bisa melakukan komunikasi, saling berinteraksi dan berkomentar, semua itu tentunya memerlukan adab. Nah, di sinilah tantangan terbesar kita saat ini, bagaimana tetap menjaga etika pergaulan dalam Islam meski komunikasi terjadi secara virtual. Islam tidak membatasi teknologi, tapi mengarahkan kita untuk menggunakannya dengan tanggung jawab. Misalnya, dalam pergaulan dengan lawan jenis, kita diajarkan untuk menjaga pandangan dan menjaga jarak, baik secara fisik maupun dalam komunikasi. Ini bukan soal membatasi kebebasan, tapi justru melindungi dari hal-hal yang tidak diinginkan. Banyak orang yang awalnya cuma chat ringan, tapi akhirnya terjerumus ke hal-hal yang tak sesuai dengan nilai Islam. Maka, etika pergaulan dalam Islam hadir sebagai rem sekaligus pelindung. Selain soal etika dengan lawan jenis, ada juga etika bergaul dalam organisasi atau lingkungan sosial. Yakni, Jangan gampang menghakimi. Jangan merasa lebih suci. Kita diajarkan untuk rendah hati dan saling mengingatkan dalam kebaikan. Bahkan dalam perbedaan pendapat, Islam mendorong kita untuk berdiskusi dengan cara yang baik, bukan saling serang atau merendahkan. Islam juga mengajarkan kita untuk memilih lingkungan pergaulan sosial yang baik dan positif.   Rasulullah SAW pernah bersabda, “Perumpamaan teman yang baik dan teman yang buruk adalah seperti penjual minyak wangi dan pandai besi…” (HR. Bukhari dan Muslim). Dari sini kita paham bahwa siapa yang kita pilih sebagai teman dekat akan sangat mempengaruhi kualitas diri dan kehidupan kita. Di tengah kehidupan dunia yang terus berevolusi, tapi nilai-nilai etika pergaulan dalam Islam tetap relevan dengan zaman dan sangat dibutuhkan. Justru semakin bebasnya interaksi manusia hari ini, semakin penting kita berpegang pada pedoman yang kokoh. Etika yang diajarkan Islam bertujuan untuk menjaga agar hubungan antar manusia tetap sehat, penuh hormat, dan membawa keberkahan. Dengan menjaga adab, menjaga lisan, memilih teman yang baik, serta berhati-hati dalam interaksi baik secara langsung maupun digital, kita bisa menjalani pergaulan yang lebih berkualitas dan sesuai dengan nilai-nilai Islam. Semoga apa yang kita pelajari disini bisa menjadi pengingat dan bekal untuk kita dalam menjalani kehidupan yang lebih baik lagi kedepannya, lebih bermakna, dan tentu saja lebih Islami. Karena sejatinya, etika pergaulan dalam Islam adalah cahaya yang akan menuntun kita di tengah hiruk-pikuknya dunia modern. Yuk, sama-sama kita jaga dan amalkan. Penulis : Iffah Faridatul H Editor : Toto Budiman

Read More

Lebih dari Sekadar Tradisi! Sejarah Makan Bubur Asyura Ternyata Penuh Makna

Bondowoso – 1miliarsantri.net : Saat tanggal 10 Muharram tiba, banyak masyarakat Indonesia, terutama umat Muslim, mempersiapkan sebuah hidangan spesial bernama bubur Asyura. Namun, tahukah Anda bahwa makan bubur Asyura bukan sekadar soal menyantap makanan tradisional? Di balik kelezatannya yang khas, tersimpan nilai-nilai historis, spiritual, dan sosial yang begitu dalam. Makan bubur Asyura ternyata merupakan bagian dari ritual penuh makna yang diwariskan sejak zaman Nabi Nuh AS dan terus dilestarikan hingga kini. Apa sebenarnya yang membuat bubur ini begitu istimewa? Mari kita telusuri lebih jauh sejarah dan filosofi di balik tradisi makan bubur Asyura, melalui penjelasan berikut. Asal Usul dan Sejarah Makan Bubur Asyura Makan bubur Asyura tidak muncul begitu saja. Tradisi ini bermula dari kisah luar biasa Nabi Nuh AS saat menghadapi banjir besar yang melanda seluruh bumi. Setelah air surut dan kapal Nabi Nuh bersandar di atas Gunung Judi, beliau bersama para pengikutnya mengumpulkan sisa bahan makanan yang ada di kapal. Semua bahan itu dimasak bersama menjadi bubur sebagai bentuk rasa syukur atas keselamatan yang diberikan Allah SWT. Sejak saat itu, umat Islam mengenang momen penting ini setiap tanggal 10 Muharram dengan membuat dan makan bubur Asyura. Di Indonesia, tradisi makan bubur Asyura berkembang seiring dengan masuknya Islam ke berbagai wilayah. Di Aceh, misalnya, ulama-ulama pada abad ke-16 menyebarkan ajaran Islam sekaligus memperkenalkan nilai sosial melalui kegiatan memasak dan berbagi bubur Asyura. Bubur ini bukan hanya makanan, melainkan simbol ajaran Islam yang menekankan pentingnya syukur, berbagi, dan kebersamaan. Makna yang Terkandung dalam Tradisi Makan Bubur Asyura Makan bubur Asyura bukan hanya urusan perut. Tradisi ini memuat banyak nilai dan pelajaran berharga yang dapat memperkuat spiritualitas serta hubungan sosial antarindividu dalam masyarakat. 1. Simbol Rasa Syukur Momen makan bubur Asyura adalah kesempatan bagi umat Muslim untuk mengingat dan mengungkapkan rasa syukur kepada Allah SWT atas nikmat hidup, keselamatan, dan rezeki yang diberikan. Seperti halnya Nabi Nuh dan para pengikutnya yang bersyukur setelah selamat dari banjir besar, tradisi ini menjadi pengingat bahwa dalam setiap cobaan selalu ada berkah yang patut disyukuri. 2. Menjalin Kebersamaan Proses pembuatan bubur Asyura biasanya melibatkan banyak orang. Di sinilah tercipta kebersamaan yang erat antar anggota keluarga, tetangga, bahkan komunitas. Makan bubur Asyura secara bersama-sama menciptakan suasana kekeluargaan yang hangat dan harmonis. Kegiatan ini pun sering kali disertai dengan doa bersama atau pengajian, menambah nilai spiritual dalam kebersamaan tersebut. 3. Semangat Gotong Royong Nilai gotong royong sangat terasa dalam tradisi makan bubur Asyura. Setiap orang membawa bahan makanan, ikut serta dalam proses memasak, hingga membagikannya kepada orang lain. Ini mencerminkan kuatnya rasa kepedulian dan tanggung jawab sosial dalam masyarakat. Makan bubur Asyura menjadi momen untuk saling membantu, mempererat persaudaraan, dan menciptakan solidaritas sosial. 4. Wujud Kepedulian dan Berbagi Tradisi membagikan bubur Asyura kepada tetangga atau masyarakat sekitar menggambarkan pentingnya saling berbagi, khususnya kepada mereka yang membutuhkan. Dalam ajaran Islam, berbagi rezeki kepada sesama adalah bentuk ibadah yang mulia. Makan bubur Asyura mengajarkan bahwa nikmat makanan tidak akan lengkap tanpa adanya kepedulian terhadap orang lain. 5. Simbol Keberagaman dalam Harmoni Uniknya, bubur Asyura dibuat dari beragam bahan seperti biji-bijian, kacang-kacangan, sayuran, hingga rempah-rempah. Keanekaragaman bahan ini melambangkan pluralitas dalam masyarakat yang tetap bisa bersatu dan hidup harmonis. Makan bubur Asyura pun menjadi simbol bahwa perbedaan bukanlah penghalang untuk menciptakan persatuan, melainkan kekayaan yang harus dirawat bersama. Tradisi Makan Bubur Asyura di Berbagai Daerah 1. Kudus Di Kudus, bubur Asyura menjadi bagian dari budaya kuliner yang sarat nilai religi. Masyarakat menyambut 10 Muharram dengan kegiatan memasak bubur secara massal, lalu membagikannya kepada warga sekitar sebagai bentuk syukur dan amal jariyah. 2. Kalimantan Di Kalimantan, makan bubur Asyura dilakukan dalam nuansa kekeluargaan yang sangat kental. Biasanya, keluarga besar berkumpul dan memasak bubur secara bergotong royong. Setelah matang, bubur dimakan bersama sambil memanjatkan doa-doa dan harapan untuk tahun yang lebih baik. 3. Aceh Di Aceh, makan bubur Asyura tidak hanya menjadi kegiatan kuliner, tetapi juga menjadi ajang silaturahmi. Warga berkumpul di meunasah (surau) atau masjid untuk memasak dan membagikan bubur kepada masyarakat. Tradisi ini tetap dilestarikan dari generasi ke generasi sebagai bentuk pelestarian nilai budaya dan ajaran Islam. Makan bubur Asyura bukan sekadar kebiasaan turun-temurun yang dilakukan setiap 10 Muharram. Lebih dari itu, tradisi ini merupakan pengingat akan sejarah perjuangan Nabi Nuh AS, simbol rasa syukur atas nikmat Allah, dan wujud kepedulian sosial dalam bingkai kebersamaan. Di tengah modernitas yang semakin mengikis nilai-nilai tradisional, menjaga dan meneruskan tradisi makan bubur Asyura menjadi sangat penting. Karena dari satu mangkuk bubur, kita bisa merasakan hangatnya kebersamaan, nikmatnya berbagi, dan indahnya hidup dalam keberagaman. Penulis : Ainun Maghfiroh Editor : Toto Budiman

Read More

Makna Hijrah di Era Digital, Hijrah Fisik atau Hati?

Surabaya – 1miliarsantri.net : Di era digital dan hiruk pikuk media sosial seperti sekarang, istilah hijrah kembali menggema. Hijrah tidak hanya soal tempat, seperti saat Rasulullah SAW berpindah dari Mekkah ke Madinah. Tetapi lebih pada perubahan sikap, hati, dan arah hidup menuju yang lebih baik. Dimaknai sebagai perjalanan batin dari gelap menuju terang, dari lalai menuju taat.  Fenomena hijrah kini semakin populer di kalangan anak muda. Banyak yang sudah mulai tertarik menggali nilai-nilai Islam, memperbaiki diri, dan meninggalkan kebiasaan-kebiasaan lama yang dianggap kurang bermanfaat. Namun muncul pertanyaan kritis, apakah hijrah cukup dilakukan lewat unggahan di sosmed, gaya busana, dan berkumpul bersama komunitas hijrah? Masa kini kita hidup di zaman yang serba canggih. Semua hal bisa diakses dari genggaman tangan lewat smartphone. Informasi agama, ceramah, kajian, bahkan komunitas hijrah bisa ditemukan dengan mudah di media sosial. Tapi di balik kemudahan itu, ada juga tantangan yang besar. Makna hijrah di era digital tidak hanya soal memulai pakai pakaian syar’i atau follow akun dakwah. Lebih dari itu, hijrah hari ini berarti bagaimana kamu bisa menjaga hati dan niat di tengah derasnya arus informasi. Tak jarang hijrah sejati justru terletak pada perubahan hati dan komitmen yang tersembunyi di balik layar. Terkadang kita semangat belajar agama, tapi di waktu yang sama, kita juga tergoda scroll video yang tidak bermanfaat berjam-jam lamanya hingga tak terasa. Itulah kenapa sangat penting bagi kita untuk memahami makna hijrah secara menyeluruh. Hijrah di era digital seperti sekarang ini merupakan perjalanan spiritual yang penuh dengan tantangan. Mungkin kamu tidak berjalan kaki dari satu kota ke kota lain, tapi kamu sedang berjalan dari zona nyaman ke jalan kebaikan yang baru. Mengendalikan jari untuk tidak mengetik komentar yang buruk, menjaga waktu agar lebih produktif, dan menggunakan media sosial untuk menyebar kebaikan. Hal itu semua merupakan bentuk dari hijrah. Jadi, ketika kamu merasa lelah atau kehilangan arah, harus selalu ingat bahwa setiap perubahan yang kecil ke arah yang lebih baik, itu merupakan bagian dari hijrah. Dan semua itu bernilai besar di sisi Allah, asal niatnya lurus. Hijrah Fisik atau Hati? Mana yang Lebih Penting? Ketika balik ke sejarah, hijrah Nabi Muhammad SAW dari Mekah ke Madinah tidak hanya soal pindah tempat. Tapi merupakan langkah besar untuk menyelamatkan iman dan menata kehidupan baru yang lebih Islami. Di sinilah pentingnya memahami bahwa makna hijrah tidak selalu soal fisik. Justru, hijrah hati bisa menjadi lebih menantang. Misalnya, kamu bisa saja tampil Islami di luar, tapi masih menyimpan iri, dengki, atau sombong di dalam hati. Sebaliknya, ada juga yang belum berubah penampilan, tapi hatinya terus berusaha dekat dengan Allah. Hijrah hati berarti meniatkan dari hati, pikiran, dan perasaan ke jalan yang benar. Kamu belajar memaafkan kesalahan, belajar sabar, dan mulai menghindari dari hal-hal yang menjauhkan dari Allah. Hal tersebut suatu proses yang tak terlihat, tapi dampaknya luar biasa besar. Makna hijrah yang sesungguhnya adalah ketika fisik dan hati berjalan beriringan. Perubahan dari dhohiriyah tentunya juga penting, tapi akan jauh lebih bermakna jika dibarengi dengan perubahan dari batiniyah. Jadi, jika kamu lagi dalam proses hijrah, jangan terburu-buru untuk menilai diri sendiri atau orang lain hanya dari penampilan. Fokus saja ke niat dan langkah kecil yang kamu ambil setiap hari. Hijrah tidak tentang siapa yang lebih awal memperbaiki diri, tapi siapa yang tetap istiqamah di jalan yang benar. Makna hijrah akan selalu relevan di setiap zaman, termasuk di era digital sekarang ini. Baik itu hijrah dari fisik maupun dari hati, semua terfokus pada keinginan untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Media sosial menjelma jadi panggung utama hijrah masa kini. Dari unggahan kajian, kutipan ayat, hingga perubahan penampilan, semuanya bisa diabadikan dan disebarluaskan dalam hitungan detik. Tak sedikit yang merasa lebih dekat dengan agama setelah mengikuti akun-akun dakwah digital. Namun, di balik semua itu, muncul kekhawatiran: apakah hijrah hanya berhenti pada tampilan luar dan eksistensi di dunia maya? Hijrah digital memang mempermudah akses ilmu dan komunitas, tetapi juga mengandung jebakan: riya digital, merasa cukup dengan simbol, atau terjebak dalam tren tanpa pemahaman mendalam. Padahal, hijrah sejati adalah perjalanan berkelanjutan yang menuntut muhasabah diri, perbaikan akhlak, dan komitmen dalam menjalankan perintah Allah, bukan hanya citra diri. Nabi Muhammad SAW pernah bersabda, “Sesungguhnya amal itu tergantung pada niatnya…” (HR. Bukhari & Muslim). Inilah yang menjadi kunci utama: hijrah dimulai dari hati. Bukan berarti penampilan dan komunitas tidak penting, tetapi tanpa niat yang lurus dan perubahan dalam diri, semua hanya akan menjadi formalitas. Hijrah hati mencakup kejujuran pada diri sendiri, perjuangan melawan hawa nafsu, dan konsistensi meskipun tanpa sorotan publik. Di sinilah tantangan terbesar era digital: menjaga keikhlasan di tengah dunia yang serba terlihat. Yang perlu diingat, hijrah bukan tujuan akhir tapi perjalanan yang seumur hidup. Kamu boleh capek, boleh jatuh, bahkan boleh ragu, tapi jangan pernah berhenti melangkah. Karena setiap langkah kecil yang diambil menuju Allah, akan ia balas dengan kebaikan yang tak terduga. Jadi, buat kamu yang sedang memaknai hijrah atau baru memulai langkah, jangan terlalu keras pada diri sendiri. Nikmati prosesnya, pelajari makna hijrah lebih dalam, dan terus perbaiki diri. Semoga hijrahmu bukan sekadar tren, tapi benar-benar jadi titik baik menuju kehidupan yang lebih berkah. Penulis : Iffah Faridatul H Editor : Toto Budiman

Read More