Kasus Chromebook dan Pengaruhnya Terhadap Pendidikan Indonesia

Kasus Chromebook dan Pengaruhnya Terhadap Pendidikan Indonesia
Dengarkan Artikel Ini

Bekasi – 1miliarsantri.net: Pengenalan teknologi digital dalam dunia pendidikan telah lama diwacanakan sebagai solusi dalam rangka meningkatkan kualitas dan pemerataan akses. Di Indonesia, salah satu inisiatif besar dalam konteks ini adalah pengadaan Chromebook oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).

Tujuan pengadaan Chromebook tidak lain adalah untuk memfasilitasi pembelajaran digital, terutama pada masa pandemi COVID-19. Siapa yang mengira? program yang pada awalnya disambut antusias ini, seiring berjalannya waktu, menghadapi berbagai tantangan dan kritik, hingga kini dikenal sebagai “kasus Chromebook”.

Faktanya, kasus ini tidak hanya menyoroti kompleksitas pengadaan barang dan jasa pemerintah, namun juga mengungkapkan berbagai dampak, baik positif maupun negatif, terhadap lingkup pendidikan Indonesia.

Baca Juga: Menteri Keuangan Purbaya Tidak Mau Pakai Burden Sharing, Begini Penjelasannya

Kasus dan Kontroversi Seputar Pengadaan Chromebook

Program Chromebook ini mendapatkan aliran dana dari berbagai sumber termasuk Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik Pendidikan dan APBN, dengan distribusi yang melibatkan pemerintah daerah sebagai pelaksana.

Namun, seiring berjalannya waktu, implementasi program ini mulai diwarnai kontroversi. “Kasus Chromebook” merujuk pada serangkaian isu yang mencuat ke publik, utamanya terkait dengan proses pengadaan dan distribusinya. Beberapa poin krusial yang menjadi sorotan dalam kasus chromebook diantaranya adalah:

  • Adanya dugaan mark-up harga yang signifikan, sehingga menimbulkan pertanyaan tentang efisiensi dan transparansi anggaran.
  • Merujuk pada harga yang cukup tinggi namun tidak diimbangi dengan spesifikasi yang memadai. Kapasitas penyimpanan yang terbatas dan performa yang kurang responsif menjadi keluhan umum, terutama untuk aplikasi atau aktivitas yang lebih kompleks.
  • Distribusi yang tidak merata sehingga membuat beberapa sekolah menerima jumlah yang jauh lebih banyak dari kebutuhan, sementara yang lain kekurangan atau bahkan belum mendapatkan sama sekali.
  • Proses pengadaan yang terpusat dan melibatkan beberapa vendor besar menimbulkan dugaan praktik yang tidak sehat, karena dinilai hanya segelintir perusahaan yang diuntungkan, membatasi persaingan sehat dan potensi mendapatkan harga serta kualitas terbaik.
  • Selain perangkat, banyak sekolah masih belum memiliki infrastruktur pendukung yang memadai, seperti akses internet stabil, listrik, dan keterampilan teknis guru untuk mengelola perangkat. Ini membuat Chromebook yang diterima tidak dapat digunakan secara optimal, bahkan hanya menjadi “pajangan”.

Isu-isu ini memicu penyelidikan dari lembaga pengawas seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), menambah bobot pada kasus ini.

Baca Juga: Presiden Prabowo Serahkan Pesawat A400M Kepada TNI AU, ini Spesifikasinya

Pengaruh Terhadap Pendidikan Indonesia

Kasus Chromebook yang mencuat di publik tentu  memiliki pengaruh terhadap pendidikan di Indonesia. Apa saja pengaruh tersebut? Berikut penjelasannya.

  • Kerugian Finansial Negara: Jika terbukti ada mark-up atau korupsi, kasus ini berpotensi menyebabkan kerugian besar bagi keuangan negara, yang seharusnya bisa dialokasikan untuk kebutuhan pendidikan lainnya yang lebih mendesak.
  • Kehilangan Kepercayaan Publik: Kontroversi seputar pengadaan Chromebook dapat mengikis kepercayaan publik terhadap program-program pemerintah, khususnya dalam sektor pendidikan. Hal ini dinilai dapat mempersulit implementasi inisiatif-inisiatif serupa di masa depan.
  • Inefisiensi Anggaran Pendidikan: Anggaran besar yang digelontorkan untuk Chromebook, jika tidak dimanfaatkan secara optimal karena masalah harga atau spesifikasi, berarti terjadi inefisiensi. Artinya, dana yang seharusnya menjadi investasi produktif malah menjadi beban.
  • Kesenjangan Digital yang Memburuk: Alih-alih meratakan, distribusi yang tidak merata dan ketidaksiapan infrastruktur justru dapat memperlebar kesenjangan digital antara sekolah yang sudah maju dan yang masih tertinggal. Sekolah yang tidak siap menerima perangkat canggih justru akan semakin tertinggal.
  • Perangkat Menganggur : Di banyak tempat, Chromebook yang telah diterima justru tidak terpakai atau hanya disimpan di gudang karena kurangnya akses internet, listrik, atau kurangnya pelatihan guru. Hal ini tentu menjadi bentuk pemborosan sumber daya yang signifikan.
  • Fokus yang Terdistraksi: Kasus ini mengalihkan perhatian dan energi Kemendikbudristek dari isu-isu pendidikan fundamental lainnya, seperti peningkatan kualitas kurikulum, kesejahteraan guru, atau akses pendidikan bagi kelompok rentan.
  • Dampak Lingkungan: Pengadaan perangkat elektronik dalam jumlah besar yang tidak termanfaatkan atau cepat rusak juga menimbulkan masalah limbah elektronik di masa depan.

Penulis: Gita Rianti D Pratiwi

Editor: Satria S Pamungkas,  Glancy Verona

Sumber Foto: Gemini AI


Eksplorasi konten lain dari 1miliarsantri.net

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

Berikan Komentar Anda

Eksplorasi konten lain dari 1miliarsantri.net

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca