BPS Klaim Ekonomi RI Tumbuh 5,12 Persen di Kuartal II-2025, Ekonom Pertanyakan Keakuratan Data Statistik

Tegal – 1miliarsantri.net : Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2025 menjadi sorotan. Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa produk domestik bruto (PDB) Indonesia tumbuh sebesar 5,12 persen secara tahunan (year on year/YoY). Angka ini dianggap cukup tinggi, namun sejumlah kalangan ekonom pertanyakan keakuratan data statistik tersebut tidak sejalan dengan kondisi riil di lapangan.
Rilis resmi BPS pada Selasa (5/8/2025) mencatat, hampir seluruh komponen PDB mengalami pertumbuhan, kecuali konsumsi pemerintah yang justru mencatatkan angka negatif. Konsumsi rumah tangga, yang selama ini menjadi penopang utama perekonomian nasional, tercatat tumbuh 4,97 persen. Di sisi lain, kinerja ekspor dan impor justru melonjak tajam masing-masing sebesar 10,67 persen dan 11,65 persen.
Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS, Moh. Edy Mahmud, menjelaskan bahwa dua komponen yang memberikan kontribusi terbesar pada PDB kuartal II adalah konsumsi rumah tangga dan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB). PMTB, atau investasi, mencatat pertumbuhan 6,99 persen YoY, jauh lebih tinggi dibanding kuartal sebelumnya yang hanya 2,12 persen, dengan kontribusi mencapai 27,83 persen terhadap PDB. Secara total, 82,08 persen PDB kuartal II bersumber dari konsumsi rumah tangga dan PMTB.
Edy menilai, pertumbuhan konsumsi yang tetap solid menunjukkan bahwa permintaan domestik masih kuat. Ia juga menyebut, kinerja ekspor didorong oleh kenaikan nilai ekspor non-migas serta peningkatan kunjungan wisatawan mancanegara. Meski impor juga tumbuh signifikan, kontribusinya terhadap PDB tercatat negatif, yakni -20,66 persen.
“Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan ekonomi Triwulan II-2025 disumbang oleh komponen konsumsi rumah tangga dan PMTB. Hal ini didorong dengan peningkatan belanja kebutuhan rumah tangga dan mobilitas masyarakat serta permintaan barang modal untuk mendukung aktivitas produksi. Di sisi produksi, penyumbang utama pertumbuhan ekonomi Triwulan II-2025 adalah industri pengolahan, perdagangan, infokom, dan kontruksi. Hal ini sejalan dengan peningkatan aktivitas produksi untuk memenuhi permintaan domestik dan ekspor,” jelas Edy dalam konferensi pers yang disiarkan langsung di kanal YouTube resmi BPS, Selasa (5/8/2025).
Prediksi Ekonom Jauh di Bawah Data BPS

Sontak, angka yang diumumkan BPS ini langsung memunculkan tanda tanya. Sejumlah ekonom mengaku terkejut karena hasil tersebut jauh melampaui perkiraan mereka. Sebelumnya, konsensus memperkirakan pertumbuhan ekonomi kuartal II-2025 tidak akan menyentuh angka 5 persen.
Kepala Ekonom BCA, David Sumual, memperkirakan ekonomi hanya tumbuh sekitar 4,8 persen. Menurutnya, konsumsi domestik justru melemah pada periode ini, sementara perdagangan internasional mengalami tekanan. Ia menambahkan, kenaikan impor pada kuartal II sebagian besar disebabkan oleh fenomena front loading menjelang penerapan tarif resiprokal oleh Amerika Serikat. Banyak pelaku usaha memilih mengimpor barang lebih awal demi menghindari beban tarif yang lebih tinggi.
Pandangan serupa disampaikan Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Nailul Huda. Ia menilai pertumbuhan ekonomi kuartal II-2025 kemungkinan hanya berada di kisaran 4,55–4,65 persen. Huda menyoroti kondisi sektor manufaktur yang belum menunjukkan tanda-tanda pemulihan. Data Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur Indonesia pada Juni 2025 tercatat di level 46,9, lebih rendah dibanding Mei yang berada di angka 47,4. Posisi ini menandakan sektor industri berada dalam fase kontraksi selama tiga bulan berturut-turut.
Menurut Huda, angka PMI yang masih di bawah batas ekspansi memperlihatkan bahwa perusahaan cenderung mengurangi produksi dan tenaga kerja. Hal ini terjadi karena permintaan melambat dan konsumsi rumah tangga belum pulih optimal.
“PMI manufaktur Indonesia juga masih berada di bawah garis ekspansi. Artinya perusahaan di Indonesia tidak melakukan penambahan produksi. Bahkan cenderung mengurangi produk dan karyawan (PHK),” kata Huda, sebagaimana dikutip dari kontan.id, Selasa (15/8/2025)
Tuntutan Klarifikasi dari BPS

Perbedaan antara data BPS dan indikator ekonomi lainnya memicu desakan dari berbagai pihak agar BPS memberikan penjelasan terbuka. Universitas Paramadina, dalam pernyataan tertulis pada Sabtu (9/8/2025), meminta lembaga statistik negara itu menjelaskan metodologi dan asumsi yang digunakan dalam menghitung PDB, termasuk sumber data dan metode estimasi yang bisa diverifikasi oleh pihak independen.
Menurut pihak universitas, publik berhak memahami alasan di balik perbedaan signifikan antara data BPS dengan indikator sektoral yang justru menunjukkan perlambatan ekonomi. Mereka juga menegaskan pentingnya independensi BPS agar data yang dirilis bukan sekadar alat legitimasi politik, melainkan cerminan akurat kondisi ekonomi nasional.
CELIOS bahkan melangkah lebih jauh dengan mengirim surat resmi ke Badan Statistik Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations Statistics Division/UNSD) dan Komisi Statistik PBB (United Nations Statistical Commission/UNSC). Direktur Eksekutif CELIOS, Bhima Yudhistira, menyampaikan bahwa surat tersebut berisi permintaan peninjauan ulang data pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Bhima mempersoalkan klaim pertumbuhan industri manufaktur sebesar 5,68 persen YoY yang dikeluarkan BPS. Menurutnya, data tersebut tidak selaras dengan fakta bahwa PMI manufaktur berada pada level kontraksi, porsi manufaktur terhadap PDB turun dari 19,25 persen pada kuartal I menjadi 18,67 persen di kuartal II, serta meningkatnya gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri padat karya akibat beban biaya yang naik.
Direktur Kebijakan Fiskal CELIOS, Media Wahyudi Askar, menambahkan bahwa jika ada tekanan institusional atau intervensi dalam penyusunan data, hal itu akan bertentangan dengan Fundamental Principles of Official Statistics yang diadopsi PBB. Ia menegaskan, kredibilitas data statistik memiliki dampak langsung terhadap kepercayaan internasional terhadap Indonesia dan kesejahteraan rakyat.
Pemerintah Tetap Percaya BPS

Di tengah kritik yang muncul, pemerintah menyatakan tetap percaya pada data yang dirilis BPS. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, seluruh indikator ekonomi yang digunakan pemerintah selalu mengacu pada data resmi BPS. Ia menekankan bahwa BPS memiliki kewenangan dan metodologi yang sesuai standar internasional, sehingga data mereka layak dipercaya.
Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, juga membela BPS. Menurutnya, pemerintah selalu menyampaikan data apa adanya, baik ketika terjadi kenaikan maupun penurunan indikator ekonomi.
Sementara itu, Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, menegaskan bahwa pihaknya selalu berpegang pada prinsip dan standar statistik internasional dalam setiap perhitungan. Ia memastikan bahwa seluruh data pendukung dalam laporan pertumbuhan ekonomi kuartal II-2025 telah diverifikasi dan memiliki tingkat keandalan yang tinggi.
“Kan ada standar internasional. Data-data pendukungnya sudah oke.” kata Amalia, Rabu (6/8/2025), dikutip dari cnbcindonesia.com.
Menguji Konsistensi Data

Perbedaan pandangan ini menempatkan publik di persimpangan. Di satu sisi, BPS sebagai lembaga resmi negara memiliki prosedur baku dan tanggung jawab besar dalam menyediakan data statistik nasional. Di sisi lain, kritik para ekonom dan lembaga independen menunjukkan adanya potensi kesenjangan antara angka-angka di atas kertas dan realitas di lapangan.
Pertanyaan yang muncul bukan hanya soal benar atau tidaknya angka 5,12 persen itu, melainkan juga bagaimana publik bisa memastikan integritas proses pengumpulan dan pengolahan data. Dalam konteks ini, transparansi menjadi kunci, bukan hanya untuk menjaga kepercayaan publik, tetapi juga untuk memastikan kebijakan ekonomi yang diambil pemerintah benar-benar didasarkan pada kondisi yang faktual.
Jika desakan klarifikasi dijawab dengan data yang terbuka dan dapat diuji, perbedaan pandangan mungkin bisa terjembatani. Namun jika tidak, angka pertumbuhan ekonomi yang seharusnya menjadi indikator keberhasilan justru bisa memicu perdebatan berkepanjangan.(***)
Kontributor: Satria S Pamungkas
Editor: Toto Budiman dan Glancy Verona
Foto by AI
Sumber :
Eksplorasi konten lain dari 1miliarsantri.net
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.