Redaksi

Mbah Dahlan dan Mbah Hasyim Sama-sama Keturunan Walisongo

Jakarta – 1miliarsantri.net : Hampir seluruh masyarakat sudah mengenal tentang Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) sebagai dua organisasi Islam terbesar di Indonesia. Dalam sejarah perjalanan organisasi tersebut berdiri telah banyak sumbangsih yang mereka berikan untuk agama, bangsa dan negara. Namun fakta di lapangan masih ada pihak-pihak yang berusaha membenturkan dua organisasi ini karena adanya beberapa perbedaan pendapat. Sejatinya tak perlu ada pihak-pihak yang berusaha memperkeruh keadaan dengan membenturkan antara Muhammadiyah dan NU. Sebab kedua pendiri organisasi tersebut yakni KH Ahmad Dahlan (Mbah Dahlan) dan KH Hasyim Asy’ari (Mbah Hasyim) juga sama-sama keturunan Walisongo. Mereka juga belajar kepada guru yang sama di antaranya kepada Kiai Soleh Darat, Mbah Kholil Bangkalan Madura. Ketika berada di Makkah, Mbah Dahlan dan Mbah Hasyim juga berguru kepada guru yang sama yakni Syeikh Ahmad Khatib. Walisongo adalah Sembilan ulama yang berjasa besar dalam penyebaran Islam di Jawa. Di antara Sembilan wali tersebut, dua di antaranya yakni Sunan Gresik (Syekh Maulana Malik Ibrahim) dan Sunan Giri ( Raden Paku) keturunannya kelak menjadi berkah bagi Indonesia yakni Kiai Ahmad Dahlan dan Kiai Hasyim Asy’ari. Berikut silsilah Mbah Dahlan dan Mbah Hasyim Mbah Dahlan Keturunan Sunan Gresik dengan urutan silsilah sebagai berikut: KH. Ahmad Dahlan ibn KH. Abu Bakar ibn KH. Muh. Sulaiman ibn Kiai Murtadhlo ibn Kiai Ilyas ibn Demang Juru Kapindo ibn Demang Juru Sepisan ibn Maulana Sulaiman ibn Maulana Fadhilah ibn Maulana Ainul Yakin ibn Maulana Ishak ibn Maulana Malik Ibrahim. Sunan Gresik adalah Walisongo paling senior dan paling awal berdakwah di Jawa. Dari catatan As-Sayyid Bahruddin Ba’lawi dalam Ensiklopedi Nasab Ahlul Bait , Maulana Malik Ibrahim adalah seorangh sayyid atau keturunan Nabi Muhammad. Urutannya sebagai berikut: As-Sayyid Maulana Malik Ibrahim ibn As-Sayyid Barakat Zainal Alam ibn As-Sayyid Husain Jamaluddin ibn As-Sayyid Ahmad Jalaluddin ibn As-Sayyid Abdullah ibn As-Sayyid Abdul Malik Azmat Khan ibn As-Sayyid Alwi Ammil Faqih ibn As-Sayyid Muhammad Shahib Mirbath ibn As-Sayyid Ali Khali’ Qasam ibn As-Sayyid Alwi ibn As-Sayyid Muhammad ibn As-Sayyid Alwi ibn As-Sayyid Ubaidillah ibn Al-Imam Ahmad Al-Muhajir ibn Al-Imam ‘Isa Ar-Rumi ibn Al-Imam Muhammad An-Naqib ibn Al-Imam Ali Al-Uraidhi ibn Al-Imam Ja’far Shadiq ibn Al-Imam Muhammad Al-Baqir ibn Al-Imam Ali Zainal Abidin ibn Al-Imam Al-Husain ibn Ali bin Abi Thalib suami dari Sayyidah Fathimah Az-Zahra binti Rasulullah Muhammad Rasulullah SAW. Mbah Hasyim Juga Keturunan Sunan Giri Nasab Mbah Hasyim tersambung ke Sunan Giri dari garis ibu yaitu Halimah sebagai keturunan kedelapan Jaka Tingkir atau Sultan Pajang. Jaka Tingkir sendiri merupakan putra dari Raden ‘Ainul Yaqin atau Sunan Giri dengan nama lain Raden Paku. Dari ayah Sunan Giri, Syekh Maulana Ishaq Al-Maghribi silsilah nasabnya tersambung ke Rasulullah SAW. Syekh Maulana Ishaq Al-Maghribi merupakan seorang sayyid atau keturunan Nabi Muhammad dari jalur Husein bin Ali ibn Abi Thalib Ra, suami dari putri Nabi Muhammad Saw, Fathimah Az-Zahra Ra. Jadi sudah tidak perlu diperdebatkan lagi jika antara Mbah Hasyim dengan Mbah Dahlan sebenarnya masih tersambung saudara dari satu garis keturunan walisongo. Setidaknya hal ini bisa menjadi kajian bagi seluruh masyarakat agar tidak memicu perselisihan yang seringkali terjadi. (fq)

Read More

Mengetahui Lebih Dalam Mengenai Hisab dan Rukyat

Jakarta – 1miliarsantri.net : Hisab (hitungan) adalah metode yang terbentuk dari Rukyat (observasi). Hisab telah digunakan sebagai cara penentuan jadwal shalat, arah kiblat, waktu gerhana matahari dan bulan, serta Kalender Hijriah. Namun, dalam penentuan Kalender Hijriah, Hisab masih ditentang saat menentukan awal bulan Ramadan, Syawal, dan Zulhijah. Hari pertama (awal bulan) dalam Kalender Bulan ditandai dengan posisi ijtimak (konjungsi) bulan, yaitu ketika bulan berada di antara matahari dan bumi. Lawan dari konjungsi adalah oposisi bulan, yaitu di tengah bulan (saat bulan purnama) ketika bumi berada di antara matahari dan bulan. Bulan mengelilingi bumi dengan orbit yang sedikit miring, sehingga konjungsi dan oposisi bulan sering terjadi dalam posisi matahari, bulan, dan bumi tidak sejajar sempurna. Jika konjungsi terjadi dalam posisi matahari, bulan, dan bumi sejajar sempurna, maka dapat memunculkan gerhana matahari. Begitu pula halnya dengan oposisi bulan. Jika oposisi terjadi dalam posisi matahari, bumi, dan bulan sejajar sempurna, maka dapat memunculkan gerhana bulan. Konjungsi bulan terjadi di siang hari dan tidak terlihat dengan mata telanjang, kecuali saat siluetnya menghadap matahari ketika terjadi gerhana matahari. Setelah di siang hari itu terjadi konjungsi, akan muncul garis sabit (hilal) tipis samar dan sebentar sebelum matahari terbenam (maghrib), sehingga malam itu menjadi awal (hari pertama) bulan baru. Berdasarkan Hisab, konjungsi awal Syawal 1444 H lalu misalnya, terjadi pada 20 April 2023 (29 Ramadan 1444 H). Konjungsi ini bersamaan dengan gerhana matahari yang dapat dilihat di sebagian wilayah Indonesia. Hisab Urfi adalah metode perhitungan numerik yang menggunakan rata-rata perhitungan terhadap jumlah hari dalam 1 bulan (29 atau 30 hari). Sistem penanggalan Hisab Urfi dikategorikan sebagai aritmathical calendar karena memakai aritmatika dasar (penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian) terhadap fenomena astronomi. Sistem aritmathical calendar ini pula yang digunakan oleh Kalendar Matahari (seperti Kalender Masehi) yang menggunakan aritmatika dasar terhadap perhitungan gerak semu matahari. Hisab Urfi antara lain digunakan oleh Tarekat Naqsabandiyah dengan metode yang dinamakan Almanak Hisab Munjid. Karena hanya memakai perhitungan aritmatika dasar, Hisab Urfi dapat berbeda 2 hari dari konjungsi bulan. Seperti misalnya Tarekat Naqsabandiyah di Deli Serdang yang memulai puasa Ramadan pada 21 Maret 2023, sementara umat Islam mainstream memulai puasa Ramadan pada 23 Maret 2023. Hisab Urfi inilah yang sebagian ulama di masa lalu menyebut penggunanya sebagai orang yang rusak akal dan agamanya. Sedangkan Hisab Hakiki adalah metode perhitungan astronomis yang menggunakan ilmu ukur segitiga bola (spherical trigonometry) terhadap pergerakan real bulan. Sistem penanggalan yang dihasilkan Hisab Hakiki dikategorikan sebagai astronomical calendar karena mengacu pada realitas fenomena astronomi yang terjadi. Metode Hisab Hakiki antara lain digunakan oleh ormas Muhammadiyah dengan kriteria yang dinamakan Hisab Hakiki Wujudul Hilal. Rukyat Ikhtilaful Mathali’ dan Wihdatul Mathali’ Ikhtilaful Mathali’ adalah perbedaan tempat terbit hilal. Jika satu tempat belum melihat hilal, padahal tempat lain sudah, maka tempat yang belum melihat hilal tidak boleh memulai puasa keesokan harinya. Umumnya kalangan Islam tradisionalis menganut Ikhtilaful Mathali’. Jika di Indonesia belum melihat hilal (walaupun di negara lain sudah) maka menurut mereka, Indonesia tidak bisa memulai puasa. Sedangkan Wihdatul Mathali’ adalah kesatuan tempat terbit hilal, yaitu umat Islam (di seluruh dunia) dapat mulai berpuasa jika hilal terlihat di satu tempat walaupun ada tempat lain yang belum melihatnya. Rukyat Wihdatul Mathali’ antara lain ditetapkan dalam Mu’tamar Tauhid at-Taqwim al-Hijry ad-Dauly di Turki pada 2016. Jika Rukyat dilakukan berdasarkan Wihdatul Mathali’ maka akan sesuai dengan Hisab Hakiki. Karena konjungsi bulan terjadi hanya 1 hari dalam setiap bulan, bukan 2 hari. Saat konjungsi bulan, posisi kesejajaran bulan dengan negara di permukaan bumi akan berbeda setiap bulannya. Sehingga ada negara yang bisa melihat hilal, dan ada yang tidak. Karena melihat hilal adalah sarana, sedangkan tujuannya adalah untuk mengetahui terjadinya ijtimak, maka saat hilal terlihat di suatu tempat, berarti konjungsi sudah terjadi dan awal bulan dapat dimulai. Contohnya awal Ramadan 1444 H, ijtimak terjadi pada 22 Maret 2023. Saat itu, hilal bisa terlihat jelas di benua Amerika serta sebagian Eropa dan Afrika. Namun, di wilayah Pasifik dan sebagian Australia, hilal hanya bisa dilihat dengan alat bantu. Ketika hilal tidak terlihat di sebagian Australia, sejatinya ijtimak sudah terjadi. Sehingga, umat Islam di sebagian wilayah Australia yang tidak melihat hilal tetap dapat mulai berpuasa keesokan harinya. Sedangkan untuk awal Syawal 1444 H, ijtimak terjadi pada 20 April 2023. Saat itu, hilal akan terlihat jelas di sebagian wilayah Pasifik, dan akan terlihat di sebagian benua Amerika jika langit dalam kondisi baik. Namun, hilal akan sulit terlihat di Indonesia. Karena itu, pengguna Rukyat Ikhtilaful Mathali’ akan menggenapkan bulan menjadi 30 hari, sehingga 1 Syawal bukan di 21 April tetapi mundur ke 22 April. Kesimpulan Pertama, penggunaan Hisab sudah diisyaratkan dalam Al Qur’an. اَلشَّمْسُ وَالْقَمَرُ بِحُسْبَانٍۙ “Matahari dan bulan (beredar) sesuai dengan perhitungan.” [QS. Ar Rahman: 5] هُوَ الَّذِيْ جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاۤءً وَّالْقَمَرَ نُوْرًا وَّقَدَّرَهٗ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوْا عَدَدَ السِّنِيْنَ وَالْحِسَابَۗ “Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya. Dialah pula yang menetapkan tempat-tempat orbitnya agar kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu).” [QS. Yunus: 5] Kedua, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam tidak melakukan Hisab karena saat itu di kalangan umat Islam belum ada yang bisa mempelajari ilmu Hisab Hakiki. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: إِنَّا أُمَّةٌ أُمِّيَّةٌ لَا نَكْتُبُ وَلَا نَحْسُبُ الشَّهْرُ هَكَذَا وَهَكَذَا يَعْنِي مَرَّةً تِسْعَةً وَعِشْرِينَ وَمَرَّةً ثَلَاثِينَ “Kita ini adalah umat yang ummi, yang tidak biasa menulis dan juga tidak menghitung. Satu bulan itu jumlah harinya segini dan segini, yaitu terkadang dua puluh sembilan, dan terkadang tiga puluh hari.” [HR. Bukhari no. 1780 dalam aplikasi Lidwa; no. 1913 dalam Kitab Fathul Bari] Ketiga, hadits yang menjadi dalil Rukyat Ikhtilaful Mathali’ terjadi ketika komunikasi antar wilayah berlangsung tidak dalam satu hari yang sama. Kuraib di Syam melihat hilal awal Ramadan pada malam Jum’at, dan Ibnu Abbas di Madinah melihatnya pada malam Sabtu, sehingga penduduk Syam dan Madinah memulai Ramadan di hari yang berbeda. [HR. Muslim no. 1819 dalam aplikasi Lidwa; no. 1087 dalam Kitab Syarh Shahih Muslim]. Oleh karena itu, Rukyat Ikhtilaful Mathali’ digunakan jika: Saat ini, 2 kondisi di atas dapat terjadi jika ada sekolompok muslim yang tidak mengetahui ilmu ukur segitiga bola, terdampar di pulau yang tidak memiliki komunikasi dengan dunia luar. Sehingga tidak masalah bagi mereka jika…

Read More

Keunikan Sang Qadhi Iyadh: Adab Ulama terhadap Istrinya

Jakarta – 1miliarsantri.net : Syaikh Muhammad Hammad Al-Shiqili Rahimahullah, ulama Fes, Maroko, suatu hari menceritakan kisah unik namun penuh hikmah tentang Qadhi Iyadh Rahimahullah – Imam ahli hadith yang juga menguasai banyak ilmu lainnya seperti sejarah, fiqh, nahwu, bahasa, dan ilmu nasab — kepada Yusuf Abjik Assusi yang ia ceritakan dalam kitabnya. Suatu hari Qadhi Iyadh sedang mengunjungi beberapa temannya yang merupakan ulama ahli fiqh (fuqaha). Kemudian ia bertemu salah seorang dari mereka yang telah menyelesaikan kitabnya. Lalu Qadhi Iyadh kagum saat sekilas melihat karya temannya tersebut, sehingga ia memohon untuk meminjamkan padanya sebentar agar dapat membacanya dengan sempurna. Temannya, sang ahli fiqh, merespon dengan menegaskan bahwa kitab tersebut adalah satu-satunya naskah yang ia punya, jika kitab tersebut hilang maka ia tidak memiliki penggantinya. Mendengar hal itu, Qadhi Iyad menenangkan temannya tersebut dengan berjanji bahwa ia akan menjaga kitab tersebut dengan baik serta mengembalikannya langsung pada keesokan harinya. Qadhi Iyad dengan girang membawa kitab tersebut pulang ke rumah. Pada hari itu, ia memilih untuk tidak tidur semalaman demi membaca dan memperdalam karya temannya tersebut. Sedangkan ia memiliki istri yang mengajaknya berbincang namun sama sekali ia tak menghiraukannya saking asyiknya membaca. Pagi harinya, saat adzan Subuh, Qadhi Iyadh pergi ke masjid untuk melaksanakan shalat berjamaah serta mengajarkan ilmu hingga siang hari. Selepasnya mengajar, ia bergegas pulang ke rumah dan setibanya disana, ia mencium aroma yang sangat asing lantaran belum pernah mencium aroma demikian sebelumnya. Sang Qadhi bertanya pada istrinya: “Wahai istriku, menu makan siang apakah yang telah kau siapkan untukku?” Sang istri menjawab: “nanti kau akan mengetahuinya sendiri.” Ketika sang istri meletakkan talam untuk menu hidangannya, sang Qadhi menemukan kitab temannya yang sedang ia pinjam tersebut hangus dibakarnya. Istrinya membakar kitabnya karena emosi dan amarah yang tak tertahan akibat suaminya telah mengabaikannya semalaman penuh demi membaca kitab tersebut. Sang Qadhi mengambilnya disertai rasa sedih atas apa yang dilaluinya. Tanpa pikir Panjang, Sang Qadhi bergegas mengambil pena dan kertas kemudian mulai menulis segala apa yang ia ingat dari bacaannya semalam. Setelah selesai, ia langsung bergegas pergi membawa tulisannya itu menuju rumah sang ahli fiqh seraya berkata: “bacalah kitab itu, adakah sesuatu yang kurang di sana?” Temannya kemudian membaca, membolak-balikkan halaman perhalaman hingga selesai lalu menjawab “tidak, tidak ada yang kurang sama sekali!” Qadhi Iyadh dengan ingatannya yang sangat kuat berhasil menghafal dengan sempurna seluruh apa yang ia baca dalam waktu satu malam. Demikianlah salah satu kisah sabarnya para ulama menghadapi amarah istrinya. Sang Qadhi memilih diam dan melakukan aksinya tanpa memperpanjang masalah. Sebab di sisi lain, ia telah melakukan kesalahan karena abai dengan istrinya. Muamalah dalam rumah tangga juga memerlukan adab untuk mencapai ridha Allah. Imam al-Qurthubi pernah menuliskan di kitabnya al-Jami’ Li Ahkam al-Quran: janganlah murka pada istri yang kemurkaannya dapat membawanya pada perceraian. Lebih baik seseorang memafkan kesalahan-kesalahan istrinya dengan kebaikan-kebaikan yang telah istrinya perbuat, tak mengindahkan apa yang ia tak sukai dari istrinya dengan mengutamakan sesuatu yang ia sukai dari istrinya. (yus)

Read More

Guru Besar Wanita Pertama Indonesia

Yogyakarta – 1miliarsantri.net : Berbicara tentang kiprah perempuan dalam sejarah perjalanan Indonesia tak dapat dipisahkan dengan kantong-kantong organisasi perempuan. Sebab dari situ lahir kartini-kartini penting yang berpengaruh besar terhadap kehidupan organisasi, secara khusus ataupun secara luas kepada masyarakat umum. Prof Siti Baroroh Baried, perempuan kelahiran Yogyakarta pada 23 Mei 1923 adalah sosok penting yang tercatat dalam sejarah perjalanan organisasi Aisyiyah maupun prestasinya di bidang akademik. Siti Baroroh sangat menonjol di bidang akademik. Semangatnya untuk belajar sangat tinggi waktu itu. Ia bahkan mempunyai semboyan tentang semangat mencari ilmu yaitu “Hidup saya harus menuntut ilmu”. Semboyan tersebut ia ucapkan di hadapan kedua orang tuanya. Ayah dia adalah Tamimi bin Dja’far yang merupakan kemenakan Siti Walidah, istri KH Ahmad Dahlan. Sehingga tak heran apabila ia mencapai prestasi akademiknya hingga puncak yaitu perempuan pertama di Indonesia yang menjadi guru besar. Bahkan pencapaian tersebut ia dapatkan ketika baru berusia 39 tahun. Riwayat pendidikannya ia mulai di SD Muhammadiyah. Lalu ia melanjutkan berturut-turut di MULO HIK Muhammadiyah dan Fakultas Sastra Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Keduanya merupakan tingkat sarjana. Pada tahun 1953 sampai 1955, ia pergi ke Kairo, Mesir untuk belajar bahasa Arab. Pada masa itu, pergi ke luar negeri untuk menempuh pendidikan merupakan sesuatu yang langka. Baru pada 1964 ia diangkat sebagai guru besar ilmu Bahasa Indonesia UGM. Karena saat pengangkatan guru besarnya masih usia muda, maka ia pun mendapatkan sorotan banyak pihak waktu itu. Ia mengajar di fakultas sastra sejak 1949 dan pernah menjadi dekan fakultas sastra UGM selama dua periode yaitu tahun 1965-1968 dan 1968-1971. Ia bahkan menjabat sebagai Ketua Jurusan Asia Barat Fakultas Sastra UGM tahun 1963-1975. Ia mempunyai banyak karya yang dapat dinikmati baik dibidang filologi, kebudayaan, pranata, sejarah dan bahasa. Diantara karyanya adalah Bahasa Arab dan Perkembangan Bahasa Indonesia (1970), Pengantar Teori Filologi (1985), dan Memahami Hikayat dalam Sastra Indonesia (1985). Abd. Rahim Ghazali dalam artikelnya dalam Geotimes mengatakan bahwa jika Kartini dimaknai sebagai perjuangan secara kolektif bukan individua, maka Aisyiyah termasuk salah satu Kartini tersebut. Di dalam Aisyiyah tersebut, nama Siti Baroroh adalah srikandi-srikandi dalam Kartini perjuangan kolektif tersebut. Selain Siti Baroroh, terdapat srikandi lainnya yang tak kalah peranannya dalam organisasi maupun perjuangan perempuan. Sebut saja Nyai Walidah Dahlan sebagai tokoh utama, Siti Bariyah, Siti Dawimah, Siti Busyro, Siti Dawingah, Siti Badilah Zuber, dan Siti Dalalah. Selain dikenal perjuangannya di bidang pendidikan, namun Siti Baroroh juga aktif diberbagai organisasi. Di Majelis Ulama Indonesia Pusat dan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), ia juga terlibat aktif. Di Aisyiyah sendiri ia pernah menjabat sebagai Pimpinan Cabang Aisyiyah Gondomanan sampai Pimpinan Pusat Aisyiyah. Ia merupakan perempuan yang menjabat sebagai ketua PP Aisyiyah paling lama selama lima periode dari tahun 1965 hingga 1985. Sebelumnya ia menjabat sebagai Ketua Biro Hubungan Luar Negeri, Ketua Biro Penelitian dan Pengembangan serta Ketua Bagia Paramedis. Berkat kepemimpinannya, Aisyiyah menjadi organisasi perempuan yang diperhitungkan di luar negeri. Sehingga banyak akademisi maupun penulis yang mempelajari organisasi ini. Ia menikah dengan seorang dokter spesialis bedan yaitu dr. Baried Ishom. Ia menikah dengannya sebelum gelar guru besarnya diperolehnya. Suami dari Siti Baroroh kemudian menjabat sebagai Direktur RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Dari pernikahanya tersebut dikaruniai dua orang anak satu putra dan satu putri. Ia meninggal pada hari Ahad 9 Mei 199. Ketika ia mangkat, Siti Baroroh menjabat sebagai pimpinan umum Majalah Suara Aisyiyah dan penasehat PP Aisyiyah. (mif)

Read More

Biografi Abu Yazid al Bustami

Jakarta – 1miliarsantri.net : Nama lengkapnya adalah Abu Yazid Thaifur bin ‘Isa bin Surusyan Al-Bustami dan yang lahir pada tahun 874-947 M. Al Bustami adalah nama yang diberikan untuk tempat kelahirannya, kota kecil di barat Bustan. Khurasan, Persia, atau tenggara Laut Kaspia. Namanya kecil Abu Yazid Al-Bustami adalah Taifur. Ayahnya Surusyan awalnya adalah pengikut orang Majusi, tetapi kemudian masuk Islam. Pendidikan dasar yang diterima Abu Yazid Al-Bustami, belajar dari Abu Ali al-Sindi para pengkut mazhab figih Hanafi, begitu juga dengan ilmu tauhid dan ilmu realitas, serta ilmu dunia fana. Keluarga Abu Yazid termasuk orang-orang dari masyarakat setempat, tetapi dia lebih suka hidup sederhana. Abu Yazid dikatakan memiliki kelainan sejak lahir. Ibunya berkata bahwa Abu Yazid dalam kandungannya dan dia makan makanan halal atau meragukan, dia akan memberontak sampai dia muntah. Setelah menginjak dewasa, Abu Yazid Al-Bustami dikenal sebagai murid dan anak yang baik yang mengikuti amanat agama dan berbakti kepada orang tuanya. Ketika gurunya menjelaskan sebuah puisi dari Surat Luqman: “Terima kasih untukku dan orang tuamu”. Ayat ini sangat menyentuh hati Abu Yazid. Kemudian dia berhenti belajar dan pulang menemui ibunya. Sikap ini memperjelas bahwa ia selalu berusaha memenuhi semua panggilan Tuhan. Butuh waktu puluhan tahun bagi Abu Yazid untuk menuju ke Sufi. Dia pertama kali menjadi seorang penganut fiqih Hanafi sebelum membuktikan dirinya sebagai seorang Sufi. Salah satu gurunya yang terkenal adalah Abu Ali As-Sindi. Dia mengajarkan Abu Yazid ilmu tauhid, ilmu yang hakiki, dan ilmu lainnya. Pengetahuannya yang mendalam tentang Fiqih Hanafi membuatnya menjadi penganut Syariah Islam yang kuat. Dia pernah mengatakan bahwa ini bisa dimengerti dari beberapa pernyataan yang dia buat. kalau kamu melihat seseorang telah mampu melakukan hal-hal keramat yang besar-besar, walau ia sanggup terbang di udara, namun janganlah kamu tertipu sebelum kamu melihat bagaimana ia mengikuti perintah dan menghentikan larangan dan menjaga batas-batas syari’at. Namun demikian, Abu Yazid Al-Bustami wafat tanpa meninggalkan karya tertulis riwayat hidup dan pemikiranya hanya diketahui Isa B. Adam Musa b Isa dan Thufaur b Isa dan tokoh lain yang pernah berjumpa dengan Yazid Abu Musa Al-Dabili, Abu Ishak Al-Harawi dan lain-lain. Pengikutnya tergabung kedalam tarekat Thaifuriyyah yang merupakan pelanjut dari ajarannya. Ia meninggal dunia tahun 261 H/ 874 M di kota kelahiranya Busthan. Ajaran Fana’, Baqa’ dan Al-Ittihad Abu YazidAjaran al-fana’, al-baqa’, dan al-ittihad Abu Yazid adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Secara bahasa, fana’ berasal dari kata faniya yang artinya musnah atau raihb. Syai’ (sesuatu) negara tidak ada habisnya, yang berarti jika keberadaan negara telah berakhir, dikatakan telah mencapai fana. Dalam hal ini, Abu Bakar Al-Kalabadzi (378 H/988 M) mendefinisikan “hilangnya semua nafsu, tanpa syarat yang melekat pada semua aktivitas manusia, sehingga ia kehilangan semua emosinya dan secara sadar dapat membedakan sesuatu, dan ia menghilangkan semua minat dalam melakukan sesuatu yang berbu duniawi. Sebenarnya, dia masih ada dan makhluk lain juga, tetapi dia tidak lagi menyadari mereka atau dirinya sendiri. Di antara para Sufi, beberapa orang mengklaim bahwa manusia dapat dipersatukan dengan Tuhan. Seorang sufi yang mencapai tingkat ma’rifah akan melihat Tuhan dengan mata hatinya. Menurut al-Syathi, proses yang merusak sifat basyariah disebut Fana ‘al-alam dan proses yang menghancurkan irodahnya disebut Fana’ al-irodah dan proses yang menghancurkan keberadaan dirinya dan zat lain di sekitarnya disebut Fana ‘al-nafs. Menurut Al-Thusi : Fana’ adalah berarti sirnanya pandangan seseorang terhadap tindankan-tindakannya yang berbau duniawi. Fana dalam pengertian umum dapat dilihat dari penjelasan al-Junaidi, yaitu : ذهاب قلب عن حسن المحسوسات بمشاهدة ماشاهد ثم يذهب عن ذهابه والذهاب عن ذهاب هذا مالا نهاية له. يعنى قد غابت المحاضر وتلفت الاشياء فليس شيء يوجد ولا يحس بشيء يفقد Hilangnya daya kesadaran hati dari hal-hal yang bersifat inderawi karena adanya sesuatu yang dilihatnya. Situasi yang demikian akan beralih karena hilangnya sesuatu yang terlihat itu dan berlangsung terus secara slilih berganti sehingga tiada lagi yang disadaridan dirasakan oleh indera. Sebelum sampai kepada tingkatan al-ittihad, seorang sufi terlebih dahulu menghancurkan dirinya sendiri, selama dia tidak bisa menghancurkan dirinya sendiri, dia tidak bisa menyatu dengan Tuhan. Hal ini karena al-fana’adalah proses yang mula-mula dan kemudian berlanjut dengan al-baqa yang secara bersama-sama merupakan kembaran yang tidak dapat dipisahkan. Hancurnya Ruh Suci bukan berarti kehilangan, melainkan kehancuran yang akan menyadarkan para sufi. Kesadaran ini disebut al-fana ‘alan nafs wa al baqa’ billah, yaitu kesadaran diri dihancurkan dan kesadaran diri Tuhan muncul. Dengan munculnya fana, maka baqa dengan sendirinya akan terjadi dalam kondisi demikian, ittihad pun terjadi. Abu Yazid Al-Bustami memiliki pemahaman yang berbeda dengan Junaid, terutama dalam kaitannya dengan sakit, yaitu tentang hasrat cinta Tuhan. Abu Yazid al-Bustami menegaskan bahwa manusia pada hakekatnya adalah esensi Tuhan, mampu menyatu dengan-Nya jika ia dapat menyatukan keberadaan-Nya sebagai manusia sehingga ia sendiri tidak menyadarinya (fana an nafs). Jika seorang sufi tiba di tingkatan Fana ‘al-nafs, yaitu dia tidak menyadari bentuk fisiknya, yang tersisa adalah bentuk spiritualnya dan kemudian dia secara spiritual menggabungkan dirinya dengan Tuhan. Dari berbagai uraian tersebut diketahui bahwa yang dimaksud Fana ‘dan Baqa’ adalah mencapai kesatuan spiritual dan ruhani dengan Tuhan, sehingga yang dicapainya hanyalah Tuhan dalam dirinya. . Dengan demikian, materi manusianya tetap, sama sekali tidak rusak, seperti halnya alam sekitarnya, hanya kehilangan atau menghancurkan rasa kemanusiaannya, ia tidak lagi merasakan kesempatan apa pun. Ketika seseorang menjadi Fana’ atau tidak lagi menyadari wujudnya sendiri dan wujud lain yang mengelilinginya, maka ia pergi ke Baqa’ dan melanjutkan ke Ittihad. Fana’ dan Baqa’ menurut para sufi adalah saudara kembar dan tidak terpisahkan sebagaimana dikatakan: “Barangsiapa yang membuang sifat-sifatnya, maka yang ada adalah sifat-sifat Tuhan”. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa realitas Abu Yazid Al-Bustami dalam tahap fana tercapai setelah ia meninggalkan semua keinginan selain dari Allah SWT. Adapun salah satu jalan untuk mencapai fana’ fillah disamping mendalamnya cinta rindu, adalah dengan meditasi (pemusatan kesadaran) dengan perantaraan zikir, dalam kitab hikam diterangkan: والذكر أعظم باب أنت داخله لله فأجعل له الأنفاس حراسا Zikir adalah sebuah pintu yang paling besar (untuk mencapai fana’ dan makrifah) pada Allah; maka masukilah, sertailah setiap keluar masuknya nafas dengan zikir, sebab Jalan menuju fana’ menurut Abu Yazid dikisahkan dalam mimpinya menatap Tuhan. la bertanya, “Bagaimana caranya agar aku sampai pada- Mu? Tuhan menjawab, “Tinggalkan diri (nafsu)mu…

Read More

Asal Usul Tradisi Yasinan – Tahlilan

Surabaya – 1miliarsantri.net : Membaca Surah Yasin atau yang dikenal dengan istilah Yasinan setiap Kamis malam atau malam Jumat, sudah menjadi tradisi bagi sebagian umat Islam di Indonesia. Tradisi Yasinan dan tahlilan ternyata lahir bukan serta merta, melainkan ada proses akulturasi budaya dengan ajaran Islam yang masuk ke Indonesia di era Wali Songo. Islam diterima masyarakat Nusantara, khususnya di tanah Jawa lewat produk budaya, seperti kesenian wayang. Islam masuk ke Indonesia tanpa lewat peperangan melainkan akulturasi budaya dengan ajaran Islam yang dibawa para ulama dari Wali Songo. Saat itu, para wali menjadikan sejumlah tradisi secara perlahan dimodifikasi agar bisa tetap berjalan tanpa melanggar syariat Islam. Tradisi Yasinan dan pembacaan tahlil yang masih diamalkan sebagian umat Islam ketika malam Jumat termasuk modifikasi dari tradisi mendoakan arwah leluhur. Rapalan mantra yang sebelumnya jadi syarat digantikan lantunan bacaan ayat suci Alquran, dan Surah Yasin jadi pilihan. Ada syair legendaris dari Abu Nawas tentang merayu Tuhan yang digubah menjadi bahasa Jawa dan di sejumlah wilayah dilantunkan dari sohibul hajat. Syair ini dilantunkan sembari menunggu sekaligus mempermudah jamaah mengetahui rumah mana yang menggelar acara Yasinan dan tahlil. “Duh Pengeran kula sanes ahli suwarga. Nanging kula mboten kiyat wonten neraka. Mugi Tuhan paring taubat dumateng kula. Estu Tuhan kang ngapura agunge dosa. Dosa kula kados wedhi ing segara. Mugi gusti kersa nampi taubat kula. Saben dinten dosa kula tambah umur suda. Kados pundi anggenipun kula nyangga. Duh Gusti kawula sowan dhateng Paduka Sarana ngakeni dosa kelawan ndunga.” Akhirnya Yasinan menjadi produk kebudayaan bernuansa Islam yang berkembang di masyarakat Islam Jawa. Di awal-awal Islam mulai merangkul masyarakat Jawa di era Kerajaan Demak, Yasinan dipakai untuk mendoakan para leluhur yang sudah meninggal dunia. Tradisi ini dilakukan untuk menggantikan kebiasaan masyarakat di era tersebut yang masih terikat dengan kepercayaan animisme dan dinamisme, serta ajaran Hindu dan Budha. Biasanya juga tradisi mengirimkan rapalan mantra kental dengan penganut Kejawen. Dalam kepercayaan masyarakat sebelum Islam, arwah seseorang masih berada di sekitar rumah hingga tujuh hari, sebelum akhirnya pergi. Arwah itu akan kembali di hari ke-40, hari ke-100, dan hari ke-1.000. Karena itu, masyarakat yang percaya mereka biasanya menyediakan ancak yang berisi makanan dan minuman serta kembang atau kemenyan di ruang tamu untuk arwah keluarganya. Saat ajaran Islam mulai diterima, tradisi tersebut tidak lantas langsung hilang. Rapalan doa digantikan bacaan Surah Yasin dengan harapan doanya sampai kepada arwah keluarga yang sudah meninggal. Selain itu, tradisi memberikan sesaji digantikan dengan tahlilan di hari pertama, ketiga, ketujuh, empat puluh harian, seratus harian, hingga seribu harian. Akulturasi ini menunjukkan masyarakat Jawa terbuka terhadap tradisi-tradisi baru, atau perubahan/modifikasi tradisi lama. Hingga tanpa disadari muncul identitas baru dalam tatanan masyarakat Jawa. Identitas itu dirawat menjadi kearifan lokal sehingga menjadi tanda kultural bagi masyarakat Islam-Jawa. Pakar Ilmu Alquran, KH Ahsin Sakho Muhammad, memberikan pendapatnya tentang tradisi Yasinan di malam Jumat. Menurutnya setiap surah dalam Alquran memiliki daya energi spiritual tersendiri. Misalnya, surah al-Ikhlas, ad-Dukhan, al-Waqi’ah, masing-masing memiliki khasiat tersendiri. “Surah al-Kahfi mempunyai khasiat tersendiri, begitu juga surah Yasin,” terangnya. Surah Yasin berisi ajakan untuk percaya kepada Allah SWT, ajakan percaya kepada Nabi Muhammad SAW, dan ajakan percaya pada hari kiamat. Ini tiga konten yang paling dominan dalam surah Yasin yang diturunkan di Makkah sebelum Rasulullah hijrah ke Madinah. “Tentu, bagus jika ini dibacakan. (Tetapi dalam hal surah yang diutamakan dibaca pada malam Jumat sebagaimana hadis Rasulullah), iya surah al-Kahfi,” katanya. Kita semua tentu juga sudah mengetahui jika warga Muhammadiyah tidak ikut kegiatan tahlilan ketika ada seorang Muslim yang meninggal dunia. Tahlilan hari pertama, ketiga, ketujuh, seratus, sampai seribu harian. “Di situlah uniknya orang Muhammadiyah, tidak tahlilan tetapi tetap bertahlil. Ada dimensi religiusitas menjadi bagian penting dari gerak organisasi ini. Karena memang Muhammadiyah adalah al-harakah al-Islamiyah dan minal harakatil Islamiyah. Saya sebut minal artinya mim bakdhil harakatil Islamiyah. Termasuk yang lain-lain tadi juga al-harakah al-Islamiyah,” tandasnya. Menurutnya model keberagaman di Muhammadiyah itu unik. Kalau diamati orang Muhammadiyah itu tidak terlalu panjang wiridannya dan tidak terlalu banyak membaca shalawat untuk nabi. Juga tidak banyak melakukan tahlilan, tetapi tetap bertahlil. Karena hallala yuhalilu tahlilan itu artinya benar-benar membaca la illa ha ilallah. “Kenapa demikian orang Muhammadiyah. Karena energinya juga digunakan untuk membangun umat. Tidak sekadar hablum minallah kuat tetapi hablum minannaasnya lemah. Keduanya kita mencoba menyeimbangkan,” kata dia. Wujud konkretnya tentu dalam bentuk sekolah, perguruan tinggi, rumah sakit, panti asuhan dan juga pondok pesantren. “Ini bagian hablum minannaas yang dibangun terus-menerus oleh Muhammadiyah,” kata Saad menjelaskan. (yan)

Read More

Gus Baha : LGBT Itu Hukumnya Haram

Jakarta – 1miliarsantri.net: Kaum Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT) kembali berulah. Terbaru sejumlah pemuda yang sedang melakukan aksi unjuk rasa membentangkan bendera pelangi yang menjadi lambang LGBT di depan Monas, Jakarta Pusat. Persoalan LGBT memang tidak pernah selesai dari zaman Nabi Luth alahisalam hingga Nabi Muhammad shalallu alahi wasalam. Polemik LGBT di Indonesia kian kembali meruncing setelah Menko Polhukam Mahfud MD yang menyebut LGBT sebagai kodrat Tuhan. Mahfud MD berkata pemerintah tidak bisa melarang orang yang berstatus sebagai homo atau lesbian karena perilaku LGBT merupakan ciptaan Tuhan. Karena itu, dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru yang berlaku pada 2026, kelompok LGBT tidak bisa dilarang. Pendapat berbeda disampaikan KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha yang menegaskan jika LGBT haram. Meski memfatwakan haram, Gus Baha meminta kaum LGBT tidak dikucilkan. Kiai asal Rembang tersebut menjelaskan pada dasarnya kelainan seks itu hukumnya haram dalam Islam. “Pada dasarnya kelainan seks itu hukumnya haram dalam Islam. Namun, jika itu adalah takdir dari Allah, maka hukumnya lain lagi, meskipun yang sudah ditakdir kita tidak ikut-ikutan,” terang Gus Baha. Jika seorang LGBT mengubah orientasi seksnya, menurut Gus Baha maka dia berdosa. Yang mengubah (kelainan gender) itu dosa. Tapi kalau dia ditakdirkan kelainan, jika tidak riil melakukan itu (hubungan seks sesama jenis atau seks bebas), ya dianggap orang sholeh. Namun jika seseorang yang ditakdirkan Allah memiliki kelainan seks, maka seorang Muslim tidak boleh mengucilkannya. Sebab jika sudah ditakdirkan seperti itu, manusia tidak bisa berkehendak apa-apa. “Dia didesain Allah dia itu banci, suka laki-laki tidak suka perempuan, penampilannya gaya-gaya perempuan. Jika dia sudah diwatakkan seperti itu dan tidak melakukan sesuatu yang melanggar syariat (melakukan seks bebas dan lain-lain) itu tidak boleh dikucilkan. Karena dia begitu takdirnya,” terang Gus Baha menjelaskan. Gus Baha bercerita tentang seorang LGBT yang dikucilkan masyarakat tetapi diterima Allah. Ketika pelaku LGBT itu meninggal dunia, masyarakat tidak mau mengurus jenazahnya dan hanya ibunya saja yang mengurus hingga menguburkannya. Kemudian Allah menyuruh seorang wali abdal untuk mensholati LGBT yang dikucilkan oleh masyarakat tersebut. “Secara tidak langsung Allah menerima jenazahnya melalui utusan wali yang mensholatinya. Karenanya jika umat Muslim harus bisa membedakan seorang LGBT yang ditakdirkan Allah dan LGBT yang pada dasarnya bisa normal. Makanya harus dibedakan orang gay yang sebetulnya bisa normal dengan Mukhonnis Wandu (Gay) yang tidak melakukan tindakan seks,” tutup Gus Baha. (wink)

Read More

Sudah Tiba di Madinah, Minta Pulang ke Rumah Karena Teringat Belum Kasih Makan Ayam nya

Madinah – 1miliarsantri.net : Sebagian besar jamaah calon haji tahun 2023 asal Indonesia telah sampai di Madinah. Berbagai macam kelucuan dan kejadian aneh dialami oleh beberapa jamaah, diantara Kakek Juhani (97 tahun), asal Desa Batujaya, Kecamatan Cigasong, Kabupaten Majalengka yang tergabung rombongan kloter 1, berangkat dari bandara Kertajati, Minggu (28/05/2023). Ketika hendak turun dari pesawat, Kakek Juhani tiba-tiba minta kembali ke rumah nya karena lupa belum ngasih makan ayam peliharaan di rumah. Kisah ini pun membuat para jamaah tertawa. Tim Pemandu Haji Daerah Ust Yuyud Aspiyudin, menjelaskan, beberapa menit ketika akan turun dari pesawat di Bandara Pangeran Mohammad bin Abdul Aziz Madinah sekira pukul 08.20 waktu setempat, Juhani nampaknya teringat semasa muda bahwa dia harus memberi makan ayam peliharaanya. “Kakek Juhani tiba-tiba minta ijin untuk pulang dulu ke rumah. “Dia berkata, ‘ka imah heula rek marab heula hayam’. Mungkin karena lansia, perasaan dia masih di kampungnya,” ungkap Yuyud. Yuyud menambahkan, berulang kali membuat video dan foto Kakek Juhani karena dianggap jamaah lansia. Dia pun sering mengajak untuk ngobrol termasuk ketika hendak turun dari pesawat saat pramugari mempersilahkan para penumpang turun. “Ketika akan turun, saya meminta ijin pramugari untuk difoto dan memvideokannya bersama Abah Juhani dan pramugari berkenan,” jelas Yuyud. Begitu turun dari pesawat, di sela – sela sedang mengobrol dengan pramugari, nampaknya tas selempang yang dipegang Kakek Juhani diambil oleh petugas penjemput dengan maksud membantunya. Namun, Kakek Juhani tidak sadar jika tasnya yang berisi berisi dokumen pribadi seperti paspoor, KTP, visa dan lain-lain yang harus selalu dipegang. Karena tas dianggap hilang sedangkan semua dokumen tersimpan di sana serta semua jamaah sudah berada di tempat pemeriksaan Imigrasi, maka petugas kebingungan dan berusaha mencarinya. Sekitat 30 menit kemudian tas berhasil diketemukan dan diamankan oleh peugas penjemput tadi. “Ketika masuk ke Imigrasi ternyata tas selempang kakek Juhani tidak ada, kami kebingungan dan berusaha untuk mencarinya. Alhamdulillah ketemu di tas tentengan yang dibawa petugas bandara ke bis penjemputan menuju hotel. Kakek Juhani ini lansia dan kena Deminsia, kata orang sunda pikun/linglung,” lanjut Yuyud. Yuyud menambahkan kejadian unik yang dilakukan Kakek Juhani lainnya yakni ketika menjelang salat Jumat 2 Juni 2023, Kakek Juhani diajaknya untuk menunaikan salat di Masjid Nabawi, begitu keluar dari hotel langsung berkata “Aya panon poe geuning Alhamdulillah”. Dia berkata demikian karena mungkin selama ini terus berada di ruangan, karena untuk menghemat tenaga agar nanti bisa menunaikan rukun haji. Ketika ke masjid, Juhani terus digandeng petugas kesehatan sambil diapit Yuyud, karena khawatir terlepas dari kendalinya. Namun demikian, saat berjalan Juhani nampak trenginas. Menurut Yuyud, kakek Juhani bukan satu-satunya jemaah haji yang terganggu kondisi kesehatannya. Namun, ada beberapa jemaah lain bahkan ada yang tidak bisa beranjak dari hotel karena kondisinya yang tak memungkinkan. “Ada juga satu jamaah yang gak bisa kemana-mana karena kesehatannya. Terpaksa, saya cari mukimin yang ada di Madinah untuk ngurusin, dari mulai mandi dan aktivitas lainnya termasuk ibadah. Kekek Juhani tergolong sehat, berjalan masih kuat hanya memang sedikit dimensia” tandas Yuyud. Menurut informasi yang didapat, sejak dua tahun terakhir, keseharian Kakek Juhani tetap berada di rumah tidak melakukan aktivitas apapun selain berangkat salat ke masjid setiap lima waktu. “Berbeda dengan sebelumnya dia masih bisa datang ke pengajian di Desa Baribis,” sambung Yuyud. (dul)

Read More

UAH : LGBT Semakin Meresahkan

Jakarta – 1miliarsantri.net : Ustad Adi Hidayat (UAH) angkat bicara terkait semakin marak nya isu kaum Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT) yang tiap hari semakin meresahkan masyarakat. Dampaknya di Indonesia pun tidak lepas dari jeratan kaum pecinta sesama jenis tersebut. UAH menyebut LGBT bukan fitrah yang melekat pada manusia. “LGBT itu bukan fitrah yang melekat pada manusia, LGBT adalah dampak dari pengaruh-pengaruh lingkungan, pengaruh-pengaruh sikap, dan sifat dalam interaksi yang menjadikan beberapa kalangan manusia merasa seakan-akan bergeser dari keadaan mula dia diciptakan,” kata UAH dalam satu ceramahnya. Ustadz yang baru saja mendapat gelar kehormatan akademik Doktor Honoris Causa (HC) dari Universitas Muhammadiyah Jakarta itu menegaskan jika LGBT bisa disembuhkan dan dikembalikan ke fitrahnya sebagai laki-laki atau perempuan. “Ini bisa kok disembuhkan, ini bisa dibantu, ini bisa segera ditangani, dikembalikan dan jangan pernah difasilitasi atau kemudian ditampilkan pesan seakan-akan ini benar, ini sesuai dengan fitrah, ini legal. Jadi, mana mungkin ada seseorang yang terlahir dari hubungan antar laki-laki dengan laki-laki atau perempuan dengan perempuan. Toh misalnya, bila adapun seseorang yang terjangkiti penyakit LGBT ini, tentu sebelumnya ia terlahir dari rahim seorang ibu yang punya hubungan dengan seorang ayah, pun demikian ada laki-laki ada perempuannya,” papar UAH UAH menambahkan, menjadi seorang LGBT bukanlah situasi yang normal dan bukan fitrah. Sebab menurut dia dengan mempertahankan keberadaan LGBT akan menghambat kemajuan generasi yang diharapkan akan muncul di kemudian hari. Bahkan, LGBT berpengaruh kepada aktivitas-aktivitas yang telah kita bangun berdasarkan fitrah dalam berkehidupan. “Karena itu, cara menghormati LGBT adalah dengan mengembalikannya kepada fitrah. Tetap, kita tidak boleh memandang rendah teman-teman, sahabat-sahabat, saudara-saudara kita yang terkontaminasi dengan penyakit yang dimaksudkan,” terang UAH. Wakil Ketua I Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah ini berkata jika Indonesia tidak ingin generasi ke depan terputus karena hadirnya LGBT, UAH meminta rakyat Indonesia menghargai nilai-nilai kemanusiaan yang melekat pada para pelaku LGBT. “Yang dengan penghargaan itu kita membantu mendoakan untuk sembuh, membantu secara medis untuk kembali, membagikan terapi-terapi yang sesuai dengan fitrah-fitrah saat dia diciptakan,” ucap UAH. UAH pun menyarankan agar membantu pelaku LGBT dengan cara mengarahkan, mengembalikan, melakukan terapi, dan membantu memberikan pencerahan-pencerahan. Sehingga kaum LGBT kembali kepada fitrah yang benar, bukan memberikan ruang untuk sebagai pembenaran atau bahkan ruang-ruang untuk tampil. “Sehingga dengan itu merasa bahwa apa yang telah menimpa dan dialami itu sebagai fitrah dalam berkehidupan,” ucap UAH. Sementara itu Wakil Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Hamim Ilyas menegaskan perilaku atau orientasi seksual Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT) adalah orientasi menyimpang. Menurutnya, orientasi seksual yang benar menurut agama adalah heteroseksual. Hamim melihat LGBT saat ini diperjuangkan melalui HAM. Ia berpendapat, HAM di sini sebagai ideologi bukan lagi sebuah nilai, maka ada yang menyebutnya sebagai HAMisme. “Sekarang banyak HAMisme yang memandang LBGT sebagai normal, bukan abnormal. Maka kemudian diperjuangkan supaya itu ada pengakuan yang penuh terhadap LGBT,” terangnya. Melihat orientasi seksual LGBT melalui kerangka Ahsani Taqwim dalam QS. At Tin ayat 4, Hamim menjelaskan bahwa Allah menciptakan manusia dalam bentuk terbaik. Menurutnya bukan hanya bentuk yang terbaik, tetapi bentuk penegakan wujud yang terbaik. Dalam perspektif filsafat manusia, penciptaan manusia dalam bentuk penegakkan wujud terbaik membuat manusia memiliki kodrat-kodrat yang tergambar dalam penciptaan Nabi Adam, sebagaimana disebutkan dalam Al Baqarah ayat 30-38. Di Al Baqarah tersebut kodrat manusia terbagi menjadi tiga, yaitu kodrat wujud yang meliputi raga, jiwa dan sukma. Selanjutnya kodrat eksistensi yang meliputi makhluk yang dinamis, tidak statis, dan bisa berubah. Dan kodrat terakhir adalah potensi yang meliputi mahluk berpengetahuan, makhluk beragama, makhluk tata aturan, ekonomi dan lain-lain. (ris)

Read More