Salat Jumat Terganggu Pekerjaan, Apa yang Harus Dilakukan Karyawan Muslim?

Jakarta — 1miliarsantri.net : Dilema penting kerap dihadapi seorang karyawan swasta yang bekerja dengan sistem giliran. Pekerjaannya berjarak sekitar dua jam dari tempat tinggalnya dan sering kali tidak memungkinkan untuk ditinggalkan selama waktu salat Jum‘at.

Situasi ini menimbulkan pertanyaan, apakah boleh meninggalkan salat Jum‘at karena tuntutan pekerjaan?

Salat Jum‘at memiliki hukum wajib bagi umat Muslim laki-laki. Hal ini ditegaskan dalam Al-Qur’an Surah Al-Jumu‘ah (62): 9 yang menyatakan,

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا نُوْدِيَ لِلصَّلٰوةِ مِنْ يَّوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا اِلٰى ذِكْرِ اللّٰهِ وَذَرُوا الْبَيْعَۗ ذٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila telah diseru untuk melaksanakan salat pada hari Jum‘at, maka segeralah kamu mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”

Ayat di atas mengisyaratkan agar aktivitas duniawi, termasuk pekerjaan, harus ditinggalkan demi melaksanakan salat Jum‘at. Hadis Nabi juga menekankan kewajiban ini, dengan ancaman bagi yang meninggalkannya secara sengaja.

عَنْ طَارِقِ بْنِ شِهَابٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْجُمُعَةُ حَقٌّ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ فِي جَمَاعَةٍ إِلَّا أَرْبَعَةً عَبْدٌ مَمْلُوكٌ أَوْ امْرَأَةٌ أَوْ صَبِيٌّ أَوْ مَرِيضٌ [رواه أبو داود].

“Dari Thariq bin Syihab (diriwayatkan) dari Nabi saw beliau bersabda, Jum‘at itu wajib bagi setiap Muslim dengan berjamaah, kecuali empat golongan, yaitu hamba sahaya, wanita, anak-anak dan orang yang sakit” [HR. Abu Dawud No. 1067].

Namun, dalam situasi tertentu, Islam memberikan kemudahan bagi mereka yang tidak bisa menunaikan salat Jum‘at. Berdasarkan hadis, kelompok yang tidak diwajibkan melaksanakan salat Jum‘at adalah perempuan, anak-anak, hamba sahaya, dan orang sakit. Karyawan swasta berkelamin laki-laki, yang tidak termasuk dalam kelompok ini, tetap berkewajiban menjalankan salat Jum‘at, meskipun pekerjaannya cukup menghambat.

Beberapa solusi untuk tetap menunaikan salat Jum‘at tanpa harus kehilangan pekerjaan dapat dipertimbangkan. Pertama, karyawan dapat mencoba untuk bertukar giliran dengan rekan kerja yang tidak memiliki kewajiban salat Jum‘at, seperti pekerja perempuan atau non-Muslim. Kedua, izin sementara untuk meninggalkan tempat kerja demi salat Jum‘at bisa diajukan, jika memungkinkan. Alternatif lainnya adalah menyesuaikan waktu istirahat agar bersamaan dengan waktu salat Jum‘at.

Namun, apabila solusi-solusi tersebut tidak dapat dilakukan, karyawan dapat mempertimbangkan untuk mencari pekerjaan lain yang memberikan ruang bagi ibadah. Sampai pekerjaan baru ditemukan, hukum darurat dapat diterapkan: dalam kondisi darurat, Islam memperbolehkan meninggalkan salat Jum‘at dan menggantinya dengan salat zuhur.

Secara hukum, Indonesia melindungi hak ibadah seluruh warga negaranya. UUD 1945 Pasal 29 Ayat 2 menegaskan, “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya.”

Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 Pasal 80 menyatakan bahwa pengusaha wajib memberi kesempatan yang cukup bagi pekerja untuk menjalankan ibadahnya. Apabila perusahaan tidak memberikan hak ini, karyawan memiliki dasar untuk melakukan upaya hukum.

Kesimpulannya, karyawan muslim diwajibkan berupaya menunaikan salat Jum‘at dengan mencoba segala solusi yang tersedia. Namun, dalam kondisi darurat, diperbolehkan menggantinya dengan salat zuhur sambil berikhtiar mencari tempat kerja yang memberikan jaminan beribadah. (yan)

Baca juga :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *