Penjelasan Terkait Hutang Bagi Fakir Miskin Yang Meninggal

Yogyakarta — 1miliarsantri.net : Dalam aturan Islam dijelaskan, setiap orang Muslim yang memiliki hutang, maka wajib hukum nya untuk melunasi hutang tersebut. Namun ketika telah meninggal, maka para ahli waris nya lah yang akan melunasi hutang orang yang meninggal.
Namun bagaimana bila ahli waris tidak sanggup melunasinya, karena ahli waris juga tergolong orang tidak mampu. Lalu siapa yang terkena kewajiban menanggung utang yang meninggal itu dan apa konsekuensinya bagi almarhum bila utangnya tidak ada yang membayar? Selain itu bagaimana juga bila ahli waris memiliki ekonomi yang baik tetapi tidak bersedia melunasi utang orang tuanya yang telah meninggal?
Pendakwah yang juga menjabat sebagai Dewan Pengawas Syariah Djalaluddin Pane Foundation (DPF), KH Rakhmad Zailani Kiki, mengatakan seseorang Muslim yang berutang, di dalam fiqih zakat diistilahkan dengan gharim yang merupakan salah satu golongan penerima zakat.
Namun, kriteria gharim ini adalah seseorang yang berutang untuk menafkahi kebutuhan pokok hidupnya, dan Dia tidak memiliki harta untuk membayar utang tersebut. Kalaupun orang tersebut memiliki harta, harta itu hanya cukup untuk menopang kebutuhan pokoknya sehari-hari. Seperti pengertian gharim di dalam kitab Kifayatul Akhyar Jilid 1:
الدين الذي لزمه لمصلحة نفسه فيعطى من الزكاة ما يقضي به دينه إن كان دينه في غير معصية
Artinya, “(Pihak yang memiliki) utang dan diperuntuk kan untuk kemaslahatan diri sendiri. Orang atau pihak ini (boleh) diberi harta zakat sekadar untuk menutup utangnya jika utang tersebut dipergunakan bukan dalam rangka maksiat.”
Pengertian dari kemaslahatan diri sendiri adalah untuk menafkahi kebutuhan pokok hidupnya sendiri sehari-hari.
Dengan demikian, jika seseorang Muslim terlilit utang namun dia masih memiliki harta yang lebih dari kebutuhan pokok, seperti misalnya tanah, rumah kedua, properti, serta kendaraan di luar kebutuhan pokok, maka dia tidak disebut sebagai gharim atau tidak termasuk ke dalam golongan gharimin.
“Maka, ketika seseorang Muslim yang berutang wafat namun utangnya belum dilunasi dan ahli warisnya juga tergolong orang tidak mampu dan dia memeneuhi kriteria sebagai gharim, maka baitul maal, badan atau lembaga amil zakat “dapat” dan boleh melunasi utang si gharim yang telah wafat ini.
Pengertian dapat di sini bukanlah kewajiban karena yang berkewajiban membayar utang adalah almarhum sendiri yang kalau almarhum masih memiliki aset atau harta benda maka dapat digunakan oleh ahli waris untuk membayar atau melunasi utang almarhum,” terang Kiai Kiki kepada 1miliarsantri.net, Kamis (14/09/2023).
Menurut Kiai Kiki, kebolehan membayarkan utang almarhum dengan zakat memang ada perbedaan pendapat di kalangan ulama, ada yang membolehkan dan ada pula yang tidak membolehkan. Yang membolehkan karena sesuai arah ayat “al-gharim” dengan tanpa menyebut spesifikasi orang hidup atau mati.
Seperti yang tertera di dalam kitab Al-Majmu’ Syarah al-Muhadzab karya Imam An-Nawawi:
ـ (فَرْعٌ) لَوْ مَاتَ رَجُلٌ وَعَلَيْهِ دَيْنٌ وَلَا تِرْكَةَ لَهُ هَلْ يُقْضَى مِنْ سَهْمِ الْغَارِمِينَ فِيهِ وَجْهَانِ حَكَاهُمَا صَاحِبُ الْبَيَانِ (أَحَدُهُمَا) لَا يَجُوزُ وَهُوَ قَوْلُ الصَّيْمَرِيِّ وَمَذْهَبُ النَّخَعِيِّ وَأَبِي حَنِيفَةَ وَأَحْمَدَ (وَالثَّانِي) يَجُوزُ لِعُمُومِ الْآيَةِ وَلِأَنَّهُ يَصِحُّ التَّبَرُّعُ بِقَضَاءِ دَيْنِهِ كَالْحَيِّ وَلَمْ يُرَجِّحْ وَاحِدًا مِنْ الْوَجْهَيْنِ
Artinya: “Jika ada orang meninggal, diamempunyai tanggungan utang sedangkan ia tidak mempunyai aset yang ditinggalkan. Apakah utang boleh dibayarkan dari jatah “gharimin” (orang-orang utang)? Di sini terdapat dua wajah (dua pendapat). Pertama, tidak boleh. Pendapat ini dilontarkan oleh As-Shaimariy, mazhab An-Nakha’iy, Abu Hanifah dan Ahmad. Kedua, boleh-boleh saja sesuai arah ayat “al-gharim” dengan tanpa menyebut spesifikasi orang hidup atau mati.”
Kiai Kiki mengatakan dirinya lebih mengikuti pendapat yang membolehkan seperti pendapat Ad-Darimi yang membolehkan mengambil jatah zakat untuk melunasi utang almarhum jika memang tidak ada ahli waris yang membayarkannya.
Sementara itu menurut kiai Kiki konsekuensinya bagi almarhum bila utangnya tidak ada yang membayarkan dan atau melunasi utangnya, jika semasa hidupnya dia memang punya niat kuat untuk melunasi utangnya, dia selamat dari hukuman Allah SWT dan Allah SWT sendiri yang melunasi utangnya.
Namun sebaliknya, jika semasa hidupnya dia memang tidak mempunyai niat melunasi utangnya atau punya niat untuk merugikan orang yang mengutanginya, Allah SWT membinasakannya atau memberikan hukuman kepadanya karena merupakan perbuatan dosa. Hal ini sesuai hadits dari sahabat Abu Hurairah:
مَنْ أَخَذَ أَمْوَالَ النَّاسِ يُرِيدُ أَدَاءَهَا أَدَّى اللَّهُ عَنْهُ، وَمَنْ أَخَذَ يُرِيدُ إِتْلاَفَهَا أَتْلَفَهُ اللهُ
Artinya: “Barangsiapa yang mengambil harta-harta manusia (berutang) dengan niatan ingin melunasinya, Allah akan melunaskannya. Dan barangsiapa yang berutang dengan niat ingin merugikannya, Allah akan membinasakannya.” (HR Imam Bukhari).
Lebih lanjut Kiai Kiki menjelaskan bahwa sudah menjadi kesepakatan ulama bahwa istilah warisan utang tidak ada dalam fiqih. Apabila almarhum meninggalkan tanggungan utang yang banyak dan dia tidak meninggalkan aset cukup, maka ahli waris tidak otomatis berkewajiban membayar utang-utang almarhum. Sehingga tidak ada konsekuensi apapun bagi ahli waris jika tidak mau membayarkan utang almarhum.
“Dan konsekuensinya bagi almarhum, seperti yang dijelaskan di atas, bila utangnya tidak ada yang membayarkan dan atau melunasi utangnya, jika semasa hidupnya dia memang punya niat kuat untuk melunasi utangnya, dia selamat dari hukuman Allah SWT dan Allah SWT sendiri yang melunasi utangnya. Namun sebaliknya, jika semasa hidupnya dia memang tidak mempunyai niat melunasi utangnya atau punya niat untuk merugikan orang yang mengutanginya, Allah SWT membinasakannya atau memberikan hukuman kepadanya karena merupakan perbuatan dosa. Hukumannya adalah jiwa si mayat tertahan di alam barzakh sehingga tidak dapat masuk surga,” katanya.
Hal ini Bedasarkan sebuah hadits;
َبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ “ نَفْسُ الْمُؤْمِنِ مُعَلَّقَةٌ بِدَيْنِهِ حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ
“Dari Abu Hurairah RA Rasulullah SAW bersabda: “Jiwa seorang mukmin itu tertahan oleh sebab uutangnya sampai utang itu dilunasi.” (yus)
Baca juga :
- Arab Saudi Tangkap Hampir 16.000 Dan Proses Hukum 25.689 Orang Diawal Musim Haji 2025, Ini Penjelasannya
- Santri Ponpes Al Imam Berlaga Hingga Grand Final Olimpiade Sains Pelajar 2025 Kabupaten Kediri
- Arab Saudi Perketat Aturan Haji Terkait Larangan Visa Selain Visa Haji, Ini Penjelasan Kemenag
- 212.242 Jamaah Reguler Lunasi Biaya Haji Jelang Penutupan
- Pemerintah Arab Saudi Larang Jamaah Tanpa Visa Haji Masuk Makkah, Simak 4 Aturan Terbaru