Hukum Boleh Tidaknya Muadzin Merangkap Imam Sholat

Surabaya — 1miliarsantri.net : Muadzin merupakan sebutan untuk orang yang bertugas mengumandangkan azan. Sementara, imam adalah orang yang memimpin pelaksanaan shalat berjamaah. Lalu, apakah boleh seorang muadzin merangkap jadi imam?

Menurut Pakar Fikih Kontemporer, KH Ahmad Zahro, seorang muadzin boleh merangkap jadi imam masjid. Tidak ada larangan dalam hal itu. “Apakah boleh? tidak ada larangan,” terangnya kepada 1miliarsantri.net, Kamis (14/09/2023).

Kiai Zahro menambahkan, sebaiknya muadzin dan imam masjid terpisah. Ada khusus yang bertugas sebagai muadzin, dan ada pula yang bertugas sebagai imam shalat. Ini bertujuan agar pahala adzan dan imam shalat tidak diborong satu orang saja.

“Jadi pertanyaannya apa boleh? boleh. Tapi apa baik? itu kalau baik sebaiknya tidak. Sebaiknya yang adzan dan qamat satu orang, yang ngimami orang lain. Sebaiknya jika tidak darurat. Tapi kalau ini darurat, tidak ada yang lain, maka boleh. Kalau ada yang lain, sebaiknya berbagi pahala, supaya juga pahala ngajak shalat, pahalanya imami salat itu berbagi dengan banyak pihak,” lanjutnya.

Al Hattam dalam Mawahib Al Jalil pernah berpendapat, laki-laki dapat dapat berperan sebagai orang yang mengumandangkan azan, iqamah, bahkan memimpin salat berjamaah. Kemampuan ini juga berlaku bagi mereka yang mengumandangkan azan dan iqamah hanya tanpa menjadi imam.

“Barangsiapa boleh menugaskan seorang laki-laki untuk mengumandangkan adzan, iqamah dan memimpin shalat bersama mereka. Pahala yang diberikan atas usahanya mengumandangkan adzan, iqamah dan memimpin shalat di masjid, bukan hanya untuk shalat.”

Senada dengan itu, Imam An Nawawi dalam kitab Al Majmu’ juga pernah memperbolehkan seorang muazin menjadi imam dalam salat berjamaah. Bahkan, ini merupakan rekomendasi menurut pendapatnya.

Imam An Nawawi menambahkan, hal tersebut diperbolehkan meski tidak dicontohkan oleh Nabi SAW dan para sahabat. Sebab, mereka melakukan hal tersebut bukan karena sibuk dengan urusan lain.

Kemampuan tersebut juga disebutkan oleh Syekh Abdullah bin Jibrin dalam Fatawa Islamiyah. Menurutnya, menjadi hal yang diprioritaskan ketika muazin dinilai lebih baik dalam mengaji Al-Qur’an dibandingkan jamaah lainnya.

“Iya, boleh mengumandangkan azan dan imam secara bersamaan. Begitu pula jika imam resmi dan penggantinya tidak hadir, karena bisa juga ditetapkan sebagai imam rutin,” jelasnya.

Setidaknya ada tiga hukum mengenai muadzin merangkap jadi imam shalat. Di antaranya:

  1. Mubah
    Ustadz Ammi Nur Baits ST BA mengatakan, hukum terkait muazin yang merangkap imam adalah boleh dan sah, tidak makruh, tidak juga sunnah, atau mubah jika terjadi kondisi tertentu.

“Bisa dilakukan ketika laki-laki berada di masjid atau majelis yang makmumnya semuanya perempuan. Atau malah keadaan yang sering terjadi dan banyak ditemui di masjid-masjid terpencil yaitu tidak ada jamaah sama sekali, maka takmir atau petugas masjid bisa sekaligus merangkap (menjadi imam) dalam upaya memakmurkan masjid,” ungkap Ustadz Ammi, dikutip dari kanal YouTube ANB Channel, dikutip Kamis (14/09/2023).

  1. Sunnah
    Ulama lain berpendapat, jika seseorang layak dan layak menjadi muazin dan imam, maka disunnahkan baginya menjadi muazin sekaligus imam. Ini agar dia memperoleh dua keutamaan sekaligus, yaitu keutamaan azan dan keutamaan memimpin salat.

Dalam kitab Mughni Muhtaj, Imam Khatib Al-Syarbini mengatakan, “Disunnahkan bagi orang yang memenuhi syarat untuk mengumandangkan azan dan menjadi imam untuk mengumpulkan keduanya.”

  1. Makruh
    Banyak ulama Syafi’i yang berpendapat, orang yang mengumandangkan adzan lalu menjadi Imam adalah makruh. Disarankan agar ada orang yang berbeda antara muazin dan imam. Ulama tersebut diantaranya adalah Syekh Muhammad Al Juwaini, Al Baghawi, serta Imam Jabir dan Anas.

(yat)

Baca juga :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *