Belajar Ilmu Ikhlas Bagi Orang Awam

Bekasi – 1miliarsantri.net: Kata “ikhlas menggelitik penulis, selama ini kebanyakan manusia selalu mengandalkan kata ikhlas disetiap harinya, juga saat dalam keadaan putus asa. Terkadang begitu mudah mengatakan ikhlas, tapi sulit untuk dikerjakan. Bagi orang awam, kata “ikhlas” sering diartikan sebagai melakukan sesuatu dengan tulus, tanpa pamrih, atau tanpa mengharapkan balasan. Ikhlas berarti melakukan sesuatu karena niat yang murni, bukan karena ingin mendapatkan pujian, imbalan, atau pengakuan dari orang lain. Ikhlas Dalam Kehidupan Sehari-Hari Dalam kehidupan sehari-hari, ikhlas bisa berarti melakukan kebaikan kepada orang lain tanpa mengharapkan terima kasih atau balasan. Misalnya, membantu tetangga yang membutuhkan tanpa berharap mereka membalas bantuan itu. Ikhlas juga bisa berarti menerima keadaan dengan lapang dada, tanpa mengeluh atau merasa tidak puas. ‘Sleeping Prince Al Waleed’ Meninggal Dunia, Kisah Sabar dan Ikhlasnya Seorang Ayah Kurangnya ilmu agama atau memiliki ilmu agama yang mumpuni belum tentu mampu sepenuhnya untuk mempraktekan apa itu ikhlas. Jangankan orang awam yang sedikit ilmunya, para penjabat atau ulama terkadang belum mampu merefleksikan apa itu ikhlas. Terkadang orang awam jaman dahulu, sebutlah orang-orang tua terdahulu yang belum tentu memiliki ilmu agama bahkan tidak bisa mengaji, seperti kejawen, justru mereka mampu menerapkan apa itu konsep ikhlas dalam kehidupan kesehariannya, dengan pehaman yang amat sangat sederhana sekali dan mudah dicerna oleh masyarakat yang awam. Ikhlas Dan Tulus Ikhlas dan Tulus adalah dua kata yang berbeda yang maknanya hampir sama tapi beda kelasnya atau tingkatannya. Ikhlas menurut bahasa, kata “ikhlas” berasal dari bahasa arab berakar kata “kha-la-sha”, yang secara harfiah berarti bersih, murni, jernih. Secara istilah ikhlas diartikan sebagai niat yang murni semata-mata mengharapkan penerimaan dari Tuhan dalam melakukan suatu perbuatan, tanpa menyekutukan Tuhan dengan yang lain. Sementara itu menurut kamus Oxford languages , ikhlas berarti bersih hati , tulus hati, dan menurut bahasa Jawa ikhlas artinya tulus. Secara sederhana ikhlas artinya memurnikan niat hanya semata-mata mencari ridha Allah SWT, atau semata-mata menaati perintah-Nya, itulah beberapa definisi dari kata ikhlas. Badge Pahala : Bisakah Ibadah Di-Gamifikasi Tanpa Kehilangan Ikhlas Tingkatan Ikhlas Tiga tingkatan ikhlas menurut Syekh Nawawi al-Bantani adalah ikhlas karena Allah, ikhlas karena akhirat, dan ikhlas karena dunia: Pertama, Ikhlas Karena Allah: Tingkatan ini merupakan yang paling tinggi. Seseorang melakukan ibadah atau amal baik semata-mata karena mengharapkan ridha Allah, tanpa mengharapkan imbalan duniawi atau pahala akhirat. Kedua, Ikhlas karena Akhirat: Pada tingkatan ini, seseorang beribadah dengan harapan mendapatkan pahala di akhirat, seperti masuk surga dan terhindar dari siksa neraka. Ketiga, Ikhlas karena Dunia: Tingkatan terendah, di mana seseorang melakukan amal baik dengan tujuan mendapatkan manfaat duniawi, seperti kelancaran rezeki atau terhindar dari kesusahan.Dengan kata lain, tingkatan ikhlas ini menggambarkan bagaimana seseorang memfokuskan niat dan tujuannya dalam beribadah, dari yang hanya semata-mata karena Allah, hingga yang masih mengharapkan imbalan duniawi. Surat Al-Ikhlas Nah mungkin dari uraian diatas kita bisa mempelajarinya dari hal yang sederhana terlebih dahulu yaitu dari tingkat yang terendah, jika sudah terbiasa maka akan meningkat, namun dari sudut pandang penulis belajar ikhlas itu sangat sederhana, yaitu berpedoman pada surat Al-Ikhlas. Kenapa Surat Al-Ikhlas? Sebab, jika kita bisa dengan ikhlas mengakui Tuhan kita dan selalu percaya serta yakin apapun yg kita lakukan Tuhan kita akan tahu dan akan memberikan balasan, kemudian kita dengan ikhlas hanya bergantung pada Allah SWT saja Yang Maha Esa, Tunggal, tidak beranak dan tidak diperanakkan, dan tidak berharap pada tuhan-tuhan yang lain apalagi pada manusia. Maka sudah pasti untuk mencapai ilmu ikhlas yg sesungguh akan mudah, sekali lagi, cukup kita terima dan pasrah pada Tuhan kita yang Esa dan tidak berharap pada siapapun, apalagi pada manusia. Terima bahwa Tuhan kita itu satu, Tuhan kita Shomad,Tuhan kita tahu akan semua perbuatan kita dan pastinya akan membalas segala perbuatan kita baik hal yang baik maupun yang buruk. Tuhan kita tidak beranak dan di peranakkan, dan Tuhan kita tidak ada bandingannya dengan semua makhluknya. Ikhlas Sebuah Pengakuan Cukup dengan pengakuan kita yang menerima dengan ikhlas isi kandungan surat Al-Ikhlas dan meyakini serta mempratekannya dalam keseharian kita maka pasti akan lebih mudah dan cepat kita mencapai tingkatan ilmu ikhlas tertinggi. Logikanya bagaimana kita akan ikhlas dalam menerima semua kehendak Allah atau berbuat dengan rasa ikhlas kalau kita sendiri tidak bisa ikhlas menerima Tuhan kita, tidak yakin dengan Tuhan kita, malah kita sibuk mencari pertolongan ke makhluk lain. Sibuk mencari pujian depan manusia, sibuk berharap pada selain Tuhan, itulah yg membuat kita tidak bisa mencapai derajat keikhlasan, itulah dalih yg mengatakan ikhlas cuma mudah di ucapkan tapi susah di amalkan. Kesimpulannya, untuk lebih mudah belajar ilmu ikhlas, cukup kita ikhlas menerima Tuhan kita yang semestinya, bukan cuma di mulut saja. Tapi dari hati, juga seluruh anggota tubuh harus menerimanya.** Penulis : Oom Komariah Foto : ilustrasi Editor : Thamrin Humris

Read More

Menata Sandal Kyai, Ladang Berkah Santri

Surabaya – 1miliarsantri.net: Sangat mafhum dikalangan Pesantren bahwa santri tidak hanya berfokus pada belajar saja, tapi juga harus disertai dengan khidmah, khidmah kepada ilmu, khidmah kepada guru, khidmah kepada pondok dan sebagainya, berkhidmah merupakan ladang barokah yang menjadi bahan buruan para santri. Khidmah sendiri sudah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW dan para ulama’ lainnya, Seperti halnya Sahabat Ibn Abbas saat masih kecil menjadi Pelayan Nabi dengan melayani menyiapkan Air Wudhu’ untuk nabi, lalu nabi mendoakan Ibnu Abbas dengan doa yang juga sudah familiar di kalangan kita yakni “ اللّهُمَّ فَقِّهْهُ فِي الدِّينِ، وَعَلِّمْهُ التَّأْوِيلَ “(Ya Allah… Berilah Pemahaman Agama kepada Ibn Abbas dan Pengetahuan Takwil”. Tentu itu mungkin hal sepele hanya menyiapkan air tapi hasil berkahnya sangat luar biasa, sahabat Ibn Abbas menjadi sahabat yang paham agama luas dan pemahaman Tafsir Takwil yang luar biasa. Menata Sandal Guru/Kyai/Ulama Ada hal sepele yang mungkin juga jadi perhatian kita di pesantren namun banyak diburu santri, yakni Menata Sandal Guru/Kyai/Ulama. Ini sudah menjadi tradisi turun temurun sebagai ladang berkah, bagi santri ini menjadi hal yang harus dilakukan, menata sandal kyai, setiap hari menanti/menunggu terlebih dahulu di depan tempat dimana kyainya beranjak pergi atau masuk ke rumah. Mungkin bagi orang yang tidak pernah mondok, budaya santri membalik sandal kyai ini dinilai berlebihan. Entahlah, tapi yang pasti budaya santri membalik sandal kyainya sudah dilakukan sejak zaman Rasulullah hingga hari ini. Rasululullah Mendoakan Anak Kecil Yang Merapikan Sandalnya Suatu ketika ada seorang bocah namanya Salman, mungkin usianya masih belasan tahun. Dia selalu datang ke masjid ketika Rasulullah belum tiba di sana. Setelah Rasulullah tiba, dia dengan segera membalikkan dan merapikan sandal Rasulullah. Perbuatan itu dilakukannya setiap hari, sehingga membuat Rasulullah menjadi penasaran siapa sebetulnya yang selalu membalikkan sandalnya. Untuk mengetahui siapa gerangan yang membalik sandalnya, Rasulullah sengaja bersembuyi untuk mengetahui siapa yang selalu merapikan dan membalik sandalnya. Saat itu Rasulullah mendapati seorang anak kecil berusia belasan tahun yang tidak lain adalah Salman. Mengetahui hal itu, Rasulullah berdoa memohon kepada Allah agar Salman dijadikan orang alim dan ahli fikih. Singkat cerita, setelah Salman dewasa dia benar-benar menjadi orang alim dan seorang fuqaha atau ahli fikih. Kisah Pendiri Muhammadiyah Dan Pendiri Nahdlatul Ulama Kisah lelaku menata sandal ini juga pernah terjadi pada dua ulama besar Indonesia, masing-masing dari mereka mendirikan ormas terbesar di Indonesia, yaitu KH. Ahmad Dahlan, pendiri ormas Muhammadiyah dan KH. Muhammad Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama. Beliau berdua waktu nyantri di tempat Kiai Sholeh Darat Semarang selalu berebut untuk menata sandal Kiai Sholeh Darat. Melihat perbuatan kedua santrinya tersebut. Kedua santri ini akhirnya memperoleh tempat istimewa di mata Kiai Sholeh Darat. Dari hal yang mungkin dirasa sepele namun menyimpan rahasia keberkahan yang besar, sebuah sandal yang ditempelkan ke Guru bisa menjadi Relasi dan Wasilah mulia bagi yang mau untuk berkhidmah.Karena menurut ulama, lebih dari separuh ilmu didapat karena kuatnya hubungan emosional antara santri dan gurunya. قال بعضهم: سبعون فى مائة أنّ العلم ينال بسبب قوة الرابطة بين المريد وشيخه Bahwa tujuh puluh persen ilmu itu didapat karena kuatnya hubungan batin antara santri dan kyai_nya. Santri boleh ragu atas dirinya, tapi jangan sekali-kali seorang santri mempunyai keraguan atas gurunya, atas keberkahan gurunya. Dan alhamdulillah tradisi menata sandal kyai dengan cara membaliknya masih terus dilakukan dan dilestarikan para santri kepada gurunya di mana pun berada. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan keberkahan untuk kita semua dengan wasilah kecintaan & kepatuhan kita terhadap guru-guru. Penulis : Mukhid Khoirul AzibPesantren Mahasiswa AnnawawiJum’at 13 Juni 2026 Editor : Thamrin Humris dan Toto Budiman

Read More

Ustadz Dr. Yahya Waloni ‘Ulama Sekaligus Kristolog’ Berpulang Ke Rahmatullah Saat Kutbah Jumat

Makassar – 1miliarsantri.net: Innalillahi Wainna Ilaihi Roji’un, Ustadz Dr. Muhammad Yahya Waloni seorang Ulama sekaligus Kristolog berdarah Minahasa telah berpulang ke Rahmatullah saat menyampaikan Kutbah Jumat, bertepatan dengan Hari Raya Iedul Adha 1446H/2025M. Ulama dan pendakwah Islam yang mendalami ilmu perbandingan agama, lahir dengan nama Yahya Yopie Waloni, dilahirkan sebagai penganut Kristiani di Manado, Sulawesi Utara pada 30 November 1970. Dan beliau meninggal dunia pada Jumat 10 Dzulhijjah 1446H, atau tanggal 6 Juni 2025M. Ustadz Yahya Waloni yang saat ini berusia 55 tahun, menghembuskan nafas terakhir saat menyampaikan Kutbah Jumat di Masjid Darul Falah, Kecamatan Rappocini, Makassar, Sulawesi Selatan siang tadi. Sebelum menjadi khatib pada sholat Jum’at, pagi harinya Ustadz Yahya Waloni sempat menjadi khatib saat pelaksanaan sholat Iedul Adha di Jalan Rajawali Makassar.*** Segenap jajaran Redaksi 1miliarsantri.net turut berdukacita atas wafatnya Ustadz Dr. Muhammmad Yahya Waloni. Semoga Allah merahmati beliau, mengampuni segala dosa semasa hidupnya, diterima segala amal ibadahnya. Diterangi, diluaskan dan dilapangkan kuburnya, serta diringankan hisabnya hingga yaumil akhir. Penulis : Tim Redaksi 1miliarsantri.net Foto : Tangkapan layar akun Facebook @Moh Kicky Adriyan

Read More