BREAKING NEWS: Dua Tahun Agresi Israel Meluas dari Gaza hingga Teluk Persia

Gaza, Palestina – 1miliarsantri.net: Dalam dua tahun terakhir sejak 7 Oktober 2023, eskalasi konflik di Timur Tengah terus meningkat tajam akibat agresi zionis Israel. Serangkaian serangan militer Israel kini telah melewati batas geografis Gaza dan menyebar ke berbagai negara di kawasan, termasuk Lebanon, Suriah, Iran, Yaman, dan Qatar. Kondisi ini memperbesar risiko konfrontasi regional yang dapat berubah menjadi perang terbuka berskala luas. GazaSerangan besar dimulai pada 7 Oktober 2023 dan berlanjut hingga hari ini. Lebih dari 67.000 warga Palestina dilaporkan tewas, sementara sekitar 92% infrastruktur dan hunian hancur total. LebanonSerangan lintas perbatasan Israel dan pertempuran dengan Hizbullah terus berlangsung, mengakibatkan lebih dari 4.000 korban jiwa serta pendudukan titik-titik strategis di Lebanon selatan. SuriahIsrael memperluas zona buffer di Golan Heights dan terus melancarkan serangan udara ke dalam wilayah Suriah. IranPada 13–24 Juni 2025, Israel melancarkan operasi ofensif besar menargetkan pusat penelitian militer dan fasilitas nuklir Iran. Lebih dari 600 orang tewas. YamanIsrael melakukan serangan udara terhadap posisi Houthi di Yaman. QatarSerangan udara Israel dilaporkan menargetkan delegasi negosiasi Hamas di Doha pada 9 September. Infografis terbaru menunjukkan jalur serangan yang meluas dari Mediterania hingga Teluk Persia, membentuk busur konflik yang menekan stabilitas kawasan. Para analis memperingatkan bahwa eskalasi ini berpotensi memicu konfrontasi regional yang melibatkan kekuatan-kekuatan besar di Timur Tengah. Peta ini menunjukkan konflik yang semakin meningkat, yang telah mengubah wajah keamanan Timur Tengah dan mendorong kawasan ini ke ambang konfrontasi menyeluruh. Pantau terus berita terkini – perkembangan konflik dapat berubah setiap saat, melalui breaking news dan artikel berita luar negeri 1miliarsantri.net.*** Sumber : PalestinaPost Penulis : Thamrin Humris Editor : Toto Budiman

Read More

Warga Suriah Berebutan Mencari Emas di Sungai Eufrat

Damaskus – 1miliarsantri.net: Fenomena ratusan warga Suriah menyerbu Sungai Eufrat untuk mencari emas menjadi sorotan internasional. Aktivitas ini terjadi di tengah krisis ekonomi yang berkepanjangan, yang membuat banyak orang terpaksa mencari cara-cara ekstrem demi bertahan hidup. Menurut laporan Al-Arabiya yang dikutip SindoNews, ratusan warga datang ke wilayah timur Suriah seperti Deir ez-Zor, membawa sekop, cangkul, dan ember. Mereka menggali lumpur di dasar sungai yang mengering akibat penurunan debit air dalam beberapa bulan terakhir. Rumor yang menyebar di kalangan warga menyebutkan bahwa dasar Sungai Eufrat menyimpan endapan emas yang baru terlihat setelah air surut. Meski belum ada bukti kuat, rumor ini sudah cukup menjadi pemicu. Bagi banyak warga, peluang sekecil apa pun layak dicoba di tengah kesulitan ekonomi yang mencekik. Seorang warga mengaku bukan sepenuhnya percaya pada mitos emas itu. “Kami tidak punya pekerjaan. Harga makanan terus naik. Kalau ada kemungkinan menemukan sesuatu di sungai, tentu kami akan mencobanya,” ujarnya. Sejak konflik bersenjata pecah pada 2011, perekonomian Suriah hancur. World Food Programme (WFP) mencatat, pada 2024 lebih dari 12 juta warga Suriah mengalami ketidakamanan pangan akut. Inflasi melonjak, mata uang terdepresiasi, dan bantuan internasional berkurang karena perubahan fokus donor global. International Rescue Committee (IRC) dalam laporan tahunan menempatkan Suriah sebagai salah satu negara dengan sistem perlindungan sosial paling rapuh. Sebagian besar infrastruktur ekonomi rusak, dan sektor swasta belum pulih. Akibatnya, banyak warga bergantung pada cara-cara informal untuk bertahan hidup—termasuk mencari logam mulia di dasar sungai. Selain krisis ekonomi, surutnya air Sungai Eufrat sendiri merupakan masalah besar. Penurunan debit terjadi karena kemarau panjang, perubahan iklim, serta pembangunan bendungan di hulu sungai oleh Turki dan Irak. Dampaknya dirasakan jutaan warga di Suriah dan Irak, mulai dari pasokan air minum, pertanian, hingga perikanan. Antara Harapan, Risiko, dan Ketidakpastian Pemerintah Suriah sejauh ini belum memberikan tanggapan resmi terkait aktivitas pencarian emas tersebut. Tidak ada kejelasan apakah kegiatan ini akan diatur, dilarang, atau dibiarkan. Sejumlah pengamat menilai hal ini sebagai tanda lemahnya kapasitas negara dalam mengelola sumber daya dan melindungi kesejahteraan rakyatnya pascakonflik. Fenomena ini juga menimbulkan spekulasi bernuansa religi. Beberapa pengguna media sosial mengaitkannya dengan hadis yang menyebutkan bahwa Sungai Eufrat akan mengering dan menampakkan “gunung emas” sebagai tanda akhir zaman. Meski begitu, banyak ulama dan akademisi mengingatkan agar masyarakat tidak menjadikan tafsir keagamaan sebagai dasar untuk tindakan spekulatif, terlebih di tengah situasi sosial yang rapuh. Analis Timur Tengah Charles Lister dari Middle East Institute menegaskan bahwa fenomena ini lebih mencerminkan krisis ekonomi struktural dibanding sekadar keyakinan religius. “Orang tidak mencari emas karena iman atau mitos, tetapi karena kelaparan,” tulisnya. Sementara itu, ekonom Suriah Jihad Yazigi yang berbasis di Lebanon mengatakan bahwa lapangan kerja formal hampir tidak ada di Suriah saat ini. “Ketika negara tidak mampu memberikan pekerjaan atau subsidi, masyarakat akan mencari cara apa pun untuk bertahan hidup, termasuk mengejar rumor tentang emas,” jelasnya kepada The National. Fenomena ini pun memunculkan potensi masalah baru. Ada laporan tentang kelompok bersenjata lokal yang mulai memungut “biaya masuk” dari warga yang ingin menggali di area tertentu. Ini menambah risiko konflik horizontal di antara warga yang berebut lokasi pencarian, sekaligus memperbesar bahaya kesehatan karena bekerja di lingkungan berlumpur tanpa perlindungan memadai. Jika aktivitas ini terus dibiarkan tanpa regulasi, masalah hukum dan sosial bisa muncul dalam waktu dekat. Belum ada kepastian apakah emas benar-benar ditemukan, atau sekadar ilusi yang dikuatkan oleh harapan dan keterdesakan ekonomi. Hingga berita ini diturunkan, tidak ada data resmi tentang jumlah warga yang terlibat atau hasil pencarian mereka. Namun satu hal yang jelas: apa yang terjadi di Sungai Eufrat adalah cermin nyata dari penderitaan rakyat Suriah, tentang hilangnya lapangan kerja, harga yang terus melambung, dan negara yang gagal hadir. Di tengah keterdesakan itu, harapan mereka kini tergantung pada dasar sungai yang mengering, entah untuk menemukan emas atau sekadar secercah harapan untuk bertahan hidup. Penulis: Faruq Ansori Editor: Glancy Verona Foto by AI

Read More