Menteri Keuangan Purbaya Tidak Mau Pakai Burden Sharing, Begini Penjelasannya

Purbaya Yudhi Sadewa Tidak Akan Melanjutkan Kebijakan Burden Sharing Yang Berpotensi Mengaburkan Batas Antar Kebijakan Fiskal dan Moneter Jakarta — 1miliarsantri.net: Kebijakan Burden Sharing adalah skema pembagian beban pembiayaan antara pemerintah dan bank sentral daam hal ini Bank Indonesia untuk meringankan beban fiskal negara, terutama saat krisis atau kebutuhan pendanaan besar. Menteri Keuangan Republik Indonesia, Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan tidak akan melanjutkan kebijakan tersebut. Menurut Purbaya, Burden Sharing berpotensi mengaburkan batas antar kebijakan Fiskal dan Moneter. Purbaya Tidak Akan Memakai Burden Sharing Dalam acara Sarasehan 100 Ekonom Indonesia INDEF di Menara Bank Mega, yang berlangsung pada 28/10/2025 lalu, Purbaya menegaskan, “Saya semaksimal mungkin tidak akan memakai burden sharing itu.” Diapun menambahkan, “Presiden RI, Prabowo Subianto tak pernah meminta penerapan skema tersebut,” skema yang berpotensi mengaburkan batas antar kebijakan moneter dan fiskal itu. Padahal Bank Indonesia sejatinya dibuat sebagai lembaga independen agar kebijakannya tidak dipengaruhi kebijakan politik maupun pemerintahan. BI Sebagai Bank Sentral Independen Dalam kesempatan itu, Purbaya menegaskan, “BI dipisahkan dari pemerintah agar berdiri sebagai bank sentral independen. Dengan begitu, politik dan pergantian pemerintahan tidak akan memengaruhi kebijakan bank sentral yang berdampak jangka panjang,” tulis cnnindonesia.com. Kemenkeu dan BI sempat berencana menerapkan kembali burden sharing untuk mendukung program perumahan rakyat dan Koperasi Desa/Kelurahan (Kopdes) Merah Putih, bagian dari agenda Asta Cita Presiden Prabowo Subianto. Namun Purbaya bergeming tidak akan menggunakan kebijakan burden sharing. Untuk diketahui, kebijakan burden sharing pertama kali digunakan pada saat pandemi Covid-19, mengingat saat itu Pemerintah RI membutuhkan dana besar dalam rangka menangani kesehatan, perlindungan sosial dan pemulihan ekonomi nasional akibat pandemi tersebut.*** Penulis : Thamrin Humris Editor : Thamrin Humris Foto istimewa Kementerian Keuangan RI Sumber : Kemenkeu.go.id dan CNN Indonesia

Read More
Menteri Keuangan

Menteri Keuangan Dibuat Bingung! Data Simpanan Pemda Versi BI & Mendagri Beda Rp18 T

Bondowoso – 1miliarsantri.net: Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengungkapkan bahwa dana milik pemerintah daerah (Pemda) yang tersimpan di perbankan terus meningkat hingga akhir September 2025. Ia menyebut, jumlah dana mengendap tersebut naik 12,17%, dari Rp 208,6 triliun menjadi Rp 234 triliun. Menurut Purbaya, peningkatan ini disebabkan oleh belanja Pemda yang belum berjalan maksimal, sehingga uang daerah tidak segera terserap untuk kegiatan pembangunan. Tito Karnavian Menyanggah Data yang Disampaikan Purbaya Namun, pernyataan tersebut dibantah oleh Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian. Tito menegaskan bahwa data simpanan Pemda di perbankan tidak setinggi yang disebutkan Purbaya. Berdasarkan catatan Bank Indonesia (BI), simpanan Pemda per September 2025 memang tercatat sebesar Rp 233,97 triliun, tetapi setelah dicek langsung melalui rekening kas daerah, angka sebenarnya hanya sekitar Rp 215 triliun. Perbedaan Pencatatan Dana Mengendap Sebesar Rp 18 Triliun Perbedaan data antara Purbaya dan Tito ini menimbulkan tanda tanya besar. Purbaya mengaku bingung karena ada selisih Rp 18 triliun antara data BI dan data dari pemerintah daerah. Ia pun mempertanyakan ke mana dana tersebut mengalir. “Saya jadi bertanya-tanya, Rp 18 triliun itu ke mana? Karena data BI sudah sistematis dari seluruh bank di Indonesia. Mungkin Pemda yang kurang teliti menghitung,” ungkapnya dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah 2025 yang digelar Senin (20/10/2025). Baca juga: Gudang Garam Bangkrut! Sejarah Panjang Dari Kretek Rumahan hingga Konglomerasi Nasional! Permintaan Investigasi Selisih Dana Daerah Menanggapi hal itu, Purbaya meminta agar dilakukan investigasi mendalam terhadap perbedaan pencatatan dana mengendap Pemda di perbankan. Ia menekankan, bila dana selisih tersebut memang digunakan untuk menggerakkan perekonomian daerah, maka hal itu patut diapresiasi. Namun, bila ditemukan penyimpangan, pemerintah perlu segera menindaklanjuti agar keuangan daerah tetap transparan dan akuntabel. Dana Mengendap Pemda dan Pentingnya Transparansi Keuangan Kasus perbedaan data antara Purbaya dan Tito ini menunjukkan pentingnya transparansi pengelolaan dana pemerintah daerah. Selisih dana mengendap Pemda yang mencapai Rp 18 triliun harus segera dijelaskan agar tidak menimbulkan spekulasi negatif. Pada akhirnya, pengelolaan dana daerah yang akurat dan transparan menjadi kunci dalam menjaga stabilitas fiskal serta mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. Penulis : Ainun Maghfiroh Editor : Thamrin Humris Sumber foto: finance.detik.com Sumber artikel: https://www.cnbcindonesia.com/market/20251021072510-17-677724/purbaya-bingung-data-simpanan-pemda-versi-bi-mendagri-beda-rp18-t

Read More

Menteri Keuangan Purbaya Tentang Usulan ‘Family Office’ Luhut : Ya Bangun Saja Sendiri

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menolak penggunaan APBN untuk membiayai skema family office yang diusulkan Luhut. Jakarta – 1miliarsantri.net: Menteri Keuangan Republik Indonesia, Purbaya Yudhi Sadewa menanggapi usulan Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan, tentang pembentukan “Famili Office”, yang telah lama diinisiasi oleh mantan Menko Marvest itu. Wacana pembentukan family office di Indonesia kembali menuai sorotan setelah Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan penolakannya terhadap penggunaan dana APBN untuk proyek tersebut. Usulan pembentukan family office (kantor keluarga atau manajemen kekayaan ultra-kaya) di Indonesia telah lama mengemuka, terutama melalui peran Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan (LBP), sebagaimana dikutip dari finance.detik.com. Konsep ini dirancang sebagai pusat keuangan atau Wealth Management Consulting (WMC) yang melayani individu dan keluarga dengan aset besar, dan diharapkan menarik dana investasi luar negeri masuk ke dalam negeri. Rencana konkret menyebutkan Bali sebagai lokasi potensial untuk KEK (Kawasan Ekonomi Khusus) pusat keuangan + family office. Namun, pertanyaan muncul: dari mana sumber dana pembangunan dan operasionalnya? Inilah yang memicu respons dari Menteri Keuangan Purbaya. Pernyataan Tegas Menteri Keuangan Purbaya: “Bangun Sendiri, Tak Gunakan APBN” Dalam pernyataannya kepada wartawan (13 Oktober 2025), Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan bahwa pemerintah pusat tidak akan mengalihkan dana APBN untuk mendanai berdirinya family office seperti yang diusulkan. Purbaya mengatakan: “Biar saja. Kalau DEN bisa bangun sendiri, ya bangun saja sendiri. Saya anggarannya nggak akan alihkan ke sana.” Ia menegaskan komitmen pada prinsip anggaran yang tepat waktu, tepat sasaran, dan tanpa kebocoran. Selain itu, ia juga menyatakan belum terlalu memahami sepenuhnya konsep family office yang diusulkan, meskipun Luhut sering membahasnya. Dengan demikian, Purbaya menolak penggunaan dana publik untuk proyek tersebut dan mengalihkan tanggung jawab kepada DEN atau pihak swasta. Implikasi dan Tantangan Kebijakan Tegaknya penolakan semacam ini menyiratkan sejumlah dampak dan tantangan: Inovasi Jangan Pakai Dana APBN, Bangun Saja Sendiri Usulan family office ala Luhut dipandang sebagai kemungkinan inovasi dalam sektor keuangan dan investasi, tetapi ketika menghadapi konsolidasi kebijakan anggaran, Menteri Keuangan Purbaya memilih sikap tegas: “ya bangun saja sendiri, jangan pakai APBN”. Sikap Purbaya Yudhi Sadewa terhadap usulan family office Luhut menjadi cermin ketegasan pengelolaan fiskal di era baru.Ia menegaskan bahwa setiap proyek harus memiliki dasar manfaat publik yang jelas, bukan sekadar prestise ekonomi. Ke depan, keberhasilan proyek semacam ini sangat bergantung pada desain pendanaan yang realistis, transparansi regulasi, serta kerja sama antara DEN, sektor swasta, dan lembaga keuangan. Bila tidak hati-hati, usulan jagaan kekayaan ini bisa berakhir sebagai beban fiskal atau proyek tanpa arah yang jelas.*** Penulis : Thamrin Humris Editor : Thamrin Humris Sumber : detik finance bali.jpnn.com Foto : Kementerian Keuangan Kemenkeu Foto/Biro KLI – Wismu Nanda R. R.

Read More