Hijab Skena: Modest Fashion yang Digemari GenZ

Surabaya – 1miliarsantri.net : Tren hijab di kalangan Gen Z berkembang menjadi lebih dari sekadar ekspresi religius. Dalam beberapa tahun terakhir, generasi muda yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012 ini menjadikan hijab sebagai bagian dari gaya hidup, identitas sosial, sekaligus bentuk kebebasan berekspresi. Melalui media sosial dan komunitas daring, berbagai model hijab baru bermunculan dan membentuk apa yang kini populer disebut sebagai “hijab skena.” Hijab skena identik dengan gaya berpakaian yang estetik dan kekinian, namun tetap mengedepankan prinsip modesty. Ciri khas gaya ini antara lain penggunaan warna-warna pastel lembut, bahan hijab yang flowy seperti voal dan hycon, serta padu padan fashion seperti blouse oversized, straight pants, hingga sneakers chunky. Selain itu, pemakaian aksesori tambahan seperti totebag kain, anting jilbab, dan kacamata bening juga menjadi pelengkap gaya yang populer di kalangan Gen Z berhijab. Fenomena ini tidak dapat dilepaskan dari peran media sosial, terutama TikTok, Instagram, dan Pinterest. Berdasarkan laporan Statistik tahun 2024, sebanyak 78% remaja putri Indonesia usia 18–24 tahun mengaku mencari inspirasi gaya hijab melalui platform digital. Tak sedikit dari mereka yang mengikuti akun fashion hijab, tutorial styling, hingga video mini haul yang menampilkan padu padan hijab estetik. Gaya ini tidak hanya menunjukkan sisi kreatif, tetapi juga mencerminkan keinginan Gen Z untuk menyesuaikan identitas religius dengan tren masa kini. Di berbagai kota besar seperti Surabaya, Jakarta, dan Bandung, mulai banyak bermunculan komunitas hijab Gen Z yang aktif berkegiatan. Komunitas ini biasanya berawal dari pertemanan di media sosial, lalu berkembang menjadi forum daring dan akhirnya bertransformasi menjadi ruang aktivitas offline. Kegiatan mereka cukup beragam, mulai dari workshop mix and match hijab, sesi foto estetik, hingga diskusi terbuka tentang self-love, kesehatan mental, dan pengembangan diri. Semua dilakukan dalam suasana yang terbuka dan saling mendukung, menjadikan komunitas hijab skena sebagai ruang aman bagi Gen Z untuk berekspresi tanpa tekanan. Di lingkungan kampus dan dunia kerja, gaya berhijab Gen Z juga mulai diterima secara luas. Gaya praktis dan rapi menjadi pilihan dominan, seperti penggunaan pashmina instan, hijab segi empat pre-iron, atau model turban santun yang tetap formal. Mereka cenderung memilih bahan ringan yang mudah dibentuk, seperti voal premium dan chiffon ceruti. Gaya ini memungkinkan mobilitas tinggi serta tetap sesuai dengan tuntutan profesionalisme di ruang akademik maupun korporat. Perubahan ini sejalan dengan meningkatnya kebijakan diversity and inclusion di institusi pendidikan dan perusahaan. Beberapa kampus bahkan menyediakan ruang shalat khusus dan memperbolehkan variasi pakaian religius selama tetap memenuhi standar tata busana akademik. Hal ini juga dapat ditemui di dunia kerja, makin banyak perusahaan yang mendukung pemakaian hijab dalam format casual professional, sebagai bagian dari identitas karyawan. Industri fesyen muslimah Tren hijab skena di kalangan Gen Z juga turut mendorong tumbuhnya wirausaha digital. Menurut laporan IQVIA tahun 2023, pertumbuhan industri fesyen muslimah di Indonesia naik 11% per tahun, dan hijab merupakan salah satu komoditas utamanya. Banyak dari pelaku bisnis ini adalah perempuan muda Gen Z yang menjalankan bisnis hijab online melalui marketplace seperti Shopee, Tokopedia, dan Instagram Shop. Mereka menggunakan pendekatan content marketing yang segar dan personal, seperti membuat video styling, review bahan hijab, hingga kolaborasi dengan mikro influencer lokal. Di sisi lain, geliat bisnis ini juga melahirkan berbagai brand lokal baru yang fokus pada produksi hijab estetik ramah kantong. Mereka tak hanya menjual produk, tapi juga membangun narasi melalui tagline yang menyuarakan kepercayaan diri, empowerment, dan cinta diri. Inilah yang menjadikan hijab skena tidak semata-mata fesyen, tetapi juga gerakan sosial yang mendukung semangat kewirausahaan dan pemberdayaan perempuan muda. Tren hijab dan literasi agama Dalam konteks pendidikan, tren hijab skena juga menyentuh dunia literasi agama. Survei yang dilakukan oleh Cakrawala Institute pada 2022 mencatat bahwa 54% muslimah Gen Z merasa tidak cukup mendapatkan literasi keislaman yang kontekstual di lingkungan formal. Hal ini mendorong komunitas hijab untuk mengadakan kelas tafsir, diskusi tentang nilai-nilai hijrah, serta pembelajaran tentang adab berpakaian secara interaktif. Semua dikemas dalam forum yang ringan dan ramah, dengan pendekatan non-doktrinal. Kegiatan ini juga disertai dengan kampanye tentang kesehatan mental, self-care, dan relasi tubuh, menandakan bahwa Gen Z tidak hanya fokus pada penampilan luar, tetapi juga memperhatikan keseimbangan batin. Mereka belajar memahami bahwa berhijab bukan semata simbol kesalehan, tetapi pilihan sadar yang dilandasi refleksi diri dan nilai spiritual yang personal. Namun, fenomena hijab skena juga tidak lepas dari kritik. Sebagian kalangan menilai bahwa gaya ini berisiko menggeser esensi hijab menjadi sekadar tren atau gaya hidup konsumtif. Isu lain seperti adanya tekanan sosial terhadap bentuk tubuh dan warna kulit juga muncul, terutama saat konten hijab estetik terlalu distandarisasi pada satu tipe penampilan. Meskipun begitu, Gen Z memiliki kesadaran kritis yang cukup tinggi untuk mengelola dinamika tersebut, termasuk membentuk wacana tandingan lewat media sosial tentang “hijab no filter” atau “hijab for all body types.” Ke depan, tren hijab skena diprediksi akan terus berkembang seiring laju digitalisasi dan kesadaran individu dalam membentuk identitas religius yang kontekstual. Gaya ini tidak lagi dimaknai sebagai dikotomi antara religius atau tidak, tetapi sebagai spektrum pemaknaan yang luas, inklusif, dan penuh warna. Dengan dorongan komunitas, kreativitas digital, dan kesadaran spiritual yang terus berkembang, hijab di kalangan Gen Z bertransformasi menjadi simbol kekuatan narasi baru. Narasi yang menempatkan perempuan muslimah muda sebagai agen perubahan, baik di ranah sosial, ekonomi, maupun budaya. Bukan sekadar menutupi kepala, tetapi juga membuka jalan bagi ekspresi yang otentik, sadar, dan bermakna. Kontributor : Saputra Editor : Toto Budiman

Read More