Stop Stigma! Hari Santri 2025 Jadi Momentum Bangkitnya Citra Positif Pesantren

Bondowoso – 1miliarsantri.net : Peringatan Hari Santri 2025 diharapkan menjadi momentum penting untuk menghentikan berbagai stigma negatif terhadap pesantren dan santri. Selama ini, masih ada sebagian kalangan yang memandang pesantren secara keliru, dianggap tertutup, ketinggalan zaman, atau bahkan dikaitkan dengan isu-isu radikalisme. Padahal, faktanya pesantren merupakan benteng moral, pusat pendidikan karakter, serta penjaga nilai-nilai kebangsaan yang berperan besar dalam membangun peradaban Indonesia. Pesantren dan Santri: Pilar Pendidikan dan Kebangsaan Sejak awal berdirinya, pesantren bukan hanya lembaga pendidikan agama, tetapi juga pusat pembentukan karakter dan nasionalisme. Para ulama dan santri telah berkontribusi besar dalam perjuangan kemerdekaan, menjaga keutuhan bangsa, serta memajukan masyarakat lewat dakwah, pendidikan, dan ekonomi kerakyatan. Dalam konteks modern, pesantren telah berkembang menjadi lembaga pendidikan yang adaptif terhadap zaman. Banyak pesantren kini memiliki program teknologi digital, kewirausahaan, hingga pelatihan vokasional untuk membekali para santri dengan keterampilan abad ke-21. Hal ini membuktikan bahwa pesantren tidak tertinggal, tetapi justru terus berinovasi menjawab tantangan global. Menurut laporan dari Gagasan Kalbar, Hari Santri Nasional 2025 mengusung semangat baru: “Stop Stigma, Saatnya Pesantren Bangkit dan Bersinar.” Tema ini menegaskan pentingnya membangun citra positif pesantren di tengah masyarakat serta menepis segala bentuk kesalahpahaman yang selama ini berkembang. Baca juga: Hari Santri 2025: Pesantren Didorong Berdaya di Sektor Wisata Religi Melawan Stigma, Membangun Citra Baru Isu miring yang kadang muncul terhadap pesantren sering kali berakar dari ketidaktahuan. Beberapa kasus yang dilakukan oleh oknum individu kerap digeneralisasi, seolah mencerminkan seluruh dunia pesantren. Padahal, mayoritas pesantren di Indonesia berkomitmen kuat terhadap nilai moderasi beragama, toleransi, dan cinta tanah air. Melalui Hari Santri 2025, Kementerian Agama dan berbagai organisasi keagamaan berkomitmen memperkuat narasi positif tentang pesantren. Media dan masyarakat diajak untuk menyoroti kontribusi nyata santri dalam pendidikan, sosial, dan pembangunan ekonomi. Kegiatan seperti Festival Santri Nusantara, Pameran Ekonomi Pesantren, serta Santri Digital Camp menjadi ajang untuk menampilkan wajah pesantren yang modern, kreatif, dan berdaya saing tinggi. Ini sekaligus membuktikan bahwa santri bukan hanya ahli dalam ilmu agama, tetapi juga mampu berkontribusi dalam bidang sains, teknologi, dan seni. Pesantren sebagai Ruang Inklusif dan Solutif Salah satu langkah penting dalam menghapus stigma adalah menunjukkan bahwa pesantren adalah ruang inklusif dan terbuka bagi semua kalangan. Di banyak pesantren, santri tidak hanya belajar kitab kuning, tetapi juga diajarkan nilai-nilai kewarganegaraan, dialog lintas iman, serta kepedulian sosial. Pesantren juga aktif dalam gerakan kemanusiaan, mulai dari tanggap bencana, pemberdayaan masyarakat, hingga ekonomi mikro berbasis syariah. Program-program seperti Pesantren Ramah Anak, Pesantren Hijau, dan Pesantren Digital adalah contoh nyata transformasi lembaga ini menuju arah yang lebih progresif dan solutif. Dengan pendekatan tersebut, pesantren semakin diakui sebagai pusat pendidikan yang menyeimbangkan antara spiritualitas, intelektualitas, dan produktivitas. Di era modern, citra santri bukan lagi sebatas orang yang tekun mengaji, tetapi juga pemimpin muda yang inovatif dan adaptif terhadap perubahan zaman. Hari Santri 2025: Momen Kebangkitan Citra Pesantren Momentum Hari Santri tahun 2025 menjadi panggilan moral bagi seluruh elemen bangsa untuk melihat pesantren secara lebih adil dan objektif. Pemerintah, masyarakat, dan media diharapkan berperan aktif dalam menyebarkan narasi positif tentang dunia pesantren. Pesantren perlu terus didukung agar menjadi pusat pembelajaran sepanjang hayat, tempat lahirnya generasi berakhlak mulia sekaligus berdaya guna dalam pembangunan bangsa. Semangat “Dari Pesantren untuk Indonesia dan Dunia” menjadi pengingat bahwa nilai-nilai luhur yang tumbuh di pesantren, kejujuran, kerja keras, kesederhanaan, dan keikhlasan yang merupakan fondasi penting dalam membangun peradaban. Hari Santri 2025 bukan sekadar seremoni tahunan, tetapi ajakan reflektif untuk menghentikan stigma dan membangun optimisme baru. Saatnya pesantren berdiri tegak dengan citra positif: lembaga yang mendidik, menginspirasi, dan berkontribusi nyata bagi kemajuan bangsa. Baca juga: Burkina Faso Klaim Raup US$ 18 Miliar dari Tambang Emas Sejak Traoré Memimpin Penulis: Glancy Verona Editor: Toto Budiman Ilustrasi by AI Kata Kunci:

Read More
Khazanah Pesantren

Khazanah Pesantren, Dari Kitab Kuning ke Ruang Siber

Malang – 1miliarsantri.net : Di antara menara-menara surau dan riuhnya lodak santri, khazanah pesantren telah lama menjadi benteng keilmuan Islam tradisional seperti kitab kuning, sorogan, bandongan, bahkan bahtsul masail. Kini, khazanah pesantren menghadapi era baru saat kitab kuning tak lagi terbatas di ruang kelas atau mushala, tetapi meluas ke jaringan siber (digital). Transformasi ini tidak hanya tentang digitalisasi teks atau arsip, namun tentang bagaimana nilai-nilai luhur pesantren tetap hidup dan relevan di zaman yang makin serba cepat dan layar menyala. Digitalisasi sebagai Wujud Kontemporer Khazanah Pesantren Khazanah pesantren sangat identik dengan kitab kuning, karya ulama klasik yang ditulis dalam bahasa Arab atau campuran Arab-Pegon, menyimpan ajaran tafsir, fikih, ushul, akhlak, dan tasawuf. Kini perubahan zaman membawa khazanah pesantren ke ruang siber. Pemerintah lewat Kementerian Agama (Kemenag) menginisiasi proyek seperti aplikasi Tarkib Digital, repository kitab kuning Nusantara, dan platform “Rumah Kitab” sebagai media pembelajaran online berbasis kitab kuning. Inovasi-inovasi ini membuktikan khazanah pesantren tidak stagnan, tetapi adaptif terhadap kebutuhan generasi kekinian yang ingin belajar agama lewat gadget. Pengajian kitab kuning secara daring sudah praktis dan menjangkau santri di pelosok, memungkinkan khazanah pesantren tetap menyala walaupun tanpa bangunan fisik. Tantangan Memelihara Khazanah Pesantren di Era Siber Tidak semua hal dalam digitalisasi khazanah pesantren berjalan mulus. Ada tantangan keilmuan, seperti kitab kuning kadang dipotong-potong atau disederhanakan agar cocok dengan format digital singkat, sehingga kedalaman teks atau konteks tradisional terabaikan. Ada pula tantangan teknis, yaitu akses internet di daerah terpencil masih bermasalah, koleksi kitab kuning asli belum semuanya terdigitalisasi, dan ada kendala hak cipta atau sanad ilmu. Selain itu, khazanah pesantren di ruang siber berpotensi kehilangan suasana spiritual pengajian tradisional seperti tatap muka, wudu, suasana kitab, bertanya langsung ke kiai. semua ini yang sulit diganti oleh layar. Peluang Memperkuat Khazanah Pesantren ke Depan Meskipun ada tantangan, ada pula peluang besar agar khazanah pesantren makin berkembang di ruang siber. Salah satunya dengan mengembangkan pendidikan pesantren hybrid, kombinasi tatap muka kitab kuning dan pendalaman digital melalui video, aplikasi, dan forum online. Metode blendedlearning ini memungkinkan pelestarian tradisi sekaligus penyebaran ilmu yang lebih luas. Selain itu, khazanah pesantren bisa diperkuat dengan peningkatan literasi digital bagi santri dan kiai, memahami cara menulis konten daring yang akurat, memilih teks yang sahih, dan menjaga sanad ilmu. Para pengelola platform digital pesantren dapat memberi pelatihan, membuat portal digital yang interaktif, menyediakan naskah digital serta audio kitab kuning dengan kualitas baik. Terakhir, peluang kolaborasi antar pesantren, lembaga pendidikan Islam, dan pemerintah sangat penting. Dukungan infrastruktur, misalnya internet cepat, server repository naskah, dan regulasi perlindungan teks tradisional, akan memperkuat posisi khazanah pesantren di Indonesia sebagai warisan budaya dan ilmu yang bernilai tinggi. Khazanah pesantren, dari kitab kuning ke ruang siber, bukan hanya soal memelihara teks lama dalam format baru. Lebih dari itu, khazanah pesantren adalah jembatan yang menjaga agar tradisi keilmuan, spiritualitas, dan karakter santri tidak hilang dalam gelombang digitalisasi. Dengan khazanah pesantren terus dijaga dengan kesungguhan, adaptasi inovatif, dan penghormatan terhadap nilai-nilai tradisi, warisan ilmu yang disimpan di pesantren akan tetap hidup dan relevan bagi generasi mendatang khazanah pesantren. Penulis : Ramadani Wahyu Foto Ilustrasi Editor : Iffah Faridatul Hasanah dan Toto Budiman

Read More