Berjilbab Tapi Baju Ketat: Gaya Kekinian atau Makna yang Tertinggal?

Surabaya – 1miliarsantri.net : Di era digital yang penuh dengan pengaruh media sosial, fashion Muslimah mengalami perkembangan yang luar biasa. Hijab bukan lagi hanya simbol keimanan seseorang, tetapi juga menjadi bagian dari gaya hidup dan identitas visual kekinian. Sayangnya, trend ini juga melahirkan fenomena yang cukup kontras, banyak muslimah yang mengenakan jilbab namun memadukannya dengan pakaian ketat, transparan, atau membentuk lekuk tubuh. Fenomena ini memunculkan pertanyaan besar, apakah ini ekspresi kebebasan berbusana atau makna hijab yang sejatinya mulai tertinggal? Pakaian yang membentuk lekuk tubuh, meskipun menutup kulit, tetap bertentangan dengan prinsip menutup aurat dalam Islam. Banyak yang berpikir bahwa selama rambut sudah tertutup, maka kewajiban berhijab sudah terpenuhi. Padahal, dalam pandangan Islam, hijab bukan hanya penutup kepala, tetapi juga mencakup keseluruhan cara berpakaian dan bersikap seorang muslimah. Allah SWT berfirman dalam QS. An-Nur ayat 31: “Katakanlah kepada wanita yang beriman: ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) tampak darinya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya.” Ayat ini menegaskan bahwa hijab harus menutup dada dan tidak memperlihatkan bagian tubuh yang termasuk aurat. Begitu pula dalam QS. Al-Ahzab ayat 59, Allah memerintahkan Nabi Muhammad SAW untuk menyampaikan kepada para istri dan wanita mukmin agar mengulurkan jilbab mereka ke seluruh tubuh mereka agar mereka lebih mudah dikenali dan tidak diganggu. Pesan utama dari kedua ayat ini adalah menjaga kehormatan, bukan sekadar menutup rambut. Sayangnya, banyak hijabers masa kini yang menganggap hijab hanya sebagai kewajiban simbolik, bukan spiritual. Mereka mengenakan kerudung, namun mengenakan pakaian ketat seperti skinny jeans, atasan pas badan, hingga dress yang membentuk siluet tubuh. Hal ini seringkali dipicu oleh pengaruh trend global dan tuntutan tampil modis di media sosial. Dalam konteks ini, hijab mulai kehilangan makna utamanya sebagai pelindung aurat dan refleksi ketakwaan. Tidak bisa dimungkiri bahwa media sosial memiliki pengaruh besar terhadap persepsi wanita muslim terhadap fashion. Sosok-sosok influencer muslimah dengan jutaan pengikut kerap menjadi panutan dalam berpakaian. Namun, sebagian dari mereka mempopulerkan gaya berpakaian yang hanya sekilas tampak syar’i, namun sebenarnya bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Potret OOTD – Outfit of the Day, artinya pakaian yang dikenakan hari ini, dengan pakaian yang ketat, kerudung yang hanya formalitas, dan gaya berlebihan menjadi normalisasi baru dalam budaya muslimah urban. Di sisi lain, kita juga perlu memahami bahwa banyak wanita yang sedang berada dalam proses hijrah. Mereka mungkin baru mulai mengenakan jilbab dan belum memahami sepenuhnya esensi menutup aurat secara syar’i. Oleh karena itu, pendekatan yang diperlukan adalah edukasi, bukan penghakiman. Islam tidak datang untuk ‘menghukum’ orang yang belajar, melainkan membimbing mereka menuju pemahaman syariah yang lebih baik. Berikut adalah beberapa prinsip modest fashion yang sesuai syariat namun tetap bergaya: 1. Menutup aurat dengan sempurna Prinsip utama dalam modest fashion syar’i adalah menutup aurat sebagaimana yang diperintahkan dalam Islam. Bagi perempuan Muslim, aurat mencakup seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan. Jadi, pakaian harus cukup panjang untuk menutup bagian dada, lengan, hingga kaki, termasuk penggunaan hijab yang menutupi rambut dan leher secara sempurna. 2. Pakaian tidak ketat dan membentuk tubuh Walaupun menutup kulit, pakaian yang ketat atau membentuk lekuk tubuh tetap tidak sesuai syariat. Modest fashion menekankan pada potongan pakaian yang longgar, tidak transparan dan tidak mencolok bentuk tubuh. Gaya tetap bisa ditampilkan dengan memilih desain seperti A-line, oversized, atau flare yang anggun dan elegan. 3. Tidak Berlebihan dan Tidak Mencolok (Tabarruj) Ajaran Islam menganjurkan kesederhanaan dalam berpakaian. Modest fashion yang sesuai syariat tidak tampil mencolok dengan warna terlalu terang atau aksesori berlebihan. Pilihlah warna-warna netral atau earth tone, dan desain yang anggun namun tetap menarik. Motif pun sebaiknya dipilih yang sederhana dan tidak terlalu ramai. 4. Tidak Menyerupai Pakaian Lawan Jenis Modest fashion Islami menjaga agar busana perempuan tetap mencerminkan feminitas dan tidak menyerupai pakaian laki-laki. Oleh karena itu, potongan, gaya, dan aksesoris yang digunakan tetap perlu mencerminkan identitas sebagai perempuan muslimah. 5. Menggabungkan Gaya dan Nilai Berpakaian secara syar’i tidak berarti harus membosankan. Banyak gaya dan desain yang tetap sesuai syariat namun tetap trendi. Layering, pemilihan warna yang serasi, pemakaian outer, atau padu padan aksesoris simpel bisa memberi kesan modis tanpa melanggar aturan. Dengan prinsip tersebut, muslimah tetap bisa tampil trendi dan representatif tanpa mengorbankan nilai-nilai agama. Banyak figur publik muslimah yang mampu menjadi contoh inspiratif mereka tetap fashionable, namun tidak keluar dari batasan syariat. Mereka membuktikan bahwa syar’i bukan berarti kuno, melainkan bisa menjadi identitas yang elegan dan penuh makna. Masyarakat juga memiliki peran penting dalam menciptakan ruang yang mendukung proses hijrah para muslimah. Daripada menertawakan atau mencibir mereka yang berpakaian belum sempurna, alangkah lebih baik jika kita mendoakan, menasihati dengan lembut, dan memberi contoh yang baik. Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia akan mendapatkan pahala seperti orang yang melakukannya.” (HR. Muslim). Fenomena jilbab dan pakaian ketat seharusnya menjadi refleksi bagi kita semua. Bahwa tugas berhijab bukan sekadar menggugurkan kewajiban, tetapi juga menghidupkan kembali makna spiritual dalam berbusana. Hijab adalah bentuk penghormatan terhadap diri sendiri, tanda ketaatan kepada Allah, dan perlindungan dari pandangan yang tidak semestinya. Kontributor : Nofi Triyanti Editor : Toto Budiman

Read More