Merawat orang tua

Kisah Inspiraf: Hilangkan Stres Saat Merawat Orang Tua Sakit degan Cara Self Care Agar Lebih Tegar dan Optimis

Surabaya – 1miliarsantri.net: Merawat orang tua yang sakit seringkali menjadi ujian batin. Di satu sisi, ada cinta dan bakti. Di sisi lain, muncul kelelahan fisik dan emosional. Banyak anak merasa bersalah karena kadang ingin menyerah, padahal mereka juga manusia. Di saat merawat orang tua sakit hari-hari dihabiskan di rumah sakit, dirumah harus mengurus semua keperluan. Begitu banyak  Tantangan Tak Terduga dalam Merawat Orang Tua Sakit yang tanpa disadari membuat caregiver mudah stress bahkan depresi.  Penulis pernah mengalami masa tersulit dalam merawat orang tua sakit. Lima tahun lamanya, rasanya hidup hanya fokus untuk perawatan bapak tanpa tahu kapan akan membaik. Kadang tubuh terasa lelah, mata  sembab, bahkan sempat berpikir “Harus sampai kapan dan apakah sanggup terus begini?”.  Saat itu penulis sadar, bukan hanya bapak yang butuh dirawat, sebagai caregiver  pun butuh merawat batin sendiri. Dalam Islam, kesabaran di situasi ini sangat mulia. Rasulullah ﷺ bersabda: “Barang siapa yang menginginkan ridha Allah, hendaklah ia berbuat baik kepada orang tuanya.” (HR. Bukhari). Namun agar hati tetap kuat, dibutuhkan keseimbangan antara iman dan kesehatan mental. Berikut lima refleksi spiritual agar merawat orang tua bukan sekadar beban, tapi menjadi perjalanan jiwa yang penuh lapang. 1. Curhat dan Menangislah di Hadapan Allah Ketika penulis merasa suntuk, lelah fisik dan mental. Tempat yang paling nyaman adalah bersujud lama setiap shalat sembari meluapkan tangisan dibalut curhatan pilu. Dalam setiap air mata menetes berharap dikuatkan pundak, pikiran, dan hati untuk super kuat dan sabar menghadapi bapak yang kesehatannya selalu menurun. Entah kenapa  setelah menangis itu selalu datang ketenangan. Allah berfirman: الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَتَطْمَىِٕنُّ قُلُوْبُهُمْ بِذِكْرِ اللّٰهِۗ اَلَا بِذِكْرِ اللّٰهِ تَطْمَىِٕنُّ الْقُلُوْبُۗ “Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra’d: 28) Menurut Imam Al-Ghazali, menangis dalam doa adalah bentuk kelembutan hati dan tanda cinta hamba kepada Tuhannya. Jadi jangan menahan air mata, biarkan menjadi cara menyembuhkan jiwa yang letih. Dalam setiap sujud, sampaikan lelah dan harapan. Sebab kadang, yang menyembuhkan bukan jawaban, tapi ketenangan setelah berdoa. Dalam psikologi, menangis disebut emotional release yaitu cara alami tubuh membuang stres dan hormon kortisol yang menumpuk. Saat seseorang menangis dalam doa, ia tidak hanya melepaskan beban emosional, tapi juga menumbuhkan rasa aman karena merasa didengar. 2. Menemukan Cahaya Lewat Ibadah Bersama Ketika jawaban dokter tidak memberikan kepastian, penulis mengajak bapak untuk mengaji bersama. Walau aku yang mengaji lalu bapak mengikutinya, tapi suasana begitu khidmat. Kadang suara kami bergetar, tapi ayat demi ayat terasa menenangkan. Seolah Allah berbicara langsung kepada kami, bahwa dalam kesulitan, kesakitan masih ada kasih sayang Allah yang menyertai.  Dari quality time itu penulis menemukan makna bahwa tidak ada waktu yang sia-saia ketika membersamai orang tua yang sakit.  Sebagaimana firman Allah:  وَقَضٰى رَبُّكَ اَلَّا تَعْبُدُوْٓا اِلَّآ اِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسٰنًاۗ “Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu…” (QS. Al-Isra: 23) Merawat orang tua bukan beban, tapi ladang pahala. Saat lelah datang, ingatlah, Mungkin di dunia, tangan kita yang menyuapi mereka, tapi di akhirat tangan merekalah yang akan menarik kita menuju rahmat Allah/surga. Dalam Islam, ibadah keluarga seperti doa bersama, zikir, dan tilawah menjadi ladang pahala. Secara psikologis, kegiatan ini membangun shared meaning, makna bersama yang menumbuhkan optimisme. Selain itu psikologi menyebut kegiatan spiritual bersama orang yang kita cintai dapat meningkatkan bonding dan hormon oksitosin dimana hormon kasih sayang yang menenangkan jiwa. Ketika membaca Al-Qur’an bersama orang tua, hati kita tidak hanya tenang, tapi juga saling menguatkan dalam iman. Baca juga: Jangan Panik! Ini Cara Nabung di Tengah Inflasi Biar Tetap Untung 3. Mengeluh dengan Ibu, Mendapatkan Arti Sabar Dinamika merawat orang tua sakit adalah terbatasnya mobilitas termasuk ketika mudik tidak bisa bersama-sama bahkan mau pergi untuk healing saja merasa bersalah karena kepikiran bapak yang terbaring dirumah. Saat itu penulis merasa jenuh merawat bapak, sebelum tidur biasanya deep talk sama ibu. Suatu kali penulis  bertanya pada ibu, “Kenapa keluarga kita diuji dengan bapak sakit bertahun-tahun, mau liburan nggak bisa, harus hemat juga, kenapa kok berat ujian ini bu?” Beliau menjawab lembut, “Nak, dibalik ujian itu ada tanda Allah sayang sama hambanya, dengan ujian Allah ingin hambanya naik kelas/derajatnya naik lebih mulia. Dan percayalah nak setiap puasa ada hari raya, setiap hujan ada pelangi, setiap ujian pasti ada hikmah.” Kalimat itu menampar sekaligus memeluk. Penulis akhirnya belajar bahwa sabar bukan berarti tidak lelah, tapi tetap memilih bersyukur meski keadaan tak berubah. Kalimat sederhana itu jika ditelaah secara  psikologis menumbuhkan positive reframing yaitu kemampuan melihat kebaikan dalam kesulitan. Inilah sabar sejati, bukan tanpa air mata, tapi tetap bersyukur meski mata basah.  Allah sudah menegaskan: وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوْفِ وَالْجُوْعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الْاَمْوَالِ وَالْاَنْفُسِ وَالثَّمَرٰتِۗ وَبَشِّرِ الصّٰبِرِيْنَ Artinya: “Kami pasti akan mengujimu dengan sedikit ketakutan dan kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Sampaikanlah (wahai Nabi Muhammad,) kabar gembira kepada orang-orang sabar.” (QS. Al-Baqarah: 155) Sabar bukan berarti menahan emosi tanpa keluh, tapi kemampuan menerima dan tetap berbuat baik di tengah luka. Rasa jenuh dan putus asa itu manusiawi. Dalam psikologi, berbagi cerita pada orang yang dipercaya adalah bentuk self-compassion, cara menenangkan diri lewat empati. Nabi Ayyub a.s. pun pernah mengeluh kepada Allah ketika diuji sakit:  4. Bersedekah dan Melihat Hikmah dari Ujian Ketika bapak sakit tak kunjung sembuh, aku teringat sabda Nabi: “Obatilah orang-orang sakit di antara kalian dengan sedekah.” (HR. Baihaqi) Di tahun 2022 penulis berinisiatif saat Idul Adha berkurban kambing di masjid terdekat sebagai ikhtiar untuk meringankan rasa sakit bapak dan sebagai bentuk ikhlas dalam menghadapi apapun ujian. Namun menjelang akhir tahun 2022, bapak telah dipanggil oleh Allah. Dari Situ aku sadar bahwa dalam kesakitan tidak dijawab dengan kesembuhan melainkan dengan ketiadaan yang mengajari diri ini lebih ikhlas dan pasrah kepada Sang Pencipta. Di saat diri masih trauma akan kehilangan bapak, 2 tahun kemudian Allah memberi hadiah dengan mengundang  aku dan ibu berangkat umrah melalui jalan yang tidak disangka-sangka. Dari situ penulis menyakini bahwa Allah tidak pernah menutup pintu balasan bagi orang yang sabar dan ikhlas. Sedekah tak hanya menolong orang lain, tapi juga menyehatkan jiwa. Penelitian psikologi positif menunjukkan bahwa memberi atau membantu orang lain memicu produksi dopamin dan serotonin (hormon kebahagiaan). Saat seseorang memberi dari hatinya, ia sesungguhnya sedang menyembuhkan diri. Dari sisi spiritual, Allah…

Read More
merawat orang tua sakit

Diangkat Dari Kisah Nyata! Ini Tantangan Tak Terduga Dalam Merawat Orang Tua Sakit!

Surabaya – 1miliarsantri.net: Seiring usia lanjut, orang tua pasti mengalami penurunan kesehatan. Cepat atau lambat, setiap anak akan menghadapi situasi di mana mereka harus merawat orang tua yang sakit.  Sakitnya orang tua di usia senjabukan sekedar sakit ringan, tapi bisa berupa penyakit serius yang membutuhkan pendampingan penuh. Terkadang proses sembuh lama bahkan tak ada harapan untuk sembuh. Merawat orang tua sakit bukan sekadar tugas, tetapi perjalanan panjang yang sarat tantangan dari sisi emosional, finansial, waktu, hingga kesehatan mental.  Islam sendiri telah memberi pedoman agar anak tetap sabar dan berbakti selama merawat orang tua sakit. Hal itu juga karena merawat orang tua juga memiliki tantangan yang tidak main-main, seperti jenis tantangan yang akan kita jelaskan di bawah ini: 1. Ujian Kesabaran Menghadapi Orang Tua yang Rewel Saat sakit, orang tua sering kali menjadi lebih sensitif dan muncul sifat kekanak-kanakannya. Penulis pernah ada di posisi merawat bapak stroke setengah badan. Ada satu momen yang masih membekas, saat itu habis membersihkan rumah dan menyelesaikan deadline kerja (WFH), bapak minta makan. Lalu berusaha menyuapi makanan, karena bapak nggak sanggup makan sendiri. Tiba-tiba bapak ngomel karena makannya tidak hangat dan terasa tidak enak. Hingga akhirnya ketika suapan kedua, bapak menolak dan menumpahkan piring yang aku pegang. Jujur saat itu hati terasa ngilu, hembusan nafas amarah muncul, mata pun berair dan rasanya mau memecahkan piring. Tapi apa daya, hanya bisa membersihkan tumpahan itu. Dan langsung ke kamar untuk shalat, saat sujud baru bisa melampiaskan teriakan amarah karena lelah menghadapi rewelnya bapak. Untuk bisa mengendalikan emosi itu karena ingat firman Allah dalam surat  Al-Isra’ ayat 23: وَقَضٰى رَبُّكَ اَلَّا تَعْبُدُوْٓا اِلَّآ اِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسٰنًاۗ اِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ اَحَدُهُمَآ اَوْ كِلٰهُمَا فَلَا تَقُلْ لَّهُمَآ اُفٍّ وَّلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيْمًا Artinya: “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah engkau membentak mereka, dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” Ayat ini menegaskan bahwa kesabaran dalam menghadapi sikap orang tua, bahkan ketika mereka rewel karena sakit adalah bagian dari ketaatan kepada Allah. 2. Tantangan Finansial yang Berat Tidak sedikit keluarga yang kesulitan dengan biaya pengobatan. Saat bapak di diagnosa stroke dan jantung lemah, dokter menyarankan operasi ring jantung dengan biaya ratusan juta rupiah.  Saat itu tidak memiliki BPJS, asuransi kesehatan atau tabungan. Hal itu membuat keluarga hanya bisa pasrah dan berdoa kepada Allah agar diberi keajaiban atau kemudahan. Atas izin Allah, bapak terlepas dari masa kritis itu. Walaupun tidak jadi operasi, Allah  masih diberi kesempatan hidup beberapa tahun. Sungguh Maha Besar Allah kepada hambanya yang lemah dan meminta pertolongan. Dari situ sebagai seorang anak mulai sadar untuk mengurus BPJS bahkan menyisihkan uang untuk tabungan darurat untuk kesehatan bapak.  Teringat Dulu orang tua masih sehat, ketika anaknya sakit, apapun dikorbankan orang tua. Kini giliran anak berjuang untuk kesembuhan orang tua, walau sungguh berat ujian ini. Rasulullah SAW bersabda:  “Cukuplah seseorang berdosa bila ia menelantarkan orang yang menjadi tanggungannya.” (HR. Abu Dawud) Hadis ini menegaskan pentingnya tanggung jawab anak, termasuk dalam aspek finansial. Kalau meniatkan kerja untuk orang tua, insyaallah ada saja rezeki datang tak disangka dan di waktu tak terduga. Baca juga: Wow Ini Daftar Masjid Terbesar di Dunia! No 1 Paling Indah! 3. Membagi Waktu Antara Studi, Bekerja dan Merawat Orang Tua Sakit Membagi waktu juga menjadi tantangan besar. Pernah suatu kali bapak masuk ICU tepat saat ujian praktik kuliah semester delapan. Tragedi itu membuat bimbang antara mengurus ayah atau menunda kuliah. Namun setelah shalat malam, muncul energi baru untuk menyelesaikan tugas di sela-sela kelelahan. Alhamdulillah tahun 2019 (sebelum covid)  bisa lulus kuliah tepat waktu dan bisa melihat bapak senyum bangga atas kelulusan anaknya. Dan ketika mulai berkarir pun setelah pulang kerja berusaha pulang tepat waktu, meminimalisir untuk nongkrong. Pulang kerja sibuk menyuapi, bersih-bersih, mengaji bareng dan mengajak ngobrol bapak agar tidak kesepian. Mungkin merawat orang tua membatasi aktivitas. Tapi hal itu lebih baik daripada menanggung rindu ketika orang tua tiada.  Rasulullah SAW pernah bersabda tentang pentingnya berbakti kepada orang tua bahkan dibanding jihad yang diriwayatkan di hadis HR. Bukhari dan Muslim. Seorang sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, amal apakah yang paling dicintai Allah?” Beliau menjawab, “Shalat tepat pada waktunya.” Ia bertanya lagi, “Kemudian apa?” Beliau menjawab, “Berbakti kepada kedua orang tua.” Ia bertanya lagi, “Kemudian apa?” Beliau menjawab, “Jihad di jalan Allah.” Hadis ini memberi gambaran bahwa mendampingi orang tua, bahkan saat kita sibuk dengan studi atau pekerjaan, tetap menjadi amal besar yang tidak boleh diabaikan. Baca juga: Me Time Ala Islam! Nggak Cuma Santai, Tapi Bisa Jadi Ladang Pahala! 4. Stres dan Kelelahan Menghadapi Keputusasaan Merawat Orang Tua Merawat orang tua sakit yang tak kunjung sembuh dapat menimbulkan kelelahan fisik dan mental.  Ada masa ketika bapak terlihat diam, putus asa, dan enggan melakukan terapi. Kondisi ini membuat keluarga yang merawat ikut kehilangan semangat. Pernah suatu kali, penulis memberanikan diri curhat melalui DM kepada Ayu Kartika Dewi, seorang aktivis toleransi yang juga mantan staf khusus Presiden Jokowi. Beliau terkenal   responsif dan friendly kepada followernya.  Waktu itu curhat seputar keputusasaan merawat bapak yang tak kunjung sembuh.  Beliau membalas DM dengan kalimat yang berhasil mengisi kekosongan hati penulis saat itu:  “Merawat orang tua yang menua dan sakit memang bukan urusan sederhana, apalagi jangka panjang. Kalau kamu dan Ibu lelah, coba gantian ‘cuti’ beberapa hari supaya ada jeda istirahat. Karena kita tidak bisa menuang dari teko yang kosong. Kita harus cukup kuat supaya bisa menopang orang lain.” Pesan ini membuka mata, bahwa kesehatan mental anak yang merawat juga harus dijaga. Rasulullah SAW sendiri pernah bersabda:  “Sesungguhnya tubuhmu punya hak atasmu.”(HR. Bukhari) Artinya, anak tidak boleh mengabaikan dirinya sendiri. Menjaga emosi, beristirahat, bahkan mencari waktu sejenak untuk mengisi ulang energi adalah bagian dari ibadah. Sebab, bagaimana mungkin bisa memberi semangat pada orang tua yang sakit kalau diri sendiri sudah kehabisan tenaga? Merawat orang tua sakit memang melelahkan, terasa seperti perjalanan panjang tanpa ujung. Namun dibalik letih itu, ada pelajaran berharga, tentang kesabaran yang ditempa, tentang cinta yang diuji,…

Read More