5 Fase Penulisan Al-Qur’an Sejak Masa Rasulullah Hingga Saat Ini

Bekasi – 1miliarsantri.net: Al-Qur’an adalah kalam Allah, firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad ﷺ melalui Malaikat Jibril. Al-Qur’an bukanlah ciptaan manusia, melainkan wahyu illahi yang menjadi pedoman hidup bagi umat manusia, khususnya seluruh umat Islam. Banyak yang bertanya, apakah Al-Qur’an saat ini sama dengan Al-Qur’an saat diterima Nabi Muhammad Salallahu Alaihi Wasallam ataukah berbeda? Baca juga : Investasi Akhirat ‘Bantu Bebaskan Lahan’ Untuk Pondok Pesantren Al Quran Fajar Ashshiddiq Patut diketahui, secara prinsip Isi Al-Qur’an sejak Rasulullah menerima wahyu pertama hingga saat ini adalah sama. Firman Allah yang diterima Nabi Muhammad selama 23 tahun itu tercatat dengan baik dari masa ke masa dan dalam pemeliharaan Allah. “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (QS. Al-Hijr: 9). 5 Fase Penulisan Al-Qur’an Sejak pertama kali Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad, terdapat 5 (lima) fase penulisan kitabullah yang perlu dipahami. Tidak ada perbedaan isi Al-Qur’an, yang berbeda hanya cara penulisannya. Fase Pertama: Penulisan Langsung, yang mana penulisan setiap potongan ayat saat itu juga ketika wahyu diturunkan, Rasulullah ﷺ kemudian memanggil para sahabat untuk menuliskan dihadapannya. Ada 4 sahabat nabi yang menuliskan ayat-ayat Allah yang diterima oleh Nabi Muhammad, diantara mereka ada yang merupakan penghafal Al-Qur’an. Para sahabat itu, Zaid bin Tsabit, Muawiyah Ibn Abi Sufyan, Ubaid bin Ka’ab (penghafal qur’an) dan Zubair Nawab. Baca juga : ‘Spirit Mencetak Pemimpin Qurani Menuju Indonesia Emas 2045’, Dipilih Jadi Tema ‘Wisuda Akbar Ke-XI’ Ponpes Darul Hijrah se Jawa Timur Zaid bin Tsabit mengatakan, Rasul mendiktekan Al-Qur’an dan meminta sahabat membaca sesudahnya, lalu Rasulullah mengkoreksi bacaannya/tulisannya. Lalu diijinkan untuk disampaikan kepada sahabat-sahabat dan kaum muslimin Madinah saat itu. Pada fase tersebut, ayat-ayat Qur’an ditulis dalam bentuk potongan pada media seperti pelepah kurma, papan, batu, kulit binatang dan lainnya, belum dalam bentuk buku yang tersusun rapi seperti saat ini. Fase Kedua: Pengumpulan tulisan-tulisan sebelumnya dalam 1 shuhuf, kemudian ditulis ulang dalam lembaran kertas dikumpulkan menjadi satu / mushaf induk. Kegiatan penulisan tersebut dilakukan zaman Abubakar Siddik Radhiyallahu’Anhu (atas saran Umar Bin Khattab Radhiyallahu’Anhu). Baca juga : Ikatan Keluarga Minangkabau ‘IKM’ Ende Buka Taman Pendidikan Al-Qur’an ‘Al Istiqomah’ Fase Ketiga: Disalin Ulang, Mushaf induk zaman Abubakar, mushaf induk tersebut disalin ulang, atau diperbanyak istilah sekarang dicopy menjadi mushaf-mushaf yang banyak. Kegiatan tersebut berlangsung pada masa sahabat Utsman Bin Affan Radhiyallahu’Anhu. Kemudian mushaf-mushaf dikirim atau disebar ke negeri-negeri atau kota-kota kaum muslimin bersama qari yang mutkin (mumpuni keilmuannya). Seperti kota Makkah, Syam, Basyrah, Kuffah dan lainnya. Fase Keempat: Kaum Muslimin Menulis Ulang / Memperbanyak Mushaf. Mushaf yang dikirim dari Madinah bersama qari yang mutkin, misal ketika ada di Syam kemudian diperbanyak lagi / ditulis ulang (disalin) dan berlanjut seterusnya, namun tetap terjaga keasliannya. Baca juga : Gratis! ‘Pelatihan Guru Ngaji’ Pusat AlQuran Indonesia, Terbatas Untuk 100 Orang Fase Kelima: Muncullah Kitab-kitab yang ditulis para Ulama yang memberikan penetapan tentang kekhususan-kekhususan penulisan Qur’an (Ilmu Rasmil Masail). Mushaf meskipun dalam bahasa Arab ada pembahasan kaidah-kaidah antara penulisan dan pembacaannya. misalnya ayat “Maalikiyaumiddin” dalam penulisan tidak ada alif (hanya Mim, Lam, Kaf), namun mim dibaca panjang, ada yang juga yang dibaca pendek. inilah yang disebut kaidah-kaidah penulisan mushaf. Inilah lima fase penulisan Al-Qur’an, semoga artikel ini menjadi salah satu literasi bagi kaum muslimin bahwa Al-Qur’anul Karim ditulis dalam beberapa fase hingga saat ini.** Sumber: Catatan Pribadi Redaksi Dalam Kelas Khusus Tajwid Mushawwar Batch 4, Qothrunnadaa Learning Center (https://qothrunnadaa.id/). Penulis dan Editor : Thamrin Humris Foto : Ilustrasi

Read More

Menata Sandal Kyai, Ladang Berkah Santri

Surabaya – 1miliarsantri.net: Sangat mafhum dikalangan Pesantren bahwa santri tidak hanya berfokus pada belajar saja, tapi juga harus disertai dengan khidmah, khidmah kepada ilmu, khidmah kepada guru, khidmah kepada pondok dan sebagainya, berkhidmah merupakan ladang barokah yang menjadi bahan buruan para santri. Khidmah sendiri sudah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW dan para ulama’ lainnya, Seperti halnya Sahabat Ibn Abbas saat masih kecil menjadi Pelayan Nabi dengan melayani menyiapkan Air Wudhu’ untuk nabi, lalu nabi mendoakan Ibnu Abbas dengan doa yang juga sudah familiar di kalangan kita yakni “ اللّهُمَّ فَقِّهْهُ فِي الدِّينِ، وَعَلِّمْهُ التَّأْوِيلَ “(Ya Allah… Berilah Pemahaman Agama kepada Ibn Abbas dan Pengetahuan Takwil”. Tentu itu mungkin hal sepele hanya menyiapkan air tapi hasil berkahnya sangat luar biasa, sahabat Ibn Abbas menjadi sahabat yang paham agama luas dan pemahaman Tafsir Takwil yang luar biasa. Menata Sandal Guru/Kyai/Ulama Ada hal sepele yang mungkin juga jadi perhatian kita di pesantren namun banyak diburu santri, yakni Menata Sandal Guru/Kyai/Ulama. Ini sudah menjadi tradisi turun temurun sebagai ladang berkah, bagi santri ini menjadi hal yang harus dilakukan, menata sandal kyai, setiap hari menanti/menunggu terlebih dahulu di depan tempat dimana kyainya beranjak pergi atau masuk ke rumah. Mungkin bagi orang yang tidak pernah mondok, budaya santri membalik sandal kyai ini dinilai berlebihan. Entahlah, tapi yang pasti budaya santri membalik sandal kyainya sudah dilakukan sejak zaman Rasulullah hingga hari ini. Rasululullah Mendoakan Anak Kecil Yang Merapikan Sandalnya Suatu ketika ada seorang bocah namanya Salman, mungkin usianya masih belasan tahun. Dia selalu datang ke masjid ketika Rasulullah belum tiba di sana. Setelah Rasulullah tiba, dia dengan segera membalikkan dan merapikan sandal Rasulullah. Perbuatan itu dilakukannya setiap hari, sehingga membuat Rasulullah menjadi penasaran siapa sebetulnya yang selalu membalikkan sandalnya. Untuk mengetahui siapa gerangan yang membalik sandalnya, Rasulullah sengaja bersembuyi untuk mengetahui siapa yang selalu merapikan dan membalik sandalnya. Saat itu Rasulullah mendapati seorang anak kecil berusia belasan tahun yang tidak lain adalah Salman. Mengetahui hal itu, Rasulullah berdoa memohon kepada Allah agar Salman dijadikan orang alim dan ahli fikih. Singkat cerita, setelah Salman dewasa dia benar-benar menjadi orang alim dan seorang fuqaha atau ahli fikih. Kisah Pendiri Muhammadiyah Dan Pendiri Nahdlatul Ulama Kisah lelaku menata sandal ini juga pernah terjadi pada dua ulama besar Indonesia, masing-masing dari mereka mendirikan ormas terbesar di Indonesia, yaitu KH. Ahmad Dahlan, pendiri ormas Muhammadiyah dan KH. Muhammad Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama. Beliau berdua waktu nyantri di tempat Kiai Sholeh Darat Semarang selalu berebut untuk menata sandal Kiai Sholeh Darat. Melihat perbuatan kedua santrinya tersebut. Kedua santri ini akhirnya memperoleh tempat istimewa di mata Kiai Sholeh Darat. Dari hal yang mungkin dirasa sepele namun menyimpan rahasia keberkahan yang besar, sebuah sandal yang ditempelkan ke Guru bisa menjadi Relasi dan Wasilah mulia bagi yang mau untuk berkhidmah.Karena menurut ulama, lebih dari separuh ilmu didapat karena kuatnya hubungan emosional antara santri dan gurunya. قال بعضهم: سبعون فى مائة أنّ العلم ينال بسبب قوة الرابطة بين المريد وشيخه Bahwa tujuh puluh persen ilmu itu didapat karena kuatnya hubungan batin antara santri dan kyai_nya. Santri boleh ragu atas dirinya, tapi jangan sekali-kali seorang santri mempunyai keraguan atas gurunya, atas keberkahan gurunya. Dan alhamdulillah tradisi menata sandal kyai dengan cara membaliknya masih terus dilakukan dan dilestarikan para santri kepada gurunya di mana pun berada. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan keberkahan untuk kita semua dengan wasilah kecintaan & kepatuhan kita terhadap guru-guru. Penulis : Mukhid Khoirul AzibPesantren Mahasiswa AnnawawiJum’at 13 Juni 2026 Editor : Thamrin Humris dan Toto Budiman

Read More

Serba-Serbi ‘Qurban’ Yang Perlu Kamu Ketahui

Surabaya – 1miliarsantri.net: Umat Islam disegenap penjuru bumi bergembira menyongsong Hari Raya Qurban atau Iedul Adha, hari raya yang di dalamnya ada ritual ibadah yang sangat mulia yaitu berqurban, menyembelih hewan qurban terbaik sebagai bentuk ketaatan kepada Allah, sebagaimana telah dicontohkan dan dilaksanakan oleh Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail. Pengertian Qurban Qurban menurut etimologi diambil dari bahasa Arab قربا-يقرب -قرب   yang artinya “dekat”, sedangkan secara syara’ adalah “Mendekatkan diri kepada Allah dengan mengerjakan sebagian perintah-Nya.” Bisa juga dikatakan أضحية  “hewan sembelihan”, sedangkan secara syara’ adalah “Hewan yang dikurbankan pada hari tertentu ( 10-13 Dzulhijjah ) dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah. Maka kita biasa menyebutnya dengan ‘Iedhul Qurban/’Iedhul Adha. Kapan awal disyariatkannya qurban? Sebenarnya qurban sudah disyariatkan mulai zaman Nabi Adam ‘alaihissalam, yaitu ketika Allah Subhanahu wata’ala memerintahkan Qobil dan Habil untuk mengkorbankan hartanya. Maka Qobil yang seorang petani dia memberikan hasil panennya yang biasa-biasa saja, sedangkan Habil yang seorang peternak dia memberikan domba ternak terbaik yang dimilikinya. Setelah mereka berkumpul untuk memberikan qurbannya, Allah menerima dan mengangkat qurban yang diberikan oleh Habil ke langit, yang nanti domba ini akan diberikan kepada Nabi Ibrahim ‘alahissalam sebagai ganti putranya ( Nabi Ismail ‘alahisalam ) untuk diqurbankan. Akan tetapi syari’at qurban dengan menyembelih hewan ternak pertama kali ini dilakukan oleh Nabi Ibrahim ‘alahissalam atas perintah Allah Subhanahu wata’ala, sebagaimana yang dikisahkan dalam Qs. as-Saffat ayat 102-107. Dan qurban pertama kali disyariatkan kepada ummat Baginda Nabi Muhammad Shalallahu ‘alahi wasalam pada tahun 2 Hijriyah, bersama dengan sholat ‘Ied dan zakat maal. Hukum berqurban Allah Subhanahu wata’ala berfirman; فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْۗ “Maka, laksanakanlah shalat karena Tuhanmu dan berkurbanlah!” Baginda Nabi Muhammad Shalallahu ‘alahi wasalam juga bersabda ; عَنْ َأبِي هُرَيْرَة: َأنَّ رَسُوْل اللهِ صلى الله عليه وسلم قال : مَنْ كَانَ لهُ سَعَة وَلمْ يَضَحْ فَلا يَقْربَنَّ مُصَلَّانَا (رواه احمد وابن ماجه) Artinya: “Dari Abu Hurairah, “Rasulullah SAW telah bersabda, barangsiapa yang mempunyai kemampuan, tetapi ia tidak berkurban maka janganlah ia mendekati (menghampiri) tempat shalat kami,” (HR Ahmad dan Ibnu Majah).Maka Syaikh Abu Bakar Syattho mengatakan dalam kitabnya; يسن متأكدا لحر قادر تضحية “Menyembelih hewan qurban itu sunnah mu’akkad bagi orang yang merdeka dan mampu.” Keutamaan berqurban عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا عَمِلَ آدَمِيٌّ مِنْ عَمَلٍ يَوْمَ النَّحْرِ أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ مِنْ إِهْرَاقِ الدَّمِ إِنَّهَا لَتَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِقُرُونِهَا وَأَشْعَارِهَا وَأَظْلَافِهَا وَأَنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنْ اللَّهِ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ مِنْ الْأَرْضِ فَطِيبُوا بِهَا نَفْسًا Artinya: “Aisyah menuturkan dari Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam bahwa beliau bersabda, “Tidak ada suatu amalan yang dikerjakan anak Adam (manusia) pada hari raya Idul Adha yang lebih dicintai oleh Allah dari menyembelih hewan. Karena hewan itu akan datang pada hari kiamat dengan tanduk-tanduknya, bulu-bulunya, dan kuku-kuku kakinya. Darah hewan itu akan sampai di sisi Allah sebelum menetes ke tanah. Karenanya, lapangkanlah jiwamu untuk melakukannya”.” (Hadits Hasan, riwayat al-Tirmidzi: 1413 dan Ibn Majah: 3117). Ketentuan Hewan Qurban dan Waktu Penyembelihan Syarat hewan qurban ; – Kambing kibas usia 1 tahun atau yang sudah copot giginya meskipun belum genap setahun- kambing kacang usia 2-3 tahun. – Sapi usia 2 tahun. – Unta usia 5 tahun. Hewan-hewan tersebut tentu harus dalam kondisi yang sehat dan tidak ada cacat sedikitpun, dan hewan qurban disembelih dengan niat qurban karna Allah.Adapun waktu penyembelihan yaitu mulai naiknya matahari tanggal 10 Dzulhijjah sampai akhir dari hari tasyrik ( 13 Dzulhijjah ).** Penulis : Imam Zakaria / @aliif.miiim Editor : Thamrin Humris dan Toto Budiman

Read More