
Peran AI (Artificial Intelligence) dalam Pendidikan: Pahlawan atau Musuh Baru?
Surabaya – 1miliarsantri.net : Bayangkan kamu belajar Matematika tapi bukan guru yang ngajar, melainkan aplikasi yang bisa tahu dimana letak kesalahanmu, kasih kamu soal sesuai kemampuanmu dan bahkan bisa memberi penjelasan berulang kali dengan cara yang lebih mudah kamu mengerti. Nah, itulah salah satu bentuk kehadiran AI (Artificial Intelligence) dalam pendidikan. Akhir-akhir ini AI (Artifial Intelligence) atau kecerdasan buatan ini ramai dibicarakan dan diperdebatkan. Kehadirannya dalam di dunia pendidikan menjadi dilema, apakah ini kabar baik atau alarm bahaya? Apakah AI menjadi pahlawan yang memudahkan kita belajar atau musuh baru yang diam-diam merusak semangat belajar kita? Ketika AI Menjadi Pahlawan di Kelas Bayangkan, kamu punya tutor yang selalu siap sedia 24 jam, tidak pernah lelah dan bisa ngajar sesuai gaya belajarmu. Tidak dapat dipungkiri, AI sudah banyak membantu pelajar (baik siswa dan mahasiswa) zaman sekarang. Mulai dari fitur autocorrect, translate, sampai platform belajar seperti duolingo, chatgpt, deepseek yang menggunakan AI untuk membantu kita belajar dengan cara yang personal. AI bisa menjadi teman belajar pintar yang ngga nge-judge dan selalu siap sedia 24/7. Saat kamu tidak paham konsep trigonometri, AI bisa memberimu penjelasan dengan gaya yang berbeda-beda sampai kamu paham. Tidak perlu menunggu waktu kosong untuk menemui guru dan tidak perlu malu bertanya berulang kali saat kamu masih merasa kurang paham. Menurut laporan UNESCO (2023), dalam dokumen Technology in Education: A Tool on Whose Therms? Implementasi AI dalam pendidikan meningkat pesat. Terutama sejak pandemi COVID-19. AI dianggap sebagai salah satu solusi pembelajaran daring yang adaptif. Menurut organisasi OECD AI tidak hanya memudahkan para pelajar dalam mencerna materi, namun juga memudahkan para guru dalam mencari ide dan bahan ajar. Selain untuk mencari bahan ajar, AI juga membantu guru dalam urusan administrasi, analisis nilai pelajar hingga memberi rekomendasi soal remedial. Dengan begitu guru bisa lebih fokus mendampingi siswa, memimpin diskusi dan membentuk karakter siswa. Istilah mudahnya, AI seperti google yang naik level. Yang tidak hanya bisa membantu memberi informasi, namun juga membantu memproses dan memahami informasinya. Ancaman Ketergantungan Teknologi Meski terdengar sempurna, AI tetap memiliki dampak negatif. Salah satu dampak negatifnya adalah ketergantungan pelajar terhadap AI. Penelitian studi dari Education Week (2024) mengungkapkan bahwa sekitar 22% pelajar di Amerika Serikat menggunakan AI dalam menyelesaikan tugas akademik. Sedangkan, di Indonesia sendiri menurut survei dari Tito dan Jakpat, 87% pelajar di Indonesia menggunakan AI untuk mengerjakan tugas akademik. Indonesia juga menduduki peringkat tiga pengguna AI terbanyak di dunia. Sebanyak 1,4 milyar kunjungan platform-platform AI. Hal ini menunjukan betapa besar antusiasme dan potensi AI di kalangan masyarakat. Menghambat Kemampuan Berpikir Kritis dan Penurunan Kognitif Pelajar Selain ketergantungan teknologi, AI juga memberikan dampak negatif yang cukup berdampak pada pelajar. Ketergantungan AI dapat menghambat kemampuan berpikir kritis dan menurunkan penurunan kognitif. Studi dari Education Week (2024) menyatakan. Bahwa, 1 dari 5 dari pelajar di Amerika menggunakan AI untuk menyelesaikan tugas akademiknya tapa benar-benar memahami prosesnya. Fenomena ini, memperlihatkan gejala ‘malas berpikir’ dimana pelajar kehilangan proses trial and eror pada proses belajarnya, tidak terbiasa menganalisis suatu informasi dan menurunkan kemampuan probelm solving, karena terbiasa menyalin dan menyerahkan. Ketika AI terus menerus diandalkan dalam berpikir dan membuat keputusan, otak tidak terlatih secara optimal. Sehingga menyebabkan penurunan kemampuan mengingat dan memahami konsep karena proses belajar pasif, menurunkan kepercayaan diri intelektual dan kesulitan berpikir kritis karena terbiasa mendapat bantuan jawaban isntan dari AI. Peran Guru VS AI (Artificial Intelligence) dalam Pendidikan Kemajuan teknologi AI bukan berarti AI mampu menggantikan peran guru. AI bisa saja menyampaikan materi secara efisien, namun AI tidak dapat menggantikan relasi manusia dalam pendidikan. Dr. Muhammad Ihsan, dosen teknologi pendidikan Universitas Negeri Jakarta dalam seminar nasional pendidikan digital (2023) menyatakan bahwa guru tetap berperan penting dalam membeimbing nilai-nilai, membangun empati dan panutan moral bagi siswa. Guru tidak hanya berfungsi sebagai penyalur ilmu, namun sebagai pembentuk karakter dan jembatan emosi yang tidak bisa tergantikan oleh teknologi manapun. Dalam hal ini, guru dan kecerdasan buatan (AI) merupakan kolabolator bukan kompetitor. Keduanya adalah dua aspek yang seharusnya bisa menjadi kolaborasi yang bagus dan saling mendukung guna menciptakan pengalaman belajar yang lebih adaptif dan berwarna. Musuh atau Pahlawan? Pada akhirnya, jawaban dari pertanyaan ini kembali lagi pada kebijakan masing-masing individu. Sekali lagi, AI hanyalah alat yang menunjang kemajuan teknologi yang diciptakan untuk mempermudah manusia. Tugas kita bukan menolak teknologi, namun memastikan penggunaannya tetap berpihak pada manusia serta etika dan nilai-nilai pendidikan itu sendiri. Kecerdasan buatan dalam pendidikan ibarat dua sisi mata uang: di satu sisi ia mampu menjadi pahlawan yang mempermudah pembelajaran, namun di sisi lain juga berpotensi menjadi musuh yang mengikis nilai-nilai esensial pendidikan jika tak dikendalikan dengan bijak. Kunci utamanya terletak pada bagaimana kita, para pendidik dan pembuat kebijakan, mampu memanfaatkan AI secara proporsional sebagai alat bantu, bukan pengganti peran manusia demi menciptakan masa depan belajar yang inklusif, beretika, dan bermakna. Kontributor : Salwa Aulia Editor : Toto Budiman