Tradisi Maulid: Merawat Spiritualitas di Tengah Modernitas

Malang – 1miliarsantri.net : Di tengah derasnya arus digital dan tuntutan produktivitas, tradisi Maulid menjadi nafas penting sebagai penghubung manusia dengan akhlak dan rasa syukur. Tradisi Maulid bukan sekadar seremonial budaya, melainkan ruang refleksi spiritual yang mampu menjaga keimanan ketika dunia menggeser makna dengan kecepatan dan kemewahan.Melalui tradisi Maulid, umat Islam mendapat kesempatan meresapi kembali nilai luhur seperti akhlak, kasih sayang, toleransi, dan kepedulian sosial yang sering dilupakan di tengah kehidupan serba instan dan individualistik. Tradisi ini adalah pengingat bahwa spiritualitas tidak boleh tertinggal di tengah percepatan zaman. Tradisi Maulid sebagai Medium Pendidikan Nilai Tradisi Maulid menyajikan kisah Nabi Muhammad SAW sebagai teladan moral yang hidup. Ceramah dalam tradisi Maulid mengajak pendengar tidak hanya untuk memahami sejarah, tetapi juga menginternalisasi nilai kejujuran, rasa syukur, dan kesederhanaan dalam tindakan sehari-hari. Di berbagai daerah, tradisi Maulid ini dikemas dengan pembacaan Al-Barzanji, pembacaan syair pujian kepada Nabi, hingga shalawat bersama. Semua itu menjadi jembatan antara generasi kini dan akhlak profetik yang terus relevan. Dalam konteks pendidikan karakter, tradisi Maulid bisa menjadi ruang belajar yang menyenangkan namun sarat makna, terutama bagi anak-anak dan remaja yang tumbuh di tengah banjir informasi digital. Tradisi ini menjembatani sebagai nilai-nilai Islam dengan kehidupan kontemporer secara membumi dan emosional. Tradisi Maulid untuk Memperkuat Ikatan Sosial dan Komunitas Lebih dari sekadar ritual, tradisi Maulid menumbuhkan kebersamaan dan kepedulian sosial. Di Yogyakarta dan Surakarta, Grebeg Maulud menjadi contoh tradisi Maulid yang mengakar melalui prosesi arak-arakan gunungan hasil bumi sebagai bentuk syukur dan berbagi rezeki kepada masyarakat. Di Aceh, tradisi memasak Kuah Beulangong secara kolektif menjadi simbol solidaritas yang kental. Sementara di Padang Pariaman, Sumatera Barat, ada tradisi Bungo Lado, yaitu pohon uang dan makanan yang dihias lalu dibagikan kepada panti asuhan dan warga tak mampu. Inilah esensi tradisi Maulid menyentuh hubungan spiritual sekaligus memperkuat simpul-simpul sosial yang rentan tergerus oleh gaya hidup individualistik dan kompetitif. Baca juga: Rahasia Maulid Nabi yang Jarang Diketahui Tradisi Maulid menghadapi Tantangan Modernitas Meski kaya makna, tradisi Maulid menghadapi tantangan nyata di era modernitas. Komersialisasi mulai mengambil tempat di banyak perayaan. Acara yang seharusnya khidmat dan sarat nilai berubah menjadi ajang pamer kemewahan, dengan dekorasi mewah dan konsumsi berlebihan. Lebih jauh, ada juga tradisi Maulid yang dijalankan sekadar formalitas hadir di acara, mendengar ceramah, membaca shalawat, namun minim refleksi dan perubahan diri. Di sisi lain, kehadiran media sosial dan konten digital membawa tantangan tersendiri. Banyak dari berbagai konten tradisi Maulid yang disajikan dengan pendekatan viral, namun dangkal dalam substansi. Padahal, pesan spiritual tidak cukup hanya dikemas menarik ia harus menyentuh dan menggugah kesadaran. Tradisi Maulid bukan sekadar perayaan budaya semata, tetapi cahaya yang menuntun umat menghadapi zaman penuh gegap gempita modernitas. Dengan tradisi Maulid yang dijaga esensinya yang merawat akhlak, memperkuat komunitas, dan menumbuhkan kepedulian spiritualitas akan tetap tumbuh dalam jiwa umat Islam. Semoga tradisi Maulid ini terus lestari sebagai warisan spiritual yang mampu membimbing generasi mendatang untuk tetap berpijak pada nilai-nilai profetik, di tengah dunia yang berubah dengan cepat. Penulis : Ramadani Wahyu Foto Ilustrasi Editor : Iffah Faridatul Hasanah dan Toto Budiman

Read More

Maulid Nabi Muhammad Dalam Tradisi Perayaan Dunia dan Nusantara

Perayaan Maulid Nabi Di Kalangan Umat Islam di Timur Tengah, Afrika, Asia dan Nusantara Kota Bekasi – 1miliarsantri.net: Umat Islam di berbagai belahan dunia merayakan Maulid Nabi. Maulid Nabi merupakan peringatan hari kelahiran Rasulullah yang diperingati setiap 12 Rabiul Awal dalam kalender Hijriyah. Selain sebagai ungkapan syukur, perayaan ini mencerminkan kekayaan budaya umat Islam di seluruh dunia. Muhammad bin Abdullah, dikenal sebagai Nabi Muhammad SAW merupakan utusan terakhir Allah yang mengemban risalah Islam dan membawa rahmat bagi semesta. Kelahiran Nabi Muhammad menjadi waktu yang istimewa bagi umat Islam untuk mengenang sosok agung pembawa risalah Islam dan merefleksikan nilai-nilai luhur yang beliau wariskan. Sejarah Lahirnya Nabi Muhammad Salallahu ‘Alaihi Wasallam Nabi Muhammad SAW lahir pada hari Senin, 12 Rabiul Awal Tahun Gajah (sekitar 570 M) di Makkah. Tahun Gajah dinamai demikian karena pada tahun itu pasukan bergajah pimpinan Abrahah hendak menghancurkan Kaʿbah, namun Allah mengirimkan burung ababil yang menggagalkan penyerangan mereka sebagaimana tercantum dalam Surah Al-Fil:1–5. Lahir dari pasangan Abdullah bin Abdul Muthalib dan Aminah binti Wahab, keturunan Bani Hasyim. Sejak dalam kandungan, Aminah mengalami berbagai tanda luar biasa: mimpi bertemu Nabi Ibrahim, cahaya yang menerangi dunia, dan kedamaian spiritual yang mendalam. Riwayat sejarah juga mencatat beberapa fenomena luar biasa menyertai kelahiran beliau: padamnya api sesembahan Majusi yang telah menyala lebih dari seribu tahun, runtuhnya balkon-balkon istana Kisra di Persia, dan terpancar cahaya terang dari Makkah hingga negeri Syam sebagai isyarat kelahiran pembawa rahmat bagi semesta. Sejarah Perayaan Maulid Nabi Muhammad Di Dunia Islam, Tradisi Maulid Nabi tidak dilakukan pada masa Rasulullah maupun para sahabat. Perayaan ini mulai dikenal pada abad ke-4 Hijriyah oleh Dinasti Fatimiyyun di Mesir. khususnya saat Khalifah al-Mu‘izz li-Dīnillāh mempelopori perayaan hari kelahiran Rasulullah sebagai momen penghormatan dan penguatan identitas keislaman. Sultan Salahuddin al-Ayyūbī kemudian mengadopsi dan menyebarluaskan tradisi ini pada abad ke-12 M sebagai sarana meningkatkan semangat keumatan di tengah Perang Salib. Sementara itu, tokoh seperti Khaizuran binti Atha pada 170 H/786 M memerintahkan warga Madinah dan Makkah untuk merayakan Maulid di masjid Nabawi dan rumah-rumah mereka, menjadikannya praktik yang lebih meluas pada masa itu. Raja Al-Mudhaffar Abu Sa’id Kukburi dari Irbil dikenal sebagai tokoh yang mempopulerkan Maulid dengan perayaan besar dan sedekah hingga 300.000 dinar. Maulid Nabi Di Timur Tengah MESIR : Perayaan Maulid dikenal sebagai Moulid al-Nabi, festival ini berlangsung sepanjang bulan. Jalanan dihiasi lampu warna-warni, masyarakat membuat dan membagikan permen tradisional halawet al-moulid, anak-anak mendapat hadiah, serta digelar zikir bersama, pembacaan sirah, dan parade budaya. IRAK dan SURIAH : Nuansanya lebih khidmat dengan majelis zikir, pembacaan Al-Qur’an, dan tausiyah kelahiran Rasulullah di masjid-masjid besar. Jamaah datang mengenakan pakaian terbaik untuk memperkuat rasa ukhuwah. Maulid Nabi Di Benua Afrika SUDAN : Tradisi didominasi dzikir dan pembacaan qasidah. Kelompok Sufi menampilkan tarian dzikir berkelompok sebagai ekspresi kekuatan spiritual dan cinta kepada Rasulullah. MAROKO : Masyarakat menggelar majelis ilmu, membaca Burdat al-Bushiri, memperbanyak selawat, dan memasak couscous untuk dibagikan kepada tetangga sebagai simbol solidaritas. NIGERIA : Pawai akbar menelusuri kota, ribuan orang melantunkan shalawat, membawa bendera Islam, dan menampilkan kesenian daerah dalam rangka memeriahkan Maulid. Maulid Nabi Di Asia dan Nusantara TURKI : Dikenal sebagai Mevlid Kandili, umat Muslim menggelar pengajian, konferensi, dan kegiatan keagamaan di masjid-masjid besar. Maulid menjadi hari libur nasional, ditandai salat berjamaah dan pembacaan Al-Qur’an. PAKISTAN : Semua bangunan publik, masjid, dan rumah dihias lampu warna-warni. Konferensi Seerat di tingkat federal dan provinsi membahas kehidupan Nabi, lomba puisi naʽat, lomba baca Al-Qur’an, serta sedekah makanan dan permen kepada kaum dhuafa. INDIA : Sehari sebelum Maulid, jalanan, masjid, dan pasar dihiasi lampu warna-warni dan pita hijau—simbol Islam—sebagai persiapan menyambut perayaan keesokan harinya. MALAYSIA : Menjadi hari libur nasional. Umat mengisi Maulid dengan pengajian akbar, pembacaan manāqib, ceramah keagamaan, dan lomba-lomba Islami di masjid maupun sanggar dakwah. BRUNEI DARUSSALAM : Puncak acara berupa “Perarakan Agung” sejauh 4,3 km di Bandar Seri Begawan, dipimpin langsung oleh Sultan, dengan ribuan peserta melantunkan selawat sepanjang jalan. Malam sebelumnya digelar pembacaan Syaraful Anām di Istana Nurul Iman. INDONESIA : Peringatan Maulid bukan sekadar mengenang tanggal lahir Nabi Muhammad SAW, tetapi juga wujud syukur umat Islam atas kelahiran penerang kebenaran dan rahmat bagi semesta (rahmatan lil-‘ālamīn). Di Indonesia, Maulid berkembang menjadi tradisi lokal yang sarat dengan nuansa keagamaan, seperti pembacaan Barzanji, shalawat, dan pengajian. Hal ini tercermin dalam berbagai tradisi Maulid Nabi di tiap daerah sepeti : Tradisi-tradisi ini bukan sekadar seremoni, melainkan ekspresi cinta umat Islam Indonesia kepada Nabi Muhammad SAW. Perayaan Maulid menjadi sarana mempererat silaturahmi, memperkuat nilai-nilai sosial, dan menanamkan keteladanan Rasulullah dalam kehidupan sehari-hari. Di era digital, Maulid bisa menjadi momentum untuk menyebarkan nilai-nilai Islam melalui media kreatif—dari ilustrasi, podcast, hingga konten edukatif.*** Penulis : Oom Komariah Editor : Thamrin Humris Foto istimewa berbagai sumber

Read More