Masjid Nabawi

3 Wisata Religi Madinah Selain Masjid Nabawi

Surabaya – 1miliarsantri.net: Dulu kalau mendengar kota  Madinah yang diingat hanya Masjid Nabawi dan Quba. Tapi setelah mengunjungi Madinah di akhir tahun 2024 jadi tahu bahwa ada 3 masjid dekat Masjid Nabawi yang menyimpan jejak bersejarah sahabat nabi. Pertama kali masuk Masjid Nabawi melalui gate 310. Dalam perjalanannya kesana melewati Masjid Al-Ghamamah dan Masjid Abu Bakar Ash-Shiddiq. Selain itu merasa bersyukur karena  lokasi hotel di Madinah “Manazel Al-Falah” berderet dengan Masjid Ali bin Abi Thalib bahkan hanya semenit menuju Masjid Nabawi melalui gate 315. Saat hari terakhir di Madinah, tepatnya setelah subuh memberanikan diri untuk jalan sendiri mengunjungi 3 masjid bersejarah itu. Yang dari awal memandangnya ada sebuah ketertarikan hati untuk mengunjunginya. Mengunjungi masjid-masjid bersejarah ini adalah salah satu cara untuk menghidupkan syiar Islam serta menguatkan iman. Dan tanpa basa basi lagi, yuk langsung lihat daftar 3 masjid berseharah tersebut di bawah ini! 1. Masjid Ali bin Abi Thalib Masjid ini mudah ditemukan ketika keluar dari gate 315 Masjid Nabawi tepatnya di jalan As-Salam. Jarak dari Masjid Nabawi sekitar 290 meter. Masjid ini pertama kali dibangun pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz (87–93 H). Lalu pada tahun 1411 H, Raja Fahd memperlebar masjid  hingga 682 meter dan menambahkan menara setinggi 26 meter. Dulunya lokasi masjid ini merupakan teras rumah Ali bin Abi Thalib. Bahkan Nabi Muhammad pernah shalat ied di masjid Ali.  Masjid ini dibangun untuk mengenang pengabdian Ali bin Abi Tablin  yang merupakan sahabat sekaligus menantu Nabi Muhammad. Arsitektur masjidnya bernuansa putih sederhana yang memiliki satu kubah utama dan satu menara pucuk hitam. Masjid Ali bin Abi Thalib mengingatkan kita bahwa keberanian dan keteguhan hati harus diiringi dengan kerendahan hati. Ali bin Abi Thalib bukan hanya menantu Rasulullah, tetapi juga sosok yang setia pada kebenaran, sehingga masjid ini menjadi simbol pengabdian tanpa pamrih. Baca juga: Sejarah Partai Syarikat Islam, Sebelum Terlahirnya Boedi Oetomo dan Sumpah Pemuda 2. Masjid Al-Ghamamah Pertama kali mau shalat Maghrib di Masjid Nabawi, pernah melewati sebuah masjid yang kubahnya penuh dengan burung merpati dan dinaungi awan sore menyejukkan. Melihat masjid itu serasa dibawa ke zaman Nabi, karena bangunan tua yang indah. Ternyata itu adalah Masjid Ghamamah/Al-Mushalla. Masjid ini mudah ditemukan ketika keluar dari gate 310 Masjid Nabawi. Dengan Masjid Nabawi berjarak sekitar 300 meter. Al-Ghamamah berada di sekitar Pasar Tamar. Masjid ini pertama kali dibangun oleh Khalifah Umar bin Khattab tepatnya di posisi tempat shalat rasulullah. Bangunan masjid Ghamamah terkini merupakan renovasi dari Sultan Abdul Majid al-Ustmani. Di era  Raja Fahd pernah diperbaiki kembali pada 1411 H. Arsitektur masjid ini ada tiga kubah besar yang selalu dihinggapi burung merpati dan ada menara puncaknya. Didominasi dengan warna cream. Dan dinding masjidnya dari batu alam berwarna abu-abu.  Sebelumnya area masjid ini merupakan lapangan lapang di kawasan al-Manakha. Pada tahun kedua hijrah, rasulullah pernah shalat Idul Fitri atau Idul Adha. Masjid ini dinamakan “Al-Ghamamah” yang dalam bahasa arab berarti “awan”. Dulu di lokasi masjid ini Nabi Muhammad melaksanakan shalat istisqa dan berdoa agar turun hujan dikala penduduk Madinah diserang kekeringan akut yang membuat masyarakat kesusahan. Setelah istiqomah itu, muncullah awan yang menjadi tanda turun hujan deras. Abu Hurairah ra meriwayatkan: “Setiap kali Rasulullah melewati Al-Mushalla (tempat shalat), beliau menghadap kiblat lalu berdoa.” (HR. Bukhari). Kisah turunnya hujan di Masjid Ghamamah ini memberikan pelajaran bahwa kunci menghadapi masa sulit adalah bersabar. Dan ketika hidup terasa kering tetaplah terus berdoa sepenuh hati maka karunia Allah akan datang. Yang pasti berdoa dan berharap kepada Allah tidak akan pernah mengecewakan. Allah pasti mendengar dan akan mengabulkannya di waktu terbaik. Masjid Al-Mushalla dibuka untuk shalat sunnah seperti Dhuha dan tahiyatul masjid. Tapi cuma bisa diakses untuk jamaah laki-laki. Baca juga: Umar bin Khattab: Pilar Keadilan dan Ketegasan dalam Sejarah Islam 3. Masjid Abu Bakar Ash-Shiddiq Setelah mengunjungi Masjid Al-Ghamamah bisa langsung berkunjung ke Masjid Abu Bakar Ash-Shidiq, soalnya berseberangan hanya berjarak 40 meter. Sedangkan jarak ke Masjid Nabawi hanya 335 meter. Masjid bersejarah ini dulunya rumah Abu Bakar. Dan di lokasi inilah menjadi tempat shalat Idul Fitri dan Idul Adha oleh Rasulullah. Walau nabi sudah tiada, Abu Bakar meneruskan kebiasaan baik untuk shalat di area itu. Hal itu menunjukkan kesetiaan yang tulus. Masjid ini dibangun oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz sekitar tahun 50 H. Bentuk masjid sekarang itu merupakan hasil renovasi Sultan Mahmud II pada tahun 1255. Dan pada tahun 1411 H direnovasi oleh Raja Fahd tanpa memperbaharui bangunan asli. Yang paling khas dari masjid ini adalah bentuk daun pintu yang disinyalir sebagai pintu asli dari rumah Abu Bakar. Masjid Abu Bakar tidak sebegitu lebar dibandingkan Masjid Ghamamah. Masjid ini ada satu kubah utama yang selalu dihinggapi burung merpati dan ada satu menara besar agak menggelembung. Dan dinding masjid dari batu alam berwarna abu-abu. Shalat di masjid ini menghadirkan refleksi mendalam. Abu Bakar dikenal dengan ketulusan dan kerendah hatiannya. Rasulullah bersabda: “Tidak ada seorang pun yang lebih utama setelah para Nabi daripada Abu Bakar.” (HR. Thabrani). Masjid Abu Bakar Ash-Shiddiq menyimpan pesan tentang kepemimpinan yang tulus dan rendah hati. Abu Bakar tidak mencari kehormatan, tetapi ia mengabdi sepenuhnya untuk menjaga amanah umat.  Kesetiaannya pada Rasulullah dan Islam menjadi teladan bahwa kekuatan seorang pemimpin bukanlah pada kekuasaan, melainkan pada kejujuran, kesetiaan, dan pengorbanan. Perjalanan singkat menyusuri tiga masjid ini membuat penulis merasa seakan berjalan di lorong sejarah. Dari Masjid Ali, ke Masjid Ghamamah, hingga Masjid Abu Bakar, setiap langkah diwarnai kisah tentang iman, doa, dan kepemimpinan. Jika kamu berkesempatan umroh, sempatkanlah menapaki jejak ini. Insya Allah, wisata religi Madinah ke tiga masjid bersejarah ini akan menambah makna perjalanan spiritual Anda, menghidupkan syiar, dan menguatkan iman di tanah penuh berkah. Penulis : Iftitah Rahmawati Editor : Thamrin Humris dan Ainun Maghfiroh Sumber foto: Ilustrasi

Read More

Mimbar Rasulullah di Masjid Nabawi yang Selalu Dirindukan

Surabaya – 1miliarsantri.net : Awal tahun lalu ketika mengunjungi Raudhah tidak semudah dibayangkan. Telat beberapa menit saja, sudah tidak bisa masuk. Sesak sekali ketika gagal masuk, rasanya patah hati seperti ditolak masuk oleh Nabi Muhammad SAW. Tapi sekalinya masuk pertama kali di Raudhah, tumpah semua air mata dan suara hati yang selama ini terpendam. Hanya 15 menit, shalat dan berdoa begitu mendamaikan. Apalagi dengan mata terpejam, terasa ada bayangan sosok mulia yang hadir menyapa dan mendengarkan keluh kesah. Rasanya nggak mau ini berakhir. Tapi askar sudah berteriak menyuruh keluar. Keluar dari Raudhah saja, sudah rindu ingin kembali. Bukan hanya Raudhah yang membuat hati tak ingin beranjak, tetapi Mimbar Rasulullah yang ada di dekatnya. Mimbar itu bukan hanya struktur kayu, ia adalah simbol cinta, perjuangan, dan pengajaran dakwah nabi Muhammad yang Rahmatan Lil Alamin. “Antara rumahku dan mimbarku adalah taman dari taman-taman surga.” (HR. Bukhari dan Muslim)   Awal Sejarah Pembangunan Mimbar Pada masa awal hijrah, Rasulullah belum memiliki mimbar. Ketika khutbah, beliau biasa bersandar pada batang kayu kurma yang telah ditancapkan ke tanah. Suatu ketika terjadi perubahan fisik Nabi, hal itu mendorong Tamim Ad-Dari untuk membuat mimbar Rasulullah dengan dua anak tangga saja. Di lain sisi dakwah nabi Muhammad yang menyejukkan dan mencerahkan telah menarik banyak perhatian jamaah muslim bahkan mualaf. Mereka berbondong ke Masjid Nabawi untuk menyimak khutbah Nabi. Mimbar yang sudah ada kurang cukup menjangkau jemaah yang melimpah. Nabi berniat untuk membuat mimbar lebih tinggi. Dikisahkan oleh Sahl bin Sa’d As-Sa’idi bahwa nabi Muhammad meminta tolong kepada para sahabat untuk menyampaikan amanahnya kepada budak perempuan dari kaum Anshar agar membuat mimbar dengan tiga anak tangga. Dalam prosesnya, mimbar rasulullah dibuat dengan kayu dari Tharfa’ Al Ghabah Madinah. Mimbar itulah yang pertama kali digunakan pada tahun 8 hijriah hingga akhir hayatnya. Semenjak Nabi Muhammad menggunakan mimbar bertingkat itu, ada batang kurma yang menangis (sebelumnya dijadikan sandaran nabi ketika khutbah). Peristiwa itu yang membuat jamaah terkejut mendengarnya. Rasulullah pun langsung turun dari mimbar dan memeluk batang kurma sembari berpesan, “Jika aku tidak mendekapnya, ia akan terus menangis hingga hari kiamat.”, sebuah kisah yang ada dalam Shahih Ibnu Majah. Batang kurma saja menangis ketika tak lagi dijadikan sandaran Nabi Muhammad, apalagi kita umatnya yang selalu dibimbing walau beliau sudah tiada melalui ajaran Islam. Fungsi Mimbar Nabi dalam Dakwah Mimbar Rasul tidak hanya menjadi tempat khutbah Jumat. Ia juga menjadi pusat komunikasi kenabian. Melalui mimbar, Rasul menjawab pertanyaan umat, menyampaikan wahyu yang turun, dan merencanakan pembangunan masyarakat. Di mimbar ini merupakan simbol kepemimpinan agama dan pemerintahan yang saling beriringan. Fungsi mimbar inilah yang kemudian dilanjutkan oleh para khulafa ar-rasyidin setelah Rasul wafat. Mimbar yang menjadi saksi perjalanan dakwah Islam, disinilah tempat yang penuh berkah karena mimbar ini terekam semua suara Nabi Muhammad yang menyentuh hati, membakar semangat untuk senantiasa menjadi umat yang berakhlak, berilmu dan bermanfaat. Mengunjunginya dapat membayangkan bagaimana orang-orang sholeh terdahulu berkumpul, bersatu demi tujuan mulia, rasanya ingin kembali ke masa Nabi Muhammad, menjadi salah satu jamaahnya. Lokasi Mimbar Nabi Muhammad SAW Ketika mengunjungi Raudhah akan terlihat sebuah tempat yang tinggi, disitulah mimbar rasulullah berdiri tepat di bagian barat Raudhah. Mimbar itu memiliki ketinggian sekitar 5 meter. Di bagian pintu masuk mimbar ada tertulis kalimat tauhid, “La ilaha illallah, Muhammad Rasulullah.” Tempat Nabi Muhammad berkhotbah ini memiliki 2 anak tangga dengan lapisan karpet, pintu kayu dan pagar berlapis emas. Perkembangan Mimbar di Masjid Nabawi Setelah berpulangnya Nabi Muhammad, mimbar di Masjid Nabawi tetap dilestarikan oleh para khalifah: Abu Bakar, Umar dan Utsman dengan sedikit perubahan. Pada masa Khalifah Muawiyah bin Abu Sufyan dari Dinasti Umayyah, mimbar yang tadinya hanya 2 anak tangga kemudian dibangun dengan 6 tangga yang mudah dipindah dan ada tempat duduknya. Kemudian masa Abbasiyah dan Mamluk, mimbar dibuat indah dengan menghias ukiran yang lebih indah tanpa mengganti nilai simboliknya. Selanjutnya pada masa Utsmaniyah (Ottoman) mulai ada pergantian bahan pada mimbar. Mimbar diganti dengan marmer dan dihias ukuran islami tapi tidak menghilangkan bentuk asli mimbar. Dan pada masa para raja Saudi ini mimbar yang digunakan di Masjid Nabawi merupakan replikasi bentuk asli dengan desain yang modern. Sedangkan mimbar asli Nabi Muhammad disimpan sebagai bangunan bersejarah dan sakral. Merindukan Mimbar dan Keteladanannya Ziarah ke Masjid Nabawi tidak lengkap tanpa berdoa di Raudhah dan menatap mimbar Rasulullah. Di sanalah terasa betapa Islam dibangun dengan cinta, ilmu, dan amanah. Mimbar itu mungkin tak lagi digunakan oleh Nabi, tapi suaranya masih menggema dalam hati yang rindu dakwah penuh kelembutan. Mari kita terus menjadikan mimbar Rasul sebagai inspirasi dalam tutur, sikap, dakwah, dan hidup kita sehari-hari.(***) Referensi Penulis : Iftitah Rahmawati Foto Ilustrasi AI Editor : Toto Budiman, Iffah Faridatul Hasanah

Read More

Pawai Obor Meriahkan Peringatan 1 Muharram 1447 H: Tradisi Bermakna dalam Menyambut Tahun Baru Islam

Surabaya – 1miliarsantri.net : Pada Jumat, 27 Juni 2025, umat Islam di seluruh penjuru dunia, termasuk Indonesia, memperingati Tahun Baru Islam 1 Muharram 1447 Hijriah. Momen ini bukan sekadar penanda pergantian tahun dalam kalender Hijriyah, tetapi juga peringatan atas peristiwa besar dan penuh makna dalam sejarah Islam, yaitu hijrahnya Rasulullah Muhammad SAW dari Kota Mekah ke Madinah pada tahun 622 Masehi. Setelah 12 tahun berdakwah di Mekah, Rasulullah Muhammad SAW dan para pengikutnya menghadapi penindasan dari kaum Quraisy. Pada tahun ke-13 kenabian, sekelompok penduduk Yatsrib (kelak dikenal sebagai Madinah) menawarkan perlindungan melalui Bai’at al-Aqabah. Malam hari, Rasulullah bersama sahabatnya, Abu Bakar As-Shiddiq, meninggalkan Mekah secara diam-diam dan berlindung di Gua Tsur selama tiga hari untuk menghindari pengejaran.Setelah itu, mereka melanjutkan perjalanan menuju Madinah melalui rute yang tidak biasa. Setibanya di Madinah pada 12 Rabiul Awal 1 H (27 September 622 M), mereka disambut dengan penuh sukacita. Rasulullah memilih tempat tinggal di rumah dua anak yatim, Sahl dan Suhail bin Amr, yang menjadi lokasi pembangunan Masjid Nabawi. Di Madinah, beliau juga menyusun Piagam Madinah, sebuah konstitusi yang mengatur kehidupan masyarakat multikultural dan menjamin hak-hak setiap individu, termasuk non-Muslim. Peristiwa hijrah ini bukan hanya peristiwa fisik perpindahan tempat, melainkan menjadi titik balik kebangkitan peradaban Islam yang menjunjung tinggi nilai keadilan, keimanan, dan persaudaraan. Hari tersebut menjadi waktu yang istimewa dan bersejarah bagi umat Islam, karena selain memperingati momentum hijrah, juga dijadikan ajang introspeksi dan pembaruan diri. Banyak kegiatan bermanfaat dilakukan umat Islam pada hari itu, mulai dari pengajian, dzikir bersama, tausiyah, hingga aksi sosial dan spiritual. Semua itu bermuara pada satu tujuan: menjadi pribadi yang lebih baik, lebih bijaksana, dan lebih beriman dalam menjalani kehidupan.  Salah satu tradisi khas masyarakat Islam Indonesia dalam menyambut Tahun Baru Islam adalah pawai obor. Tradisi pawai obor telah menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya keislaman yang hidup di berbagai daerah, dari desa hingga kota. Pawai obor biasanya digelar pada malam 1 Muharram, selepas salat Isya. Ratusan hingga ribuan masyarakat berkumpul di titik awal yang umumnya berada di sekitar masjid atau alun-alun kota, kemudian berjalan beriringan menyusuri jalan-jalan kampung atau kota sambil membawa obor menyala di tangan. Obor yang digunakan terbuat dari bahan sederhana—sebatang bambu sebagai pegangan, kain sebagai sumbu, dan minyak tanah sebagai bahan bakar. Saat dinyalakan, obor tersebut memancarkan cahaya kuning kemerahan yang menggugah suasana malam menjadi hangat, religius, dan penuh semangat. Obor-obor tersebut tidak hanya menjadi sumber penerangan, tetapi juga simbol harapan, semangat, dan petunjuk Ilahi yang menerangi perjalanan hidup umat manusia. Dalam arak-arakan pawai, peserta tak hanya berjalan membawa obor. Mereka juga melantunkan shalawat, zikir, doa-doa keselamatan, hingga menyanyikan lagu-lagu religi yang penuh semangat. Beberapa kelompok menghadirkan kesenian marawis, rebana, hingga drum band dari siswa madrasah dan sekolah-sekolah Islam. Alunan musik tradisional ini turut menghidupkan suasana dan menjadi sarana dakwah kultural yang efektif, terutama bagi generasi muda. Lebih dari sekadar perayaan seremonial, pawai obor sarat makna filosofis dan spiritual. Ia menjadi perwujudan semangat hijrah yang diajarkan Rasulullah—yakni berpindah dari kegelapan menuju cahaya, dari keburukan menuju kebaikan, dari kesesatan menuju jalan lurus yang diridai Allah SWT. Cahaya obor melambangkan petunjuk Tuhan yang senantiasa menyinari perjalanan hidup manusia, agar tidak tersesat dalam gelapnya dunia yang penuh tantangan dan cobaan. Tak hanya bernilai spiritual, tradisi ini juga memainkan peran penting dalam pelestarian budaya lokal. Pawai obor mencerminkan harmoni antara nilai-nilai ajaran Islam dan kearifan lokal masyarakat Indonesia. Dalam pelaksanaannya, sering kali masyarakat setempat memadukan unsur adat, budaya daerah, dan nuansa Islam dalam satu kesatuan kegiatan. Anak-anak dan remaja yang ikut serta dalam pawai sejak dini dikenalkan pada tradisi ini, sehingga nilai-nilai sejarah, estetika, dan identitas keagamaan serta kebangsaan dapat tertanam kuat dalam jiwa mereka. Kegiatan ini juga memperkuat solidaritas sosial dan mempererat tali silaturahmi antarwarga. Dalam semangat kebersamaan, seluruh lapisan masyarakat—baik anak-anak, remaja, orang tua, tokoh agama, hingga aparat pemerintah—turut serta dalam pawai dengan antusias. Tidak sedikit pula yang datang dari luar daerah untuk menyaksikan atau ikut berpartisipasi, menjadikan pawai obor sebagai ajang wisata religi yang layak dilestarikan.  Selain itu, banyak penyelenggara pawai obor yang menyisipkan kegiatan sosial seperti santunan anak yatim, pembagian makanan gratis, hingga kampanye kebersihan dan perdamaian. Hal ini menunjukkan bahwa pawai obor juga menjadi wahana aktualisasi nilai-nilai Islam rahmatan lil ‘alamin—Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam. Kontributor : Misbah Harahap Editor : Toto Budiman

Read More

220.000 Jamaah Haji Memasuki Arab Saudi, Didominasi Jamaah Haji Indonesia

Jakarta – 1miliarsantri.net: Kerajaan Arab Saudi hingga saat ini telah menerima kedatangan jamaah haji dari seluruh dunia. Tercatat diawal Musim Haji 1446H / 2025M, jamaah haji yang memasuki negara tersebut berjumlah 220.000 orang. Melansir Surat Kabar Saudi Okaz yang dipublikasikan gulfnews.com, Dari 220.000 jamaah haji yang memasuki Arab Saudi melalui Bandar Udara Internasional Pangeran Abdul Majeed bin Abdul Azis, didominasi oleh jamaah haji yang berasal dari Indonesia, menyusul Bangladesh dan Pakistan. Jumlah jamaah haji Indonesia meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah jamaah yang datang untuk melaksanakan ibadah haji tahunan, tulis gulfnews. Indonesia, adalah negara berpenduduk mayoritas Muslim terbesar di dunia, merupakan kelompok jamaah haji terbesar dengan lebih dari 50.000 jamaah sejauh ini. Disusul oleh jamaah yang datang dari Bangladesh dan Pakistan. Otoritas yang berwenang di Saudi memperkirakan total 221.000 jemaah haji Indonesia akan berpartisipasi dalam menunaikan rukun haji tahun ini. Saudi Siapkan Pelabuhan Udara, Darat dan Laut Ramdhan El Sherbini mengungkapkan, “Semua pelabuhan udara, darat, dan laut di kerajaan tersebut telah sepenuhnya dipersiapkan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya untuk menerima para peziarah dan memfasilitasi prosedur kedatangan dan masuk mereka.” Madinah Dan Makkah Siap Menyambut Tamu Allah Madinah Kota Pertama, Madinah merupakan kota awal perjalanan spiritual jamah haji yang berasal dari berbagai negara di dunia. Sebagian besar jamaah telah mendarat di Bandara Internasional Pangeran Mohammed bin Abdulaziz di Madinah, di mana banyak yang memulai ziarah mereka dengan berdoa di Masjid Nabawi. Masjid Nabawi tempat suci kedua umat Islam yang pertama kali disinggahi oleh calon haji sebelum mereka melanjutkan perjalanan sucinya ke Kota Makkah. Inisiatif Jalur Mekkah, Jemaah haji dari indonesia, Pakistan, dan Bangladesh, mendapatkan manfaat dari Inisiatif “Rute Makkah” Arab Saudi. Program Sistem jalur cepat yang diberlakukan oleh Kementerian Haji Arab Saudi dengan menyelesaikan prosedur perjalanan dan kesehatan di negara asal jemaah haji. Program ini meliputi: • Pengumpulan data biometrik dan penerbitan visa elektronik. • Prosedur pemeriksaan kesehatan dan paspor sebelum keberangkatan. • Pemberian tanda pengenal bagasi dan transportasi langsung dari bandara ke tempat tinggal di mekkah atau madinah. Tahun ini Arab Saudi telah memberlakukan aturan yang ketat dan keras dalam menyambut Musim Haji 1446H / 2025M, jika ada yang melanggar akan terancam hukuman penjara dan denda yang besar. Tahun ini Arab Saudi telah memberlakukan aturan yang ketat dan keras dalam menyambut Musim Haji 1446H / 2025M, jika ada yang melanggar akan terancam hukuman penjara dan denda yang besar. Untuk diketahui, tahun lalu sekitar 1,8 juta muslim dari dalam dan luar arab saudi melaksanakan haji. Hotline Haji Arab Saudi dan Indonesia Jamaah haji maupun keluarganya bisa memanfaatkan hotline haji yang disiapkan oleh pihak Indonesia dan Arab Saudi: • 1966, Nomor Layanan Cepat Pusat Perawatan Tamu Dua Masjid Suci. • 977, Nomor Layanan Kesehatan dan Situasi Darurat. • 911, Nomor yang dapat dihubungi oleh jamaah haji berkaitan dengan keamanan. • 937, Nomor informasi Layanan yang disediakan oleh Kementerian Haji Arab Saudi. Sedangkan Command Center Hajj yang disediakan oleh Kementerian Agama Republik Indonesia melalui Ditjen PHU di nomor 082121566 566. Semoga pelaksanaan Ibadah Haji tahun 1446H / 2025M berjalan lancar dan para jamaah menjadi Haji Mabrur. Ikuti terus perkembangan pelaksanaan ibadah haji tahun ini melalui rubrik “Kabar Haji” 1miliarsantri.net, Barakallahu fikum.*** Penulis : Thamrin Humris Editor : Toto Budiman Sumber : gulfnews.com Gambar : ilustrasi

Read More