Pesantren Gebang Tinatar Merupakan Cikal Bakal Berdirinya Pesantren di Nusantara

Ponorogo — 1miliarsantri.net : Salah satu pesantren yang terkenal sekaligus dijadikan lokasi wisata religi di Ponorogo adalah Pesantren Gebang Tinatar. Pesantren ini dikenal dengan sebutan Pesantren Tegalsari karena berada di Desa Tegalsari, Kecamatan Jetis, Ponorogo.
Seorang peneliti Belanda Martin Van Bruinessen menyebut pesantren ini merupakan cikal bakal seluruh pesantren yang ada di Indonesia.
Bahkan KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur pun juga mengucapkan hal senada. Pasalnya sebelum adanya Pesantren Tegalsari, belum ditemukan satu bukti pun yang menunjukkan adanya sistem pesantren di Indonesia.
Penasihat masjid sekaligus generasi kedelapan, Kunto Pramono (63), mengatakan pada tahun 1669, Kiai Ageng Muhammad Besari babat alas di wilayah timur sungai Jetis.
Tahun itu, beliau mendirikan sebuah masjid pertama di Desa Coper, Kecamatan Jetis, Ponorogo. Lambat laun, masjid itu berkembang menjadi pesantren. Pesantren yang diasuh Kiai Ageng Muhammad Besari tersebut memiliki banyak santri.
“Tahun 1680 resmi didirikan Pesantren Gebang Tinatar,” terang Kunto kepada 1miliarsantri.net, Sabtu (14/10/2023).
Kunto menambahkan karena semakin banyaknya jumlah santri, akhirnya tahun 1724 Kiai Ageng Muhammad Besari mendirikan masjid kedua yang hingga saat ini jadi jujugan wisata religi.
“Lalu tahun 1747 Kiai Ageng Muhammad Besari meninggal dunia, kepemimpinan pondok diteruskan ke putra dan cucunya,” jelas Kunto.
Hingga pada masa Kiai Hasan Besari tahun 1800-1862 M Pesantren Tegalsari mengalami masa keemasannya. Tercatat 3000-an santri menimba ilmu di pesantren tersebut.
Para santri pun ditempatkan di pondokan beratap dua sirap dan memiliki satu serambi. Lantainya setinggi empat kaki dan diberi tangga. Pesantren ini menjadi tempat penggemblengan para pejuang kemerdekaan. Baik dari kalangan Islam ataupun nasionalisme pada masa depan.
Sepeninggal Kiai Ageng Muhammad Besari tampuk kepemimpinan Pesantren ini secara berturut-turut dipegang oleh Kiai Hasan Ilyas (1773-1800), Kiai Hasan Yahya (1800), Kiai Hasan Besari (1800-1862), dan Kiai Hasan Anom.
“Saat kepemimpinan Kiai Hasan Anom, pesantren mengalami kemunduran. Saya kurang tahu penyebabnya, apa mungkin karena banyak perkawinan dengan Keraton Solo, akhirnya lebih milih soal darah kebiruan dan tidak belajar agama. Sehingga banyak penyurutan sampai sekarang,” papar Kunto.
Pesantren Gebang Tinatar di Ponorogo menjadi tempat penggemblengan para pejuang kemerdekaan. Yang menimba ilmu dari pesantren yang dikenal dengan nama Pesantren Tegalsari itu baik dari kalangan Islam ataupun nasionalisme pada masa lalu.
Penasihat masjid sekaligus generasi kedelapan, Kunto Pramono (63) mengatakan pesantren ini pernah ‘menampung’ Pakubuwono II, raja Kasunanan Kartasurya. Dia mengenyam pendidikan di Pesantren Gebang Tinatar-Tegalsari ketika Kerajaan Kartasura sedang menghadapi ‘Geger Pecinan’.
Karena kewalahan, Pakubuwono II terpaksa menyingkir ke arah timur dan kemudian berlindung di pesantren yang diasuh oleh Kiai Ageng Mohammad Besari ini. Setelah ‘nyantri’ di sana beberapa lama, Pakubuwono II akhirnya dapat menduduki tahta kembali pada tahun 1743 M.
“Lalu ada juga HOS Cokroaminoto, yang pernah nyantri di sini,” imbuh Kunto.
Haji Oemar Said Tjokroaminoto atau yang dikenal dengan HOS. Cokroaminoto adalah santri sekaligus keluarga dari Pesantren Gebang Tinatar-Tegalsari.
Pahlawan Nasional yang lahir di Madiun 16 Agustus 1883 ini adalah ketua Syarikat Islam, sebuah organisasi pergerakan di Indonesia. Tjokroaminoto berhasil melahirkan beberapa tokoh pergerakan politik di Indonesia.
Salah satunya adalah Soekarno yang kemudian menjadi presiden pertama Indonesia sekaligus pendiri Partai Nasional Indonesia (PNI); Bung Tomo, pengobar perlawanan arek-arek Surabaya terhadap agresi Belanda, yang sekaligus juga pendiri partai Gerakan Indonesia (Gerindo).
“Sejak tahun 1978, kita masuk gabung ke MTs, MA Ronggowarsito. Paling sekarang tinggal 50 siswa,” tandas Kunto.
Pesantren Gebang Tinatar atau biasa disebut Pesantren Tegalsari kini tinggal kenangan. Tak ada peninggalan bekas bangunan. Yang tersisa hanya satu pondokan Kiai Ageng Muhammad Besari, Masjid Tegalsari, serta Makam Kiai Ageng Muhammad Besari.
Keturunan kedelapan, Kunto Pramono mengatakan saat ini Tegalsari tak punya pondok pesantren. Hanya ada masjid dan makam yang bisa dikunjungi masyarakat untuk wisata religi.
“Akhirnya untuk menarik peziarah ada gapura dan menara, tempat wudhu yang nyaman dan masjid yang selalu terjaga kebersihannya,” tutur Kunto.
Kunto mengatakan saat ini, para peziarah bisa mendatangi makam Kiai Ageng Muhammad Besari dengan nyaman. Gapura makam, menara, masjid dan tempat wudhu dibuat nyaman.
“Banyak peziarah kesini sehabis Isya sampai Subuh, banyak yang tirakatan di makam maupun masjid, silakan saja,” lanjut Kunto.
Kini walau kejayaan Pesantren Tegalsari tinggal kenangan, anak, cucu dan santri Kiai Ageng Besari tetap melanjutkan perjuangan. Mereka menyebar ke berbagai penjuru Indonesia untuk mendirikan lembaga pendidikan agama.
“Kami berharap bisa mengembalikan kejayaan Tegalsari, semua harus bersinergi, warga, keturunan, pemerintah harus bersatu padu. Apalagi Tegalsari jadi ikon wisata religi Ponorogo,” pungkas Kunto. (yen)
Baca juga :
- Mengukir Langkah Bersama: Haflah Akhirussanah ke-VI Pondok Tahfidz Modern Al-Imam
- Badge Pahala : Bisakah Ibadah Di-Gamifikasi Tanpa Kehilangan Ikhlas
- Gunung Berbalut Hijab – For some, lifestyle is the source of life
- Gaya Hidup Muslim: Harmoni Antara Iman dan Kehidupan Modern
- Self Healing Islami: Menemukan Ketenangan Hati Lewat Ibadah Sehari-hari
Discover more from 1miliarsantri.net
Subscribe to get the latest posts sent to your email.