Investasi Gen Z: Dari Saham hingga Aset Digital yang Jadi Identitas Baru

Surabaya – 1miliarsantri.net: Generasi Z hadir dengan cara pandang baru dalam mengelola uang. Jika dulu investasi identik dengan sesuatu yang rumit, eksklusif, dan hanya bisa diakses kalangan tertentu, kini justru menjadikan investasi Gen Z bagian dari gaya hidup. Dari saham, reksa dana, hingga aset digital seperti kripto dan NFT, pilihan instrumen investasi bukan sekadar soal mencari keuntungan, tetapi juga menjadi medium untuk menunjukkan identitas, nilai, dan aspirasi mereka.
Di layar ponsel anak muda kota besar hari ini, bukan hal aneh jika aplikasi yang paling sering dibuka bukan lagi sekadar Instagram atau TikTok. Sebaliknya, nama-nama seperti Bibit, Stockbit, hingga aplikasi exchange kripto semakin menempati ruang utama.
Gen Z tumbuh dalam ekosistem digital yang membuat informasi soal investasi jauh lebih mudah diakses dibanding generasi sebelumnya. Jika dahulu belajar saham identik dengan seminar berbiaya tinggi atau membaca koran bisnis, kini cukup sekali klik tersedia analisis, grafik, hingga rekomendasi produk investasi yang telah dipersonalisasi.
Fenomena ini menjadi penanda pergeseran cara generasi muda memandang uang. Bagi banyak anak Gen Z, investasi bukan lagi sekadar aktivitas orang kaya atau kalangan profesional finansial. Aktivitas ini kini menjelma sebagai bagian dari gaya hidup sehari-hari, bahkan tak jarang dijadikan simbol status baru. Jika teman sebaya sudah rutin menyetor dana ke reksa dana pasar uang atau membeli saham bank digital, maka ada rasa tertinggal jika tidak ikut mencoba.
Saham, Reksa Dana, hingga Kripto Jadi Pilihan Investasi Gen Z Populer

Platform investasi digital seperti Bibit dan Stockbit memainkan peran besar dalam membentuk tren ini. Bibit, misalnya, hadir dengan tagline “Memudahkanmu Berinvestasi” melalui algoritma yang menyesuaikan rekomendasi produk dengan profil risiko pengguna. Sementara itu, Stockbit menggabungkan pasar saham dengan media sosial, memungkinkan penggunanya berdiskusi, berbagi rekomendasi, hingga membentuk komunitas investor muda yang aktif.
Ekosistem digital inilah yang membuat investasi terasa lebih inklusif, tidak lagi berjarak, serta mampu menghilangkan kesan eksklusif yang sebelumnya melekat. Selain saham dan reksa dana, aset digital seperti kripto juga menjadi pintu masuk utama investasi bagi Gen Z.
Meski tren NFT sempat meredup, kripto tetap bertahan sebagai instrumen dengan daya tarik tinggi. Volatilitas ekstrem, harga yang bisa melonjak tajam dalam semalam lalu anjlok keesokan harinya, menciptakan sensasi tersendiri. Bagi sebagian anak muda, risiko besar justru menjadi adrenalin tambahan, seolah-olah sedang bermain gim dengan uang nyata.
Namun tidak semua yang masuk ke dunia ini benar-benar memahami risikonya. Di media sosial, konten tentang kripto atau forex kerap dikemas glamor dengan narasi “cepat kaya”. Padahal, peluang kerugian tak kalah besar dari potensi keuntungan. Tak sedikit cerita anak muda kehilangan tabungan hanya karena ikut-ikutan tanpa analisis mendalam. Fenomena ini mencerminkan paradoks investasi di era digital: informasi melimpah, tetapi kemampuan menyaring informasi kredibel masih menjadi tantangan besar.
Identitas Digital dan Dinamika Sosial Baru

Investasi kini bukan hanya soal angka atau keuntungan, melainkan juga menjadi bagian dari identitas digital generasi muda. Di X (dulunya Twitter) atau Instagram, portofolio saham kerap dipamerkan, hasil keuntungan dibagikan, dan diskusi seputar pilihan investasi berlangsung terbuka. Aktivitas ini melahirkan dinamika baru, di mana investasi tidak sekadar memiliki nilai ekonomi, melainkan juga fungsi sosial: medium eksistensi dan personal branding.
Seperti outfit, playlist musik, atau hobi tertentu, portofolio investasi menjadi simbol gaya hidup yang ingin ditampilkan ke publik. Hal ini terlihat jelas dalam komunitas digital, di mana membicarakan saham pilihan atau tren kripto tertentu bisa menjadi cara anak muda menegaskan identitas sosialnya.
Tokoh publik juga memberi warna dalam tren ini. Salah satunya Timothy Ronald, figur populer di kalangan Gen Z dengan konten viral di TikTok dan YouTube. Meski sering menuai kontroversi karena gaya bicaranya yang blak-blakan, ia berhasil menarik perhatian dengan mengajak generasi muda berpikir lebih kritis soal keuangan. Ucapannya yang menyebut orang “ngegym itu goblok” sempat menghebohkan publik, meski maksudnya adalah agar anak muda tidak hanya fokus pada fisik, melainkan juga membangun aset untuk masa depan. Cara komunikasi yang lugas ini justru relevan bagi Gen Z yang terbiasa dengan percakapan langsung tanpa basa-basi.
Namun, tren ini juga menimbulkan pertanyaan mendasar: apakah investasi yang diperlakukan sebagai gaya hidup benar-benar sehat? Dari satu sisi, keterlibatan Gen Z jelas positif karena menunjukkan literasi finansial yang semakin tinggi. Mereka tidak hanya memikirkan konsumsi, tetapi juga mencari cara menumbuhkan uang. Namun dari sisi lain, banyak yang terjun terlalu cepat tanpa bekal pemahaman mendalam, terutama dalam instrumen berisiko tinggi seperti kripto atau forex.
Tantangan Literasi dan Arah Jangka Panjang

Literasi keuangan sejati bukan sekadar tahu cara membuka akun atau menekan tombol beli. Ia menuntut pemahaman fundamental, mulai dari prinsip diversifikasi, membaca laporan keuangan, hingga mengenali pola scam yang kerap muncul dalam dunia digital. Tanpa pemahaman tersebut, investasi bisa menjelma perjudian modern yang berisiko menjerumuskan anak muda dalam kerugian besar.
Gen Z tumbuh di era aplikasi, di mana kecepatan dan akses menjadi segalanya. Tak heran jika preferensi mereka lebih cair, mudah berpindah dari satu instrumen ke instrumen lain sesuai tren. Saham, reksa dana, kripto, bahkan forex hanyalah medium. Yang lebih penting adalah bagaimana generasi ini membangun kebiasaan berpikir jangka panjang.
Ekonomi digital memang membuka peluang luas bagi Gen Z untuk mandiri secara finansial. Namun, peluang ini datang dengan tuntutan kedewasaan dalam pengambilan keputusan. Keberanian generasi muda untuk mencoba sudah terbukti, kini tantangannya adalah bagaimana mengasah ketajaman analisis agar investasi benar-benar menjadi jalan menuju kemandirian, bukan sekadar euforia sesaat.
Pada akhirnya, perjalanan investasi Gen Z adalah refleksi dari zamannya, zaman yang serba cepat, penuh informasi, sekaligus penuh risiko. Jika mampu menyeimbangkan semangat bereksperimen dengan pemahaman mendalam, generasi ini berpeluang besar menjadi motor literasi keuangan baru di Indonesia. (**)
Penulis: Faruq Ansori
Editor: Toto Budiman dan Glancy Verona
Ilustrasi by AI
Eksplorasi konten lain dari 1miliarsantri.net
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.