Napak Tilas Pesantren Cokrokertopati Takeran Magetan Dalam Memberantas Komunis

Magetan – 1miliarsantri.net : Di wilayah Takeran Magetan, Jawa Timur terdapat sebuah Pondok Pesantren yang didirikan untuk meneruskan cita-cita para pendahulu nya yang konon memiliki sejarah sangat luar biasa bagi bangsa dan negara Indonesia. Pondok Pesantren (Ponpes) Cokrokertopati merupakan generasi penerus Pesantren Takeran yang sudah berdiri sejak tahun 1880.

KH. MS Zuhdi Tafsir, S.Ag atau akrab disapa Mbah Zuhdi, pendiri sekaligus Pengasuh Ponpes Cokrokertopati menuturkan, berdirinya Yayasan Perguruan Islam (YPI) Cokrokertopati, berawal dari kegelisahan pengasuh atau sekaligus juga pendiri Pondok Pesantren melihat keadaan generasi muslim yang kurang cakap dan belum memahami tentang ilmu agama Islam, khususnya kitab-kitab kuning, sehingga muncul ide dan niat yang kuat untuk mendirikan Pondok Pesantren Salafiyah Cokrokertopati.

“Secara historis pendirian YPI Cokrokertopati tidak lepas dari Pesantren Takeran yang didirikan oleh Mbah Kiai Hasan Ulama’ bin Pangeran Cokrokertopati, atau bergelar Kiai Kholifah. Beliau merupakan telik sandi Pangeran Diponegoro, sehingga banyak orang yang menganggap beliau penasehat sekaligus spiritualis Pangeran Diponegoro,” Ungkap Mbah Zuhdi kepada 1miliarsantri.net, Rabu (05/07/2023).

Mbah Zuhdi menambahkan, pengambilan nama Pondok Pesantren Salafiyah Cokrokertopati ini dinisbatkan kepada beliau Pangeran Cokrokertopati sebagai perwujudan ta’dimpara pengasuh dan pendirinya. Sebelum nya, Mbah Zuhdi didatangi Mbah Imam Mursyid Muttaqien yang menyampaikan pesan untuk menjaga masjid pesantren Takeran. Namun ketika Mbah Zuhdi berkedip, Mbah Imam Mursyid Muttaqien hilang begitu saja.

“Pada tahun 1986, bapak saya meminta saya untuk menjadi penerus dan menjadi imam sholat Rawatib di masjid Jami yang didirikan tahun 1886. Saya mau menerima dengan catatan bapak masih berkenan menjadi Khatib sekaligus Imam Sholat Jumat, masih berkenan menjadi Imam Sholat Idul Fitri dan Idul Adha, masih berkenan menjadi Imam Rabu Wekasan dan menjadi Imam sholat Gerhana,” imbuh Mbah Zuhdi.

Secara resmi legalitas Ponpes Cokrokertopati dengan keluarnya Surat Keputusan (SK) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenhum HAM) pada 1 Oktober 2010 dan berjalan hingga sekarang ini menjadi Lembaga Pendidikan formal yang ijazah nya bisa dipergunakan apabila santri ingin melanjutkan ke jenjang pendidikan lebih lanjut.

“Kalo dulu masih berupa pondok yang tidak memiliki surat keterangan lulus atau ijazah, dan kebanyakan santri-santri nya bingung antara memilih sekolah formal dengan mondok, sehingga ketika liburan sekolah, maka pondok jadi sepi karena semua santri pulang ke rumah masing-masing. Kalo sekarang sudah tidak seperti itu lagi, sekalipun liburan sekolah seperti sekarang ini, santri masih berada didalam pondok,” terang Mbah Zuhdi.

Dalam perkembangan nya, Pondok Pesantren (Ponpes) Salafiyah Cokrokertopati juga menangani penyantunan anak yatim piatu dan mengalami kemajuan yang cukup signifikan, sehingga dibuka lah madrasah diniyah salafiyah. Hal tersebut terbukti dengan meningkatnya animo masyarakat yang menitipkan putra putrinya untuk belajar memahami kitab-kitab kuno atau disebut dengan kitab kuning di Pondok Pesantren Salafiyah Cokrokertopati Takeran Magetan Jawa Timur.

“Pondok ini dulunya memiliki sejarah yang sangat luar biasa, dimana embrio pencetusan Pancasila pertama itu lahirnya disini, Perjanjian Linggar Jakarta juga dicetuskan di pondok sini, dan juga lahirnya Masyumi pada saat itu juga berawal dari sini. Sehingga tahun 1948 menjadi incaran PKI dan 13 Kiai serta Ustad menjadi korban keganasan dan kebiadaban Partai Komunis Indonesia (PKI),” lanjutnya.

PKI yang pada saat itu mencari Mbah Kiai Imam Mursyid Muttaqien, dengan alasan hendak diajak bermusyawarah dikarenakan kondisi negara sedang gawat, dan mencari solusi kestabilan pangan untuk rakyat serta bagaimana mengatasi konflik yang saat itu terjadi.

Dikarenakan untuk kepentingan rakyat, terutama umat, maka Mbah Kyai Imam Mursyid berangkat bersama rombongan yang mengatasnamakan anak organisasi NU tersebut.

“Jadi PKI pada saat itu menculik para Kiai dengan memakai dalil Qur’an dan mengatasnamakan kepentingan umat, tapi sebetulnya mereka berbohong. Para Kiai diculik kemudian dibawa ke beberapa tempat, lalu dibantai dan dibunuh,” terang Mbah Zuhdi.

Untuk mengenang kebiadaban dan keganasan PKI yang terjadi di wilayah Madiun tahun 1948, setiap tanggal 30 September dilakukan tahlil Qubro yang diikuti seluruh santri dan jamaah Ponpes Cokrokertopati, dilanjutkan dengan Orasi dan pemutaran film G 30/PKI yang sempat dilarang oleh Pemerintah.

“Itu sejarah dan tidak boleh dilupakan. Kekejaman, kebiadaban PKI yang mengorbankan 13 Kiai Madiun dan Magetan itu wajib kita kenang supaya anak cucu kita juga lebih berhati-hati terhadap PKI yang sampai saat ini masih menghantui dan masih ada di Indonesia, PKI harus dibasmi dan dihilangkan agar Indonesia benar-benar menjadi negara yang berdaulat, adil dan makmur berdasarkan Pancasila,” tutup Mbah Kiai Zuhdi. (fq)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *