Mahasiswa Indonesia yang Jadi Penerjemah Khutbah Jumat di Masjid Nabawi

Madinah — 1miliarsantri.net : Empat Warga Negara Indonesia (WNI) dipercaya Pemerintah Kerajaan Arab Saudi menjadi penerjemah khutbah Sholat Jumat di Masjid Nabawi, Madinah. Dzakwan Aisy Fajar Azhari salah seorang di antaranya yang sudah tiga tahun menjadi penerjemah di Masjid Nabawi.
Ditemui di sela-sela aktivitasnya di Masjid Nabawi, pria beristri tersebut menuturkan, jamaah haji dan umroh dari Indonesia tidak perlu khawatir tidak mengerti arti dari khutbah Jumat di Masjid Nabawi atau Masjidil Haram. Sebab, jamaah bisa mendengarkan khutbah tersebut dalam bahasa Indonesia secara live melalui melalui radio, aplikasi, dan website.
Jamaah bisa mendengarkan khutbah Jumat di Masjid Nabawi lewat radio di frekuensi 99.0 FM dan di Masjidil Haram di frekuensi 90.50. Sementara untuk aplikasi ada Mixir dan website di alamat https://manaratalharamain.gov.sa.
Mahasiswa asal Indonesia di Universitas Islam Madinah (UIM) ini mengungkapkan, tiga rekannya yang juga menjadi penerjemah di Masjid Nabawi adalah Haris Hermawan (mahasiswa S3 Jurusan Manajemen Pendidikan), Hanif Husin Achmad (mahasiswa S2 Jurusan Usul Fikih), dan Hirzi Sasmaya (mahasiswa S2 Jurusan Fikih).
“Yang di Makkah ada 1 orang yang non mahasiswa,” ujar Dzakwan kepada 1miliarsantri.net, Jumat (14/6/2024).
Program translator khutbah Jumat ini sudah berlangsung selama 10 tahunan, tetapi untuk untuk Bahasa Indonesia dimulai 7 tahun lalu. Mahasiswa S2 Jurusan Ilmu Hadis ini bercerita, awalnya khutbah tersebut menjadi satu bagian dengan pengisi kajian berbahasa Indonesia.
Ustadz Firanda Andirja juga merupakan salah seorang yang pernah menjadi pengisi kajian berbahasa Indonesia sekaligus penerjemah khutbah Jumat.
Saat menerjemahkan khutbah, Dzakwan berada di salah satu ruangan di dekat pintu 9 Masjid Nabawi yang dipakai sebagai ruang translator. Ruangan lantai pertama untuk Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Bahasa Hausa, Bahasa Mandarin, dan Bahasa Persia. Sedangkan ruangan di lantai dua untuk Bahasa Urdu, Bahasa Prancis, Bahasa Turki, Bahasa Bangali, dan Bahasa Rusia.
“Setiap ruangan berukuran 15×15 meter. Di dalam ruangan itu dibuat kubikel seperti ruangan kerja redaksi di sebuah media massa,” papar pria asal Karanganyar, Jawa Tengah ini.
Masing-masing penerjemah mendapat satu bagian kubikel. Biasanya, kata dia, para penerjemah sudah mendapat naskah khutbah satu hari sebelumnya atau pada Kamis.
Mereka lalu membuat naskah versi terjemahan. Namun sering pula mereka mendapatkan salinan revisi khutbah Jumat beberapa jam sebelum Sholat Jumat berlangsung.
Di Masjid Nabawi ada 10 khatib tetap yang sekaligus menjadi imam sholat fardhu. Khatib Jumat di Masjid Nabawi memang selalu membawa teks, tetapi disebut Dzakwan, terkadang ada improvisasi dari khatib.
“Jadi yang disampaikan tidak ada di naskah. Ada yang puitis juga,” sambungnya.
Saat bertugas, Dzakwan menggunakan laptop dan mikrofon serta memakai headset. Laptop, kata mahasiswa yang sudah 7 tahun tinggal di Madinah itu, dipakai untuk mencari ayat yang kadang-kadang tidak ada dalam teks tapi dibaca oleh khatib.
“Bisa jadi ada improvisasi, khatib mengutip ayat yang tidak ada dalam naskah khutbah. Saya harus segera searching agar tidak salah dalam menerjemahkan ayat,” lanjut bapak satu anak itu.
Pria berusia 27 tahun ini kuliah S1 dan S2 jurusan hadits di UIM. Pria 27 tahun itu berasal dari Karanganyar, Jawa Tengah. Orang tuanya wiraswasta dan sangat peduli pendidikan.
Ayah dan ibunya pernah sekolah di Pendidikan Guru Agama (PGA). Ayahnya juga lulusan UIN Walisongo, Semarang.
Setelah menyelesaikan Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah di Karanganyar, Dzakwan dikirim orang tuanya ke Pondok Pesantren Imam Bukhori, Karanganyar. Setelah lulus Madrasah Aliyah, Dzakwan mendaftar ke UIM.
Tugas Dzakwan dan tiga mahasiswa lainnya tidak hanya menerjemahkan khutbah Jumat, tetapi juga menerjemahkan khutbah Sholat Idul Fitri, Sholat Idul Adha, dan pernah juga khutbah Sholat Istisqa (minta hujan).
“Kami juga menerjemahkan buklet dan pengumuman-pengumuman di Masjid Nabawi,” terang Dzakwan.
Di dalam masjid juga ada layar informasi yang berbahasa Indonesia yang juga hasil kerja Dzakwan dan kawan-kawan. Ia kini terdaftar sebagai karyawan Direktorat Umum Urusan Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Lembaga itu di bawah badan independen di bawah Kerajaan Arab Saudi yang bertugas mengurus Masjidil Haram dan Masjid Nabawi.
Setiap bulannya mereka mendapatkan gaji. Namun, dia enggan menyebutkan jumlahnya meskipun lebih besar daripada uang sakunya sebagai mahasiswa.
“Lumayanlah,” kata Dzakwan yang tinggal di daerah Al Iskan, Madinah.
Berkah berkuliah di Madinah juga mengantarkannya menemukan belahan jiwa. Dzakwan menikahi istrinya, Intan Prameswari yang juga bekerja di Masjid Nabawi.
“Istri saya awalnya kuliah di Institut Nabawi, setelah lulus dia bekerja di Masjid Nabawi. Tugasnya menerima setoran (hafalan quran) dari santri secara online,” pungkas Dzakwan. (dul)
Baca juga :
- Arab Saudi Tangkap Hampir 16.000 Dan Proses Hukum 25.689 Orang Diawal Musim Haji 2025, Ini Penjelasannya
- Santri Ponpes Al Imam Berlaga Hingga Grand Final Olimpiade Sains Pelajar 2025 Kabupaten Kediri
- Arab Saudi Perketat Aturan Haji Terkait Larangan Visa Selain Visa Haji, Ini Penjelasan Kemenag
- 212.242 Jamaah Reguler Lunasi Biaya Haji Jelang Penutupan
- Pemerintah Arab Saudi Larang Jamaah Tanpa Visa Haji Masuk Makkah, Simak 4 Aturan Terbaru