Contoh Sikap Orang Tua Ketika Memondokkan Anaknya

Yogyakarta — 1miliarsantri.net : Memondokkan anak di pesantren merupakan momen penting dalam perjalanan pendidikan mereka. Sikap orangtua dalam menghadapi situasi ini dapat menjadi kunci untuk membentuk hubungan yang kuat dan memberikan dukungan yang tak ternilai bagi pertumbuhan anak-anak mereka.

Akan tetapi, tak jarang orang tua merasakan kesedihan saat berpisah dengan anak. Apalagi, setiap pondok pesantren memiliki aturan khusus terkait pertemuan orang tua dan anak. Hal itu sudah menjadi konsekuensi demi kelancaran pendidikan anak di pesantren.

Lalu, apa yang harus dilakukan orang tua? Pendakwah asal Yogyakarta, Salim A Fillah, menjelaskan, Al-Qur’an sebenarnya sudah memberikan solusi atas perkara tersebut. Orang tua yang sedang merasakan rindu kepada anak di pondok pesantren dianjurkan membaca Surah Ibrahim ayat 37.

“Ya Tuhan, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan (yang demikian itu) agar mereka melaksanakan salat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah mereka rezeki dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.” (QS Ibrahim: 37)

Ayat tersebut merupakan doa Nabi Ibrahim AS saat meninggalkan Ismail di Mekkah. Mekkah kala itu hanya gurun pasir. Tidak ada peradaban dalam kasat mata manusia. Namun, berkat kesabaran dan tawakkal Nabi Ibrahim AS, Mekkah menjadi kota penyebaran agama Islam.

“Kuncinya, anak yang mondok itu kan sama, kita tinggalkan. Jadi satu lembah yang tidak bertanaman di dekat rumah Allah yang mulia, yang fasilitasnya tidak seperti kalau di rumah. Tetapi Insya Allah, secara ibadah lebih kondusif kalau di pondok gitu,” kata Salim A Fillah, Senin (24/07/2023).

Para orang tua hendaknya meneladani Nabi Ibrahim AS, yakni mendoakan anak. Bukti cinta orang tua kepada anaknya adalah mendoakan. Bukan sekadar memberikan fasilitas. Tapi, berupaya mendoakan si anak agar tumbuh menjadi hamba yang shalih.

Sama halnya kisah kisah Abdurrahman Farrukh. Saat istrinya hamil, dia berangkat berjihad bersama pasukan muslim. Dia ternyata tertangkap dan dijual menjadi budak ke negeri-negeri yang jauh dari Madinah. Dia bebas setelah 30 tahun kemudian. Pada saat itu, anaknya Rabi’ah bin Farrukh, guru Imam Malik sudah berusia 29 tahun.

Tidak ada yang menyangkan Farrukh menjadi ulama besar. Dia menjadi salah satu pengajar di Masjid Nabawi, tempat Imam malik mendalami ilmu agama. Seseorang pernah bertanya kepada Abddurahman Farrukh terkait rahasia mendidik anak. Itu karena mereka heran Abdurrahman tak pernah mendidik anaknya secara langsung, karena dijadikan budak saat tertangkap.

“Saya selalu titip anak saya kepada Allah, saya selalu titip agar Allah yang mendidiknya karena saya terhalang dari mendidiknya. Saya ada di negeri yang jauh, tapi enggak pernah lewat satupun waktu salat kecuali saya mendoakan anak saya,” ujar Salim A Fillah menirukan jawaban Abdurrahman Farrukh.

Hal itu menjadi contoh bagi orang tua. Meski berjauhan dengan anak, doakan kebaikan untuk mereka. Doa-doa itu yang mengantar anak pada tangga-tangga kesuksesan. Tidak ada yang mustahil di dunia ini.

“Itu salah satu suri tauladan yang luar biasa. Jadi, doakan anak yang mondok. Jangan pernah lupa untuk mendoakan,” tutur Salim A Fillah. (yus)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *