Bukan Masjid Tiban Turen, Tapi Pondok Pesantren Salafiyah Bihaaru Bahri ‘Asali Fadlaailir Rahmah

Malang – 1miliarsantri.net : Jika kebanyakan masyarakat lebih mengenal dengan sebutan Masjid Tiban Turen, maka sebutan tersebut salah pengartian. Istilah yang sebenarnya adalah Pondok Pesantren, karena sejak awal pembangunan memang bukan masjid, melainkan Pondok Pesantren (Ponpes) Salafiyah Bihaaru Bahri ‘Asali Fadlaailir Rahmah.
Berdiri pada tahun 1963 yang waktu itu masih berada di lahan seluas 300 meter, Romo KH. Ahmad Bahru Mafdlaluddin Shaleh Al Mahbub Rahmat ‘Alam, memulai mengajarkan pendidikan agama dikediaman nya Sananrejo, Turen, Kabupaten Malang.
“Waktu itu Romo Kiai baru pulang dari Pesantren Sidolangu Krian milik almarhum Hadratus Syekh Sahlan Tholib, Romo Kiai mulai merintis Pesantren, yang waktu itu sudah banyak masyarakat sekitar yang ngaji kepada beliau,” terang Purwanto, Sekretaris Harian Pondok kepada 1miliarsantri.net, Senin (12/06/2023).
Purwanto menambahkan, sekitar tahun 1978 mulai berdirinya pesantren awal yang masih sangat sederhana sekali, tutup gedek (bambu), atap daduk (daun pohon tebu), tiang juga terbuat dari bambu.
“Pada tahun 1978 Romo Kiai mengajukan ke Pemerintah Kecamatan Turen agar kediaman beliau dijadikan Pondok Pesantren, karena pada saat itu ada peraturan tiga hari sekali harus lapor ke aparat setempat untuk jamaah atau santri yang mau bermalam di rumah warga sekitar,” lanjutnya.
Disaat pembangunan masih dengan batu bata merah yang ditempelkan dengan menggunakan tanah liat. Bahkan untuk menghaluskan tembok, masih menggunakan tanah liat. Bahkan pada tahun 1978 itu masih belum berdiri pondok, melainkan bangunan rumah dan musholla untuk mengaji para santri.
“Berhubung rumah Romo Kiai agak lumayan besar dan waktu itu hanya belasan santri yang mengaji, dibuatkan kamar-kamar untuk santri dari luar kota yang bermalam disana,” imbuhnya.
Pada akhir tahun 1988 mulai pembangunan tahap pertama Pondok Pesantren dengan ditandai peletakan batu pertama hingga tahun 1992 dan sempat terhenti sementara karena kendala kepengurusan dan perijinan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB).
“Salah satu syarat pendirian kan memang harus ada IMB, sedangkan kami tidak memiliki master plan, blueprint, rencana atau rancangan mau dibuat apa model Pondok nya. Jadi bisa dikatakan pembangunan Pondok Pesantren melalui isyaroh yang didapat Romo Kiai,” tandas Purwanto yang masuk Pesantren ini pada tahun 2004.
Pembangunan Pesantren kembali dilanjutkan hingga saat ini berdiri di lahan seluas 8 hektar dan status masih sama yakni Pondok Pesantren Salafiyah Bihaaru Bahri ‘Asali Fadlaailir Rahmah.
“Jadi kalau ada yang menyebut tempat ini Masjid Tiban itu salah dan masing-masing masyarakat memiliki persepsi yang berbeda mengenai Pesantren kami, bahkan ada yang mengatakan dibangunan oleh bangsa jin, itu salah besar,” tegas Purwanto.
Ponpes Salafiyah Bihaaru Bahri ‘Asali Fadlaailir Rahmah Turen Malang, saat ini menampung sekitar 319 orang santri dari 78 Kepala Keluarga yang bermukim dan menentap didalam Pondok.
“Jadi sekali lagi disini ini bukan Masjid Tiban atau Masjid yang dibangun bangsa jin, melainkan Pondok Pesantren Salafiyah Bihaaru Bahri ‘Asali Fadlaailir Rahmah yang ada proses pembangunan nya dan dikerjakan oleh warga sekitar juga para santri yang kebanyakan dari luar kota Malang,” pungkas Purwanto. (fq)