Susu Kambing Merupakan Minuman Favourite Rasulullah SAW Konon Bisa Atasi Nyeri Persendian

Jakarta — 1miliarsantri.net : Sebagian besar masyarakat beranggapan penyakit persendian terjadi seiring dengan bertambahnya usia atau penuaan. Faktanya, penyakit sendi atau persendian juga bisa terjadi karena kurangnya konsumsi makanan tinggi kalsium. Penyebab lain dimungkinkan karena banyak mengonsumsi makanan dengan kandungan purin. Dokter Spesialis Penyakit Dalam, dr Desca Medika Hertanto, mengungkapkan rahasia meminimalisir terjadinya nyeri sendi dan pegal linu. Tenaga medis sekaligus kreator digital ini menyarankan masyarakat untuk aktif berolahraga, seperti jogging atau angkat beban. Menurut dr Desca, olahraga secara teratur dapat meningkatkan massa otot dan mengurangi risiko fraktur sebesar 40 persen. Kemudian, selain olahraga, dr Desca juga menganjurkan untuk menjaga asupan makanan. “Kita sangat perlu menjaga asupan gizi tinggi kalsium dan makanan bergizi tinggi protein seperti ikan dan susu, mencukupi vitamin D, hindari merokok dan minuman alkohol, serta kafein berlebih,” ungkap dr Desca kepada 1miliarsantri.net, Kamis (27/07/2023). Ia pun menyarankan untuk memenuhi kebutuhan kalsium dengan mengonsumsi susu kambing. “Kita bisa memilih susu kambing untuk mengatasi nyeri sendi dan pegal linu. Karena susu kambing memiliki kandungan kalsium yang lebih tinggi dari susu sapi,” lanjut dr Desca. Umat Islam mengetahui bahwa Rasulullah selalu memilih jenis makanan dan minuman yang sehat. Salah satu minuman favoritnya adalah susu kambing. Selain memberi kesehatan, seperti mengatasi penyakit sendi, susu juga penuh dengan keberkahan. Firman Allah SWT dalam surat An Nahl ayat 66 menyebutkan, “Dan sesungguhnya pada binatang ternak itu benar-benar terdapat pelajaran bagi kamu. Kami memberimu minum daripada apa yang berada dalam perutnya (berupa) susu yang bersih antara tahi dan darah, yang mudah ditelan bagi orang-orang yang meminumnya” (QS. An Nahl: 66). (rin)

Read More

Jalan Memilih Sahabat Surga

Jakarta — 1miliarsantri.net : Seorang lelaki datang ke majelis Rasulullah SAW. Seperti biasa, semua kalangan ingin menyerap madu ilmu dari sumber utama. Tak disebutkan jelas siapa nama lelaki itu. Perawakannya layaknya sang Arab badui. Mengelana dari satu tempat ke tempat lain, lelaki ini ingin bertanya tentang masa depan kepada sang Nabi. Sang pembantu Nabi, Anas bin Malik RA, mencatat setiap gerak-gerik lelaki itu. Sekonyong-konyong si Arab badui ini melontarkan pertanyaan kepada Rasulullah. Tak ada basa-basi, tak perlu pendahuluan. “Kapankah hari kiamat terjadi?” Nabi SAW memang layak digelari fathanah. Beliau SAW bisa menjawab semua pertanyaan dari semua golongan. Cara menjawabnya pun disesuaikan dengan kapasitas sang penanya. Rasulullah SAW tak hendak menerangkan ciri-ciri atau tanda-tanda hari akhir. Selain itu, tak ada kapasitas beliau SAW menjawab dengan persis kapankah hari pembalasan itu akan datang. Namun, beliau SAW justru balik bertanya kepada sang Arab badui. Sebuah pertanyaan yang akan melahirkan kaidah ilmu nan agung. “Apa yang telah engkau persiapkan untuknya (hari kiamat)?” Sebuah jawaban jujur mengalir. “Cinta Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya.” Maka Rasulullah SAW bersabda, “Seseorang (pada hari kiamat) akan bersama dengan orang yang dia cintai.” Hadis yang termaktub dalam jalur periwayatan Imam Muslim itu memberikan sebuah ilmu. Barang siapa mencintai seseorang karena Allah dan Rasul-Nya, ia akan dikumpulkan pada hari akhir bersama yang dicintainya. Rasulullah tidak menjawab, “Seseorang akan bersama Allah dan Rasul-Nya jika ia mencintai keduanya.” Namun, baginda Nabi meluaskan objek persaudaraan ini. Siapa saja, yang mengikrarkan cinta terhadap sesama atas dasar iman, maka ia akan bersamanya kelak saat hari akhir. Maka tak berlebihan jika menyebut persahabatan tak hanya akan berhenti di dunia. Persaudaraan akan kekal nanti hingga akhirat. Hadis ini juga memberikan makna lain. Siapa yang berteman dengan penjual minyak wangi maka akan terciprat bau harum wewangian. Jika ingin bersama seseorang di surga, kita sudah paham rumusnya. Cintailah orang yang gemar mengamalkan amalan ahli surga hingga ajalnya menjelang. Jangan sampai justru kita bersaudara dan mencintai orang yang gemar beramal dengan amalan penghuni neraka. Sebab, kita akan dikumpulkan di hari kiamat kelak dengan orang-orang yang kita cintai. Berkawan dengan orang saleh memiliki pengaruh yang besar dalam kehidupan seseorang. Jika kita ingin berbuat maksiat, ada lingkungan yang mengingatkan dan menjaga kita. Sehingga, kita pun mengurungkan niat perbuatan buruk tersebut. Beberapa ulama bahkan mewajibkan hukumnya berteman dengan orang saleh. Ada berjuta keuntungan berkawan dan bersaudara dengan orang saleh. Menyapanya dengan senyum saja sudah dihitung ibadah oleh Allah SWT. Berkawan dengan orang saleh juga akan menderaskan rezeki makhluk. “Barang siapa ingin dilapangkan rezekinya dan terus diingat namanya setelah mati, sambunglah tali silaturahim” (HR Bukhari). Islam juga hadir dengan segala kemungkinan persaudaraan. Dalam berkawan, layaknya hubungan suami istri, kadang dilanda ujian persahabatan, tak jarang diberi nikmat ukhuwah yang menguat. Saat ujian persaudaraan hadir, Islam pun memberikan kaidah yang mulia. “Tidak halal bagi seorang Muslim mendiamkan saudaranya lebih dari tiga malam: masing-masing memalingkan muka dari yang lain saat keduanya bertemu dan orang terbaik dari keduanya adalah yang memulai ucapan salam” (HR Bukhari dan Muslim). Seberat apa pun ujian ukhuwah, Islam memberikan waktu tiga malam untuk masing-masing diri introspeksi. Persaudaraan begitu sangat dihargai dalam agama ini. Janganlah berlarut-larut dalam bermusuhan. Bukankah kebersamaan lebih menyenangkan? Dalam kesempatan lain, Nabi menganjurkan untuk berbagi dengan tetangga. Bahkan, berbuat baik dengan tetangga menjadi salah satu indikator keimanan seseorang. Tetangga yang bisa jadi bukan kerabat kandung ternyata memiliki peran yang amat krusial. “Demi yang jiwaku berada di genggaman-Nya, tidaklah sempurna iman seorang hamba sampai ia mencintai tetangganya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri” (HR Bukhari dan Muslim). Lantas jika ukhuwah, persaudaraan, dan pertemanan ini bernilai besar di mata Allah dan Rasul-Nya, masihkah kita meletakkan persahabatan hanya atas dasar materi saja? (yan)

Read More

Keindahan Masjid Tertua di Iran

Isfahan — 1miliarsantri.net : Kebudayaan Persia turut mengisi peradaban Islam sejak pertengahan abad ketujuh. Salah satu karya monumentalnya adalah Masjid Agung Isfahan. Bangunan yang juga disebut Masjid Jumat ini mulai didirikan kaum Muslim setempat pada tahun 771. Luas kompleksnya mencapai 20 ribu meter persegi. Penyempurnaan bangunan Masjid Agung Isfahan terjadi berangsur-angsur hingga abad ke-20. Sejak 2012 lalu, UNESCO telah mengakui situs Alun-alun Besar Isfahan, termasuk di dalamnya masjid tersebut, sebagai Warisan Dunia. Memang, Kota Isfahan sendiri begitu kaya akan peninggalan bersejarah sejak era sebelum Masehi. Sampai saat ini, Masjid Agung Isfahan dianggap sebagai masjid tertua di Iran. Secara signifikan, pembangunannya bermula pada masa Dinasti Umayyah yang berpusat di Damaskus. Masjid ini memiliki empat gerbang raksasa (iwan) yang menghubungkan bagian dalamnya dengan lapangan luar. Bentuk iwan merupakan khas kebudayaan Persia, yang dapat dilacak hingga era Kekaisaran Sasania. Adapun iwan yang menjadi mihrab di Masjid Agung Isfahan, dihiasi dengan ukiran muqarna dari abad ke-13. Bentuknya mirip stalaktit tetapi juga menyerupai dedaunan yang mengembang. Muqarna ini mengisi rongga bagian dalam lengkung iwan. Dinasti Seljuk menjadikan Isfahan sebagai ibu kota pada abad ke-11. Kesultanan ini kemudian memperbaiki Masjid Agung Isfahan yang sempat hancur pada tahun 1120 akibat kebakaran hebat. Restorasi masjid ini berlangsung dalam masa pemerintahan Sultan Il Khanid, Timurid, Safavid, dan Qajar. Barulah ketika Sultan Malik Shah I berkuasa, Masjid Agung Isfahan memiliki bentuk seperti yang dikenal sekarang. Sejak saat itu, masjid ini menjadi cikal bakal gaya arsitektur Persia Islam yang bercirikan empat iwan besar yang mengelilingi lapangan luas di bagian dalam bangunan. Bagian lapang itu agaknya berfungsi sebagai tempat pengunjung merasakan keleluasaan di tengah hiruk pikuk perkotaan. Pengunjung dapat menikmati udara terbuka tetapi dengan suasana yang tenang. Bila dilihat dari atas, penampakan Masjid Agung Isfahan mirip dengan Masjid al-Haram. Bedanya, kolam air mancur menjadi pusat tanah lapang di bagian dalam masjid. Selain itu, ada pula puluhan kubah-kubah kecil yang menutupi bagian atas bangunan Masjid Agung Isfahan. Masjid ini memiliki dua kubah besar. Satunya terletak di bagian atas mihrab sehingga tepat menghadap kiblat. Sementara itu, kubah besar lainnya terletak di atas pintu gerbang utara. Dua kubah itu merupakan inisiasi Nizam al-Mulk, seorang perdana menteri Kesultanan Seljuk dari awal abad ke-11. UNESCO menyebut kubah utama Masjid Agung Isfahan merupakan bukti inovasi teknik konstruksi peradaban Islam. Masjid kebanggaan masyarakat Isfahan ini memiliki dua menara berbentuk silindris yang bersisian dengan setiap iwan raksasa. Secara keseluruhan, masjid ini didominasi warna krem, sehingga menyerupai tanah di dataran Isfahan. Permukaan dua kubah utama itu dilapisi pola-pola geometris yang indah. Tentunya, pengunjung juga akan terkesima dengan keindahan bagian dalam Masjid Agung Isfahan yang sarat dengan guratan kaligrafi ayat-ayat suci Alquran. Warna cokelatnya kontras dengan warna biru permukaan dinding yang menghadap ke tanah lapang di dalam kompleks masjid ini. Dinding tersebut juga dihiasi dengan desain geometris dan kaligrafi yang menawan. Pengunjung juga akan terpesona dengan lorong-lorong ketika menelusuri bagian dalam Masjid Agung Isfahan. Pada siang hari, pantulan cahaya mentari tidak sampai ke dalamnya tetapi justru karena itu lorong-lorong ini memberikan nuansa teduh. Pemerintah Iran kembali merestorasi Masjid Agung Isfahan, khususnya setelah serangan udara yang terjadi pada 1984. Untuk menjaga keaslian bentuk bangunan, otoritas setempat hanya mempekerjakan pakar konstruksi tradisional Iran. Sampai saat ini, meskipun terletak di pusat salah satu kota urban terbesar di Iran, penampakan Masjid Agung Isfahan masih seturut dengan abad-abad silam. Dengan demikian, masjid tersebut tidak sekadar tempat ibadah, melainkan juga destinasi wisata yang menarik bagi turis-turis lokal maupun mancanegara. (gung)

Read More

Contoh Sikap Orang Tua Ketika Memondokkan Anaknya

Yogyakarta — 1miliarsantri.net : Memondokkan anak di pesantren merupakan momen penting dalam perjalanan pendidikan mereka. Sikap orangtua dalam menghadapi situasi ini dapat menjadi kunci untuk membentuk hubungan yang kuat dan memberikan dukungan yang tak ternilai bagi pertumbuhan anak-anak mereka. Akan tetapi, tak jarang orang tua merasakan kesedihan saat berpisah dengan anak. Apalagi, setiap pondok pesantren memiliki aturan khusus terkait pertemuan orang tua dan anak. Hal itu sudah menjadi konsekuensi demi kelancaran pendidikan anak di pesantren. Lalu, apa yang harus dilakukan orang tua? Pendakwah asal Yogyakarta, Salim A Fillah, menjelaskan, Al-Qur’an sebenarnya sudah memberikan solusi atas perkara tersebut. Orang tua yang sedang merasakan rindu kepada anak di pondok pesantren dianjurkan membaca Surah Ibrahim ayat 37. “Ya Tuhan, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan (yang demikian itu) agar mereka melaksanakan salat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah mereka rezeki dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.” (QS Ibrahim: 37) Ayat tersebut merupakan doa Nabi Ibrahim AS saat meninggalkan Ismail di Mekkah. Mekkah kala itu hanya gurun pasir. Tidak ada peradaban dalam kasat mata manusia. Namun, berkat kesabaran dan tawakkal Nabi Ibrahim AS, Mekkah menjadi kota penyebaran agama Islam. “Kuncinya, anak yang mondok itu kan sama, kita tinggalkan. Jadi satu lembah yang tidak bertanaman di dekat rumah Allah yang mulia, yang fasilitasnya tidak seperti kalau di rumah. Tetapi Insya Allah, secara ibadah lebih kondusif kalau di pondok gitu,” kata Salim A Fillah, Senin (24/07/2023). Para orang tua hendaknya meneladani Nabi Ibrahim AS, yakni mendoakan anak. Bukti cinta orang tua kepada anaknya adalah mendoakan. Bukan sekadar memberikan fasilitas. Tapi, berupaya mendoakan si anak agar tumbuh menjadi hamba yang shalih. Sama halnya kisah kisah Abdurrahman Farrukh. Saat istrinya hamil, dia berangkat berjihad bersama pasukan muslim. Dia ternyata tertangkap dan dijual menjadi budak ke negeri-negeri yang jauh dari Madinah. Dia bebas setelah 30 tahun kemudian. Pada saat itu, anaknya Rabi’ah bin Farrukh, guru Imam Malik sudah berusia 29 tahun. Tidak ada yang menyangkan Farrukh menjadi ulama besar. Dia menjadi salah satu pengajar di Masjid Nabawi, tempat Imam malik mendalami ilmu agama. Seseorang pernah bertanya kepada Abddurahman Farrukh terkait rahasia mendidik anak. Itu karena mereka heran Abdurrahman tak pernah mendidik anaknya secara langsung, karena dijadikan budak saat tertangkap. “Saya selalu titip anak saya kepada Allah, saya selalu titip agar Allah yang mendidiknya karena saya terhalang dari mendidiknya. Saya ada di negeri yang jauh, tapi enggak pernah lewat satupun waktu salat kecuali saya mendoakan anak saya,” ujar Salim A Fillah menirukan jawaban Abdurrahman Farrukh. Hal itu menjadi contoh bagi orang tua. Meski berjauhan dengan anak, doakan kebaikan untuk mereka. Doa-doa itu yang mengantar anak pada tangga-tangga kesuksesan. Tidak ada yang mustahil di dunia ini. “Itu salah satu suri tauladan yang luar biasa. Jadi, doakan anak yang mondok. Jangan pernah lupa untuk mendoakan,” tutur Salim A Fillah. (yus)

Read More

Gerakan Mahasiswa Pencari Surga Mencari Beberapa Masjid dan Musholla

Bekasi — 1miliarsantri.net : Gerakan yang dilakukan sekelompok pemuda Universitas Islam 45 Bekasi, yaitu Gerakan Gemmas (Gerakan Membersihkan Masjid), memiliki tujuan yang sangat mulia. Gerakan ini bertujuan untuk meningkatkan kepedulian anak muda atau remaja terhadap tempat ibadah, baik masjid maupun musholla di sekitar mereka. Selain itu, gerakan ini juga ingin menanamkan rasa kecintaan terhadap agama, moral, dan etika kepada anak muda atau remaja saat ini. Gerakan ini dilaksanakan di daerah Bekasi, khususnya di Mushola Al-Munawaroh di Jalan Banteng RT 04/15 Kranji Bekasi Barat. Penting bagi gerakan ini untuk meminta izin terlebih dahulu kepada Pengurus dan ketua DKM Mushola Al-Munawaroh, Bapak Tarya ada S.Pd. M.Pd. Beberapa peralatan yang dibeli untuk kegiatan ini antara lain sapu, pengharum ruangan, keset kaki, soklin lantai, dan sabun cuci tangan. Walaupun dana yang dikeluarkan tidak banyak, gerakan ini ingin memberikan dorongan motivasi kepada anak muda. Meskipun terlihat sepele, membersihkan tempat ibadah memiliki pentingnya bagi umat Muslim. Dengan membersihkan tempat ibadah, kita berharap dapat mendapatkan keberkahan dalam hidup dan menjadi anak muda yang taat kepada Allah dan Rasulnya. Gerakan Gemmas ini sangat positif karena tidak hanya memberikan manfaat langsung dalam menjaga kebersihan tempat ibadah, tetapi juga membantu membentuk sikap dan karakter yang baik pada generasi muda. Gerakan semacam ini juga dapat menjadi inspirasi bagi orang lain untuk peduli terhadap lingkungan sekitar dan menjalankan ajaran agama dengan tanggung jawab. Semoga gerakan ini sukses dan memberikan dampak positif yang luas kepada masyarakat sekitar. (fat)

Read More

Wamenag : Agama dan Budaya Tidak Dapat Dipisahkan

Jakarta — 1miliarsantri.net : Wakil Menteri Agama Saiful Rahmat Dasuki mengatakan seni dan budaya bukanlah sekadar dekorasi yang menghiasi jalinan masyarakat Indonesia. Keduanya adalah inti dari identitas Indonesia sebagai bangsa yang menghubungkan masyarakatnya dengan para leluhur dan menjadi inspirasi untuk merangkul kemanusiaan. Makna seni dan budaya ini disampaikan Wakil Menteri Agama Saiful Rahmat Dasuki saat mewakili Menteri Agama membuka Temu Konsultasi Seniman dan Budayawan Nusantara 2023 di Jakarta. Helat yang diinisiasi Ditjen Bimas Islam Kementerian Agama ini mengusung tema Saleh Beragama dan Saleh Berbudaya. “Gelaran Temu Konsultasi Seniman Budayawan Nusantara ini menjadi momentum bagi kita untuk membangun kesalehan beragama kita agar tidak terjerabut dari identitas kebangsaan Indonesia yang multikultural,” ungkap Wamenag, kepada media, Jumat (21/7/2023) malam. Dirinya berharap, para seniman dan budayawan dapat membawakan pesan-pesan agama melalui produk-produk budaya yang bisa menggerakkan masyarakat agar tetap guyub, rukun, saling tolong menolong, dan berperan aktif dalam pembangunan bangsa. Dalam konteks agama dan budaya, Wamenag berkisah tentang Clifford Geertz, seorang ahli antropologi asal Amerika Serikat yang menganggap kyai/ulama’ pesantren sebagai makelar budaya atau cultural broker. Clifford Geertz, menyimpulkan demikian, karena melihat para kyai melakukan fungsi screening bagi budaya luar. Nilai-nilai baru yang dianggap merugikan, disaring oleh mereka agar tidak menanggalkan budaya lama. “Jika diilustrasikan, kyai bagaikan dam atau waduk yang menyimpan air untuk menghidupi daerah sekitar. Agama dan budaya adalah dua entitas yang saling mengisi dan saling mempengaruhi. Islam memiliki nilai universal, sedangkan budaya juga mencerminkan nilai-nilai moral, etika, dan identitas suatu masyarakat, ” tandas Wamenag. Wamenang menambahkan, karena itu, corak kekhasan Islam di Indonesia menunjukkan pola keislaman yang tidak bisa dipisahkan dengan budaya lokal. Ini selaras dengan apa yang disebut Gus Dur sebagai Pribumisasi Islam,” kata Wamenag. Ia menambahkan kesalehan dalam beragama adalah sebuah kondisi orang beriman yang merujuk pada tingkat kualitas ketulusan, kesetiaan, dan kepatutan terhadap ajaran-ajaran agama yang dianutnya. Kesalehan ini dapat diperoleh dari ritual ubudiyah yang dijalankan sehari-hari. Namun, kesalehan beragama saja tidaklah cukup. “Kesalehan dalam berbudaya juga penting sebagai komitmen orang beragama sekaligus warga negara. Komitmen ini merujuk pada sikap dan perilaku seseorang yang menghargai, memahami, dan menjunjung tinggi nilai-nilai budaya lokal yang ada di lingkungannya,” tegas Wamenag. Penting untuk diingat, lanjut Wamenag, bahwa Saleh dalam Beragama dan Saleh dalam Berbudaya berkaitan erat dengan nilai dan norma budaya yang berlaku di masyarakat tertentu. “Maka, seperti kata Gus Dur dalam buku ‘Islamku, Islam Anda, Islam Kita’, selama budaya Islam masih hidup terus, selama itu pula benih-benih berlangsungnya cara hidup Islam tetap terjaga,” tutup Wamenag. (rid)

Read More

Tata Taufik : Tak Mudah Mengajak Pesantren Ikut Program Muadalah

Jakarta — 1miliarsantri.net : Presiden Perhimpunan Pengasuh Pesantren Indonesia (P2I) KH M Tata Taufik, mengatakan masih ada beberapa kendala dan evaluasi dalam pengembangan program pesantren muadalah. Namun beberapa kendala yang ditemui masih dalam tahap wajar dan dapat dimaklumi. Salah satunya terkait dengan birokrasi pemerintahan. Misalnya pada saat melakukan sosialiasi mengenai muadalah terinformasi dengan baik oleh pihak Kemenag di kabupaten/kota tapi tidak beberapa lama kemudian ada pergantian pejabat. Sehingga pihak Kemenag Kabupaten tersebut bakal bertanya lagi terkait dengan muadalah. Tentu saja meski bukan kendala berarti tapi cukup memakan waktu untuk kembali mensosialisasikan pesantren muadalah. “Jadi mereka akan mempertanyakan hal baru lagi, makhluk apa Muadalah dan seterusnya, Baru mereka studi tentang aturan-aturannya dan ini memakan waktu yang agak lama untuk bisa memahami,” ungkap Tata Taufik. Tata Taufik menambahkan, mengenai kendala teknis, seperti persyaratan-persyaratan yang harus disiapkan. Mulai dari badan hukum, rekomendasi-rekomendasi dari kantor urusan agama (KUA) dan lain sebagainya san untungnya semuanya bersifat online. Sementara animo atau keinginan pesantren untuk muadalah sangat tinggi. Bisa juga kendala berikutnya, karena berbagai kesibukan dari pemerintah misalnya. “Tapi saya pikir itu bukan kendala yang berarti. Karena itu kan wajar dalam sebuah birokrasi seperti itu,” kata Pimpinan Pondok Pesantren Modern Al-Ikhlash tersebut. Kendati demikian, kata Tata Taufik, semangat dan keyakinan daripada para pesantren untuk memuadalahkan tetap harus dijawab. Sebab hal itu merupakan hak dari para pesantren untuk memilih model pendidikan yang ingin dikembangkannya. Hanya saja memang belum semua pihak memahami atau mengetahuinya. Sehingga diperlukan kerja keras, karena sebagai entitas baru tentu butuh perjuangan untuk sosialisasi. Selain itu, menurut Tata Taufik, evaluasi yang harus dilakukan adalah percepatan proses. Karena misi P2i maupun di organisasi kepesantrenan adalah mengangkat model pendidikan pesantren sebagai model pendidikan yang memang asli Indonesia. Terlepas dari kritikan dan lain sebagainya, model pendidikan pesantren ternyata diakui memiliki keunggulan. Terutama di era kemajuan digital dan gawai sangat mudah didapatkan seperti saat ini. “Di era digital ini kan dengan pesantren itu bisa membuat semacam diet lah. Kalau lagi liburan kan mereka punya kesempatan untuk itu (bermain gawai) tapi ketika mereka di pesantren lagi mereka tidak. Di beberapa pesantren dan di mayoritas pesantren tidak mengizinkan penggunaan gedget,” jelas Tata Taufik. Saat ini sudah ada 254 pondok pesantren yang telah mengikuti program muadalah. Namun angka tersebut, kata Tata Taufik, masih sangat sedikit dibandingkan dengan jumlah seluruh pesantren yang tersebar tanah air berkisar 30 ribu pondok pesantren. Dari 254 pondok pesantren sebanyak 75 diantaranya adalah pesantren muadalah dengan pola muallimin dan sisanya adalah pesantren berbasis Salafiyah. (ifa)

Read More

Penampakan Nyi Roro Kidul Saat Pengajian Gus Miftah di Lampung

Yogyakarta — 1miliarsantri.net : Pimpinan Pondok Ora Aji, Sleman, Miftah Maulana Habiburrahman atau yang akrab disapa Gus Miftah, buka suara terkait video penampakan seorang wanita bermahkota yang sempat diunggah di Instagram pribadinya saat menghadiri acara pengajian di Lampung. “Oh iya mas, kemarin saya pengajian di Lampung ada anak kecil ngerekam di belakang itu ada muncul sosok pakai mahkota. Lha saya bongso klenik itu nggak begitu ngeh lah (macam klenik begitu tidak begitu memperhatikan-Red), karena saya orangnya rasional,” ujar Gus Miftah kepada 1miliarsantri.net, Selasa (18/07/2023). Gus Miftah mengatakan, seorang temannya yang mengetahui perihal tersebut, mengatakan bahwa sosok penampakan itu menyerupai Nyi Roro Kidul. Namun, ia malah bersyukur apabila sosok tersebut ikut mengaji padanya. “Beberapa teman yang memang dunianya seperti itu bilang kayak kanjeng Nyi Roro Kidul, ya saya bilang Alhamdulillah Nyi Roro kidul mau ikut mengaji sama saya,” imbuhnya. Menurutnya, setelah video tersebut tersebar sempat terjadi keributan. Ia mengatakan bahwa video tersebut direkam saat dirinya mengadakan salah satu pengajian di daerah Lampung pada, 15 Juli lalu. “Di Lampung tanggal 15 malam. Itu rame di Lampung geger, kok ada. Itu yang ngerekam anak kecil makanya videonya goyang-goyang, gak fokus,” katanya. Gus Miftah mengaku ia mendapatkan video itu dari salah satu pengurus pondok tempat pengajian tersebut. Ia juga mengaku baru mengalami kejadian tersebut untuk pertama kalinya. “Baru ini pertama kali itu. Saya itu orang rasional, percaya dengan alam ghaib ya percaya saja nggak sampai mendalami atau fokus ke itu. Tahu dari kiai pengasuh ponpes saya dikirimi dibilang: Gus, viral di belakangnya itu ada sosok,” tutupnya. (mif)

Read More

Mengenal Rofiqoh Dharto Wahab, Umi Kultsum Indonesia

Jakarta – 1miliarsantri.net : Bagi generasi millenial saat ini bisa jadi belum pernah mendengar nama Rofiqoh. Dia adalah perempuan pertama yang mewarnai grup kasidah di Indonesia masuk dapur rekaman. Perempuan asal Pekalongan, Jawa Tengah ini wanita pertama menembus Istana Negara dengan lagu qasidah, lalu mempopulerkan. Dia memulai semua itu saat kondisi politik negara sedang mencekam. Pada 1960-an, saat organisasi Islam ditekan oleh pemerintahan Orde Baru, Rofiqoh memperkenalkan genre musik gambus atau kasidah berbahasa Arab kepada masyarakat. Liriknya berisi pujian-pujian kepada Tuhan yang diiringi alat musik. Dalam setiap penampilannya selalu menggunakan kebaya, kerudung, dan batik ciri khas perempuan Jawa pada masanya. Ia muncul pertama kali di depan publik pada tahun 1964 dan mencoba hijrah ke Jakarta pada tahun 1965. Pada tahun yang sama ia menikah dengan Dharto Wahab seorang wartawan yang beralih profesi menjadi pengacara. Ia pernah tampil di Istana Negara membawakan kasidah ‘Habibi Ya Rasulullah’ dalam peringatan Maulid Nabi Muhammad, sebelum meletusnya pergerakan G30S/PKI. Suatu ketika Rofiqoh dikejutkan oleh suara sirine panjang di Istana Negara menjelang pecahnya Gestapu atau G30S PKI (Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia). Saat itu dia baru selesai melantunkan ayat-ayat suci Alquran. Dari podium dia leluasa melihat kecamuk di wajah para tamu perhelatan Isra Miraj di bulan September tahun 1965 itu. “Saya melihat pak Harto (Soeharto) melaporkan sesuatu ke pak Soekarno. Dan para tamu mulai berdiri dari kursi, saling pandang. Bingung ada apa? Saya juga khawatir,” ujar Hj Rofiqoh Dharto Wahab, saat itu dalam sebuah wawancara bersama wartawan, 2021 silam. Beberapa hari setelah insiden sirine itu, meletuslah G30S PKI. Peristiwa politik paling kelam yang menjadikan fitnah sebagai mesiu mematikan. Puluhan tahun kemudian, tepatnya hari ini aroma dupanya masih saja dihembus-hembuskan. “Waktu itu pak Karno naik ke podium ngasih pengumuman untuk menenangkan para tamu istana. Jadi selain saya, ada pak Karno dan Duta Besar Aljazair di atas podium,” lanjut Rofiqoh. Pengumuman yang disampaikan Presiden Soekarno saat itu, lebih mengejutkan Rofiqoh. “Pak Karno bertanya, apakah yang mengaji bisa bernyanyi? Saya bilang bisa. Lalu saya diminta bernyanyi,” ujar Rofiqoh yang lebih dari setengah usianya dihabiskan untuk berdakwah dan pendidikan umat. Karir sebagai penyanyi kasidah dimulai sejak ia duduk dibangku kanak-kanak. Selain itu ia juga dikenal sebagai qoriah (Pembaca Al-Quran). Rofiqoh pernah menjuari perlombaan MTQ tingkat Provinsi di Yogyakarta lalu beberapa tahun kemudian dia menjuarai di tingkat Jawa Tengah, tepatnya di Kota Semarang. Rofiqoh muncul pertama kali dalam acara keagamaan di Pekalongan. Pada tahun 1965, Rofiqoh berpindah di Jakarta dan menemukan pasangan hidupnya yaitu seorang wartawan yang bernama, Darto Wahab. Lalu ia dilirik oleh Rustam dari RRI lalu membawanya ke dapur rekaman piringan hitam dan mengisi acara program kasidah di RRI dan tanpa iringan musik. Pada tahun 1970 lahirlah kasidah modern Rofiqoh menjalani rekaman bersama Orkes Bintang-Bintang Ilahi pimpinan Agus Sunaryo dan juga laris di pasaran di bawah pimpinan Agus Sunaryo. Lagu-lagu yang dibawakannya terjual ribuan hingga ratusan ribu kopi. Hitsnya seperti ‘Hamawi Yaa Mismis’ atau ‘Ya Asmar Latin Tsani’ telah menjadi lagu klasik dalam genre kasidah yang terus direkam dan diperdengarkan hingga sekarang ini, lebih-lebih dalam versi daur ulangnya. Kesuksesannya masuk dapur rekaman dan sambutan penggemar yang luas saat itu juga menjadi pembuka jalan bagi kehadiran berbagai jenis kasidah. kasidah pop, kasidah dangdut, kasidah modern, dan lain-lain pada masa-masa berikutnya. Tahun 1966 didukung oleh grup musik Al-Fata (Pemuda) pimpinan A Rahmat, ia masuk dapur rekaman dan piringan hitamnya beredar ke penjuru Indonesia. Lagu-lagunya seperti Hamawi Yaa Mismis, Ya Asmar latin Sani, Ala ashfuri, dan Ya Nabi salam alaik kemudian dengan cepat menjadi populer. Apalagi lagu-lagu itu berulang-ulang disiarkan di RRI dan ia pun beberapa kali tampil di TVRI. Tahun 1971, rekamannya telah muncul dalam bentuk kaset yang makin memudahkan orang untuk memperolehnya. Rofiqoh mencuat sebagai bintang dan menjadi semacam ‘Ummi Kultsum’-nya Indonesia saat itu. Dalam dua dekade awal karirnya, hampir setiap dua bulan ia mengeluarkan album rekaman terbarunya, baik berupa pembacaan Qur’an maupun lagu-lagu kasidah dan gambus. Tak ada catatan pasti berapa album yang telah ia telurkan hingga kini. Yang jelas, sampai tahun 1990-an ia masih mengeluarkan album baru, meski sebagian besar daur ulang lagu-lagu lamanya yang sukses. (fq)

Read More

Kulturalisasi Islam di Tanah Jawa

Yogyakarta – 1miliarsantri.net : “Muslim Jawa itu Muslim nominal!” Pernyataan yang meragukan orang Jawa bisa menjadi Muslim yang sejati seperti ini telah berdengung minimal dalam kurun setengah abad terakhir. Ini dimulai ketika ilmuwan sosial asal Amerika Serikat, Clifford Geertz, pada ujung dekade 50-an mengemukakan hasil penelitiannya mengenai pengaruh agama di kalangan masyarakat Jawa. Saat itu, Geertz melakukan penelitian di kota yang disebutnya sebagai Mojokuto atau tepatnya Kota Pare, Kediri, Jawa Timur. Hasil penelitian Geertz kemudian menelurkan tiga varian tentang orang-orang Jawa (Trikotomi), yakni santri, priayi, dan abangan. Santri adalah mereka yang taat pada ajaran Islam, priayi adalah kelompok sosial yang terpengaruh ajaran leluhur, yakni Hindu-Buddha, dan abangan adalah kelompok rakyat jelata yang tak terlalu taat pada Islam dan mempraktikkan agama secara sinkretis. ”Memang sudah lama sekali pengelompokan Geertz itu. Banyak pihak yang bertanya apakah masih berlaku sampai sekarang, yakni setelah lebih dari setengah abad. Jawabnya sudah berubah sama sekali. Keberagamaan orang Islam di Jawa kini tak bisa lagi dianggap nominal. Islam sudah begitu merasuk ke dalam masyarakat itu?” kata DR Pipip Rifai Hasan, pengajar pada Universitas Paramadina, ketika ditanya soal isu Islam nominal di kalangan kaum Muslim di Jawa. Adanya sinyalemen bahwa orang Jawa tidak bisa menjadi Islam yang kaffah yang itu kemudian dijawab oleh Pipip bahwa keadaannya sudah berubah, semakin membuat penasaran untuk melihat kenyataan yang terjadi di lapangan. Pada sebuah perjalanan yang khusus untuk melihat kenyataan berubahnya kondisi sosial keagamaan di Jawa itu terekam kuat ketika pergi mengunjungi sebuah kota kecamatan di wilayah Jawa ‘pedalaman’, yakni Piyungan, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Dan, memang Piyungan yang terletak di perbatasan tiga wilayah kabupaten, yaitu Kabupaten Sleman, Bantul, dan Gunung Kidul, belakangan mencuri perhatian publik karena mendadak ada sebuah website yang sangat ‘menggebu-gebu’ mengabarkan berita yang terkait dengan isu umat Islam. Bagi publik yang selama ini kerap menganggap bahwa orang Jawa tak bisa berislam secara kaffah atau total jelas tercengang-cengang. Apalagi, semenjak dahulu wilayah ini kondang sebagai wilayah kaum abangan. “Mana mungkin mereka kini bisa jadi santri seperti itu,” begitu pertanyaan yang berkelebat di banyak benak orang. Klaim bahwa ‘pedalaman’ Jawa tak bisa berubah semakin kuat bila melihat kenyataan bahwa di sana terdapat beberapa situs pemujaan peninggalan masyarakat Hindu. Dengan begitu, menjadi sangat tidak masuk akal bila wilayah itu menjadi berwajah begitu Islami. ”Memang banyak yang terheran-heran setelah datang langsung ke sini. Mereka berkata kok bisa ya, Piyungan jadi seperti ini, yakni begitu banyak sekolah Islam, majelis taklim, swalayan, dan BMT syariah. Ini terjadi sebab pasti yang kini datang berkunjung ke Piyungan masih membayangkan situasi Piyungan seperti tahun 1970-an,” kata Nugroho, warga Dusun Ngijo, Piyungan Piyungan adalah salah satu contoh dari sekian banyak tempat di Jawa yang dahulu disebut daerah abangan yang kemudian berubah menjadi ‘santri’. Wakil Ketua MPR Hajriyanto Y Tohari yang besar dan berasal dari wilayah ‘pedalaman Jawa’ secara terbuka mengakuinya. Menurut dia, suasana Jawa yang semakin Islami kini sangat kuat terasa. Bila dulu di sebuah desa hanya terdiri atas satu surau, kini di dalam desa itu di setiap dusunnya berdiri banyak surau. Di tingkat desa kini berdiri sebuah masjid jami (raya) yang besar untuk melakukan shalat Jumat. ”Masyarakat Jawa kini tidak bisa lagi dilihat ala Trikotomi Clifford Geertz, adanya santri, abangan, priayi. Situasinya kini sangat berubah akibat dari meluasnya pembangunan,” kata Hajriyanto. Menurut dia, situasi ini mau tidak mau muncul atas peran dari penguasa Orde Baru, Soeharto. ”Harus diketahui pula Islamisasi yang paling cepat itu terjadi pada masa Pak Harto itu. Jadi, daerah-daerah abangan menjadi santri terjadi pada kurun itu. Gerakan Yayasan Pak Harto dengan mendirikan masjid, Pak Harto naik haji dan naiknya raja Yogyakarta pertama yang naik haji, Sultan Hamengku Bowono X dan Paku Alam, itu sebagai pertandanya,” ujar Hajriyanto. Pendapat senada juga dinyatakan sosiolog UIN Yogyakarta, DR Mohammad Damami. Menurut dia, kini telah terjadi perubahan yang dahsyat dalam sisi keberagamaan masyarakat Jawa. Mereka kini semakin Islami atau kian menjadi santri. “Yang mencengangkan lagi tingkat keberagamaan mereka pada Islam itu didapat melalui rasa kepercayaan diri yang kuat serta mandiri. Sebuah hal yang tak terbayangkan memang,” kata Damami. Pada tataran ilmiah, dalam beberapa bulan terakhir terbit sebuah buku karya sejarawan M.C Ricklefs, Mengislamkan Jawa: Sejarah Islamisasi di Jawa dan Penentangnya dari 1930 Sampai Sekarang. Dalam buku itu, Ricklefs membantah bahwa sebagian besar Muslim di Jawa kini masih tetap atau hanya terdiri dari kaum abangan atau menganut ‘Islam KTP’ saja. Ricklefs menyatakan, kenyataan justru menunjukkan bahwa tanah Jawa semakin ‘hijau’ saja. Masyarakatnya semakin saleh atau malah kini sudah menjadi santri. Islamisasi semakin dalam dan sudah mencapai fase tak bisa dibalikkan. ”Kini, sulit untuk membayangkan bahwa pengaruh Islam yang semakin mendalam terhadap masyarakat Jawa dapat dihentikan atau dibalikkan arahnya oleh siapa pun yang menentangnya,” ujar Ricklefs dalam buku tersebut. (yys)

Read More