Poisoning Babies: Aktivis Surabaya Demo Gambar Bayi Terbungkus Plastik

Dengarkan Artikel Ini

Surabaya – 1miliarsantri.net : Puluhan aktivis lingkungan yang tergabung dalam Ecoton Foundation menggelar aksi protes di depan Konsulat Jenderal Australia di Surabaya, mendesak penghentian ekspor limbah plastik ke Indonesia. Mengangkat tema “poisoning babies” atau meracuni bayi, aksi ini menyoroti temuan mikroplastik di plasenta, urine, bahkan darah manusia, yang dianggap membahayakan kesehatan generasi mendatang.

Para demonstran menggunakan boneka bayi dan manekin terbungkus plastik sebagai simbol visual ancaman polusi plastik terhadap anak-anak. Spanduk dengan pesan tegas seperti “Australia’s plastic waste is poisoning our babies” dan “Your plastic lifestyle destroys our future” terpampang jelas, menambah tekanan moral pada Australia agar menghentikan pengiriman sampah plastik ke Indonesia.

Ancaman Limbah Plastik dari Australia ke Indonesia

Menurut data Ecoton, sejak 2020 hingga 2024 Australia telah mengekspor lebih dari 2,7 miliar kilogram sampah kertas ke Indonesia. Sebagian besar dari limbah ini terkontaminasi plastik fleksibel, kemasan multilayer, dan material sekali pakai yang sulit didaur ulang.

Setiap bulan, sekitar 4.000 ton sampah kertas masuk ke Indonesia, setara dengan 50.000–60.000 ton per bulan,  jumlah yang melebihi kapasitas pengolahan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Benowo di Surabaya.

Selain kertas terkontaminasi, data Ecoton mencatat bahwa pengiriman sampah plastik murni (HS Code 3915) dari Australia ke Indonesia pada periode 2023–2024 mencapai 22.333 ton, naik 27,9% dibandingkan tahun sebelumnya.

Kondisi ini memicu kekhawatiran publik bahwa Indonesia menjadi tempat pembuangan limbah plastik negara maju. Aktivis menegaskan bahwa perdagangan limbah global yang awalnya dianggap solusi sirkularitas justru memperparah ketimpangan lingkungan antarnegara.

Mikroplastik: Ancaman Nyata bagi Bayi dan Kesehatan Publik

Penelitian Ecoton bersama tim internasional menemukan mikroplastik di tubuh manusia, mulai dari darah, urine, hingga cairan ketuban. Hasil temuan mencengangkan:

  • 88 partikel mikroplastik ditemukan dalam 26 sampel darah.
  • 107 partikel dalam 11 sampel cairan ketuban.
  • 52 partikel dalam 9 sampel urin.

Menurut Prigi Arisandi, Direktur Eksekutif Ecoton, bayi berpotensi menelan hingga 660.000 partikel mikroplastik per tahun, yang dapat menyebabkan stres oksidatif, kerusakan DNA, gangguan hormonal, dan risiko penyakit kronis di masa depan.

Aksi protes di Surabaya ini juga bertepatan dengan kegiatan Plastic-Free July 2025 di Taman Apsari, di mana aktivis menyerukan larangan penggunaan plastik sekali pakai, terutama kemasan sachet, mencontoh kebijakan anti-plastik satuan yang sudah diterapkan di Bali.

Desakan Kebijakan dan Peran Indonesia di Diplomasi Global

Selain menekan Australia, Ecoton mendesak pemerintah Indonesia untuk memperketat pengawasan impor plastik dan menegakkan kebijakan Extended Producer Responsibility (EPR) agar produsen bertanggung jawab penuh pada daur hidup produknya.

Meski Indonesia memiliki standar limbah impor, pelaksanaannya sering dinilai tidak konsisten. Tiza Mafira dari Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik menegaskan, “Regulasi ada, tapi pelaksanaannya lemah. Pemerintah pusat dan daerah harus satu suara.”

Di tingkat global, aksi ini mendukung Perjanjian Global Plastik (Global Plastic Treaty) yang sedang dirundingkan di Jenewa. Jika perjanjian tersebut mengikat secara hukum, Indonesia dapat memainkan peran strategis sebagai negara berkembang yang menjadi korban perdagangan limbah plastik, sekaligus menjadi penggerak diplomasi lingkungan internasional.

Aktivis menilai Surabaya bisa menjadi titik balik perjuangan melawan ketimpangan ekologis, dengan menggabungkan kekuatan masyarakat sipil, akademisi, dan pemerintah dalam satu visi: menghentikan aliran limbah plastik berbahaya dari luar negeri.

Simbolisasi Visual yang Menggugah Kesadaran Publik

Aksi ini menegaskan pentingnya pendekatan visual dalam menyampaikan pesan lingkungan. Simbol bayi terbungkus plastik tidak hanya menggugah emosi, tetapi juga menjadi metafora kuat bahwa polusi plastik adalah krisis yang menyentuh kehidupan paling mendasar.

Dengan pesan seperti “poisoning babies” terpampang di ruang publik, demonstrasi ini tidak hanya mengkritik sistem perdagangan limbah global, tetapi juga mengajak warga kota untuk merenungkan peran pribadi dalam rantai konsumsi plastik.

Pesan yang dibawa para aktivis di Surabaya adalah jelas mengenai isu limbah plastik bukan hanya masalah lingkungan, melainkan masalah kesehatan publik, keadilan sosial, dan kedaulatan negara.

Penulis: Faruq Ansori

Editor: Glancy Verona

Foto by AI


Eksplorasi konten lain dari 1miliarsantri.net

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

Berikan Komentar Anda

Eksplorasi konten lain dari 1miliarsantri.net

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca