Redaksi

Mengenal 10 Bahasa Kuno Yang Masih Dipergunakan Sekarang Ini

Jakarta – 1miliarsantri.net : Setiap negara atau mungkin bisa setiap daerah selalu memiliki bahasa tersendiri. Kalimat demi kalimat atau Kata-kata yang diucapkan tersebut tidak bisa lepas meninggalkan jejak fisik di dunia. Jadi jika ingin mencari asal usul bahasa manusia bisa menjadi urusan yang rumit, karena bahasa juga terus berubah, dengan kata-kata dan maknanya berubah dan terus berubah setiap generasi. Karenanya sulit menentukan bahasa apa yang tertua di dunia. Ada banyak bahasa dari zaman purba yang masih dituturkan sampai hari ini, diantaranya : Sekitar tahun 400 M, bahasa Ibrani tidak lagi menjadi bahasa sehari-hari dan hampir menjadi bahasa mati. Namun, kebangkitan Zionisme di era modern memastikan kebangkitan bahasa tersebut dan sekarang digunakan oleh 9 juta orang, terutama di Israel yang menjadi bahasa resmi. Bahasa Ibrani modern berbeda dari versi Alkitab. Sansekerta masih dituturkan hari ini dalam beberapa bentuk, utamanya oleh pendeta Hindu selama upacara keagamaan. Diperkirakan kurang dari 1 persen orang India dapat berbicara Sansekerta, dengan hanya 14.000 orang menggambarkannya sebagai bahasa utama mereka. Bahasa ini juga ditemukan dalam prasasti di candi-candi yang ada di Indonesia. Namun, warisannya tetap hidup. Bahasa Sanskerta milik keluarga besar yang dikenal sebagai bahasa Indo-Eropa, yang berarti memiliki hubungan yang jelas dengan bahasa Inggris, Prancis, Portugis, Spanyol, Rusia, dan banyak bahasa lain yang digunakan secara luas di Eropa. Tamil ini dituturkan sebagian besar oleh orang India di bagian selatan, di negara bagian Tamil Nadu. Selain itu, bahasa Tamil juga digunakan di Sri Lanka. Yang paling menarik, karya sastra bahasa Tamil paling awal, Tolkappiyam, berasal dari tahun 300 SM. Bentuk klasik bahasa ini jauh berbeda dari yang dituturkan hari ini di Yunani, meskipun sebagian besar penutur fasih harus dapat memahami bahasa Hellenistik atau Yunani “Koine” yang diucapkan di masa lalu. Namun, bentuk-bentuk seperti dialek Attic, salah satu bentuk tertua yang diucapkan oleh orang-orang seperti Socrates, kemungkinan akan terlalu jauh untuk dipahami oleh penutur modern. Bahasa ini pertama kali muncul di barat laut Semenanjung Arabia dan anggota keluarga bahasa Semit, bersama bahasa Ibrani dan Aramaik atau Aram. Diperkirakan ada 371 juta penutur bahasa Arab di seluruh dunia hari ini dan menganggap bahasa Arab sebagai bahasa ibu mereka. Lebih banyak lagi yang menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa kedua, karena bahasa Arab merupakan bahasa utama Alquran. Namun, semuanya dapat ditelusuri kembali ke China kuno. Beberapa penggunaan prasasti aksara China paling awal yang diketahui telah ditemukan di cangkang kura-kura yang berasal dari setidaknya 1123 SM, menunjukkan bahwa bahasa tertulis telah ada selama lebih dari 3.000 tahun. Sejak saat itu bahasa Mandarin telah berkembang dan beragam secara signifikan, tetapi pengaruh sistem bahasa kuno ini masih dapat dirasakan oleh penutur zaman modern. Pada abad keenam hingga kesembilan Masehi, bahasa tersebut telah berkembang menjadi bahasa Romawi modern, seperti bahasa Italia, Spanyol, Portugis, dan Prancis. Meskipun bahasa Latin tidak lagi digunakan sebagai bahasa pertama, ia telah berhasil menghindari menjadi bahasa mati berkat minat yang besar pada teks-teks kuno dan pengaruh luas bahasa Latin pada budaya Eropa, termasuk pilihan bahasa Latin Linnaeus untuk nomenklatur binomial, sistem penamaan organisme dalam sains. Sekitar 700.000 orang masih menuturkan bahasa ini di Negara Basque,komunitas otonom yang terletak di pegunungan Pyrenees antara perbatasan Prancis dan Spanyol. Usia bahasa ini masih misteri karena tidak terkait dengan bahasa lain yang ada. Namun, hal ini menjadikannya bahasa yang menarik untuk dipelajari oleh para ahli bahasa karena ini adalah salah satu dari sedikit bahasa Eropa yang bertahan sebelum dibanjiri oleh bahasa Indo-Eropa. (yan)

Read More

Kemajuan Perekonomian Kerajaan Perlak di Tangan Putri Nurul A’al

Aceh Timur – 1miliarsantri.net : Sejarah tentang kerajaan-kerajaan Nusantara memang tak akan ada habisnya untuk dipelajari. Karena hingga sekarang ini belum banyak tergali informasi-informasi penting yang berguna untuk generasi mendatang, termasuk diantara nya adalah Kesultanan Perlak. Kesultanan Perlak merupakan kerajaan Islam pertama di Nusantara. Dalam berbagai catatan sejarah disebutkan bahwa kerajaan ini berkuasa antara 840 hingga 1292 M. Sultan pertama yang memimpin kerajaan ini adalah Sultan Alaiddin Syed Maulana Abdul Aziz Shah. Di Kesultanan Perlak, selain para Sultan, ada juga sosok perempuan yang perannya tak kalah dari Sultan. Ia merupakan srikandi sebelum lahirnya tokoh Kartini, Cut Nyak Dien, Dewi Sartika, dan tokoh-tokoh perempuan lainnya yang lahir setelahnya. Seperti Puteri Nurul A’al. Ia salah satu tokoh penting di dalam sejarah Kesultanan Perlak. Tidak banyak yang mengangkat kiprahnya secara detil baik dalam bentuk tulisan maupun lainnya. Sehingga sedikit yang mengetahui tentang sejarak sosok ini. Ismail Fahmi Arrauf Nasution dan Miswari dalam artikel pendahuluannya yang dimuat di Paramita: Historical Studies Journal menyebutkan bahwa Kesultanan Perlak terkenal dengan daerah penghasil kayu perlak. Kualitasnya bagus dan cocok untuk pembuatan kapal. Kualitas kayu tersebut yang menarik para pedagang dari berbagai daerah di luar Nusantara untuk membelinya. Seperti dari Gujarat, Arab, dan India. Mereka berbondong-bondong pergi ke daerah Kesultanan Perlak. Daerah ini kemudian menjelma menjadi kawasan bandar niaga yang sangat maju pada awal abad ke-8. “Kondisi ini membuat maraknya perkawinan campuran antara para saudagar Muslim dengan penduduk setempat,” tulisnya. Perkawinan campur ini menjadi faktor berkembang pesatnya Islam di Kerajaan Perlak. Dan pada masa Puteri Nurul A’la ini Islam disebut-sebut mencapai puncaknya. Saat itu, dia menjabat sebagai Perdana Menteri perempuan. Puteri Nurul A’la memegang peranan penting di bidang ekonomi. Pada masa itu, ia menjabat sebagai ketua bendahara kerajaan (baitul mal). Putri Nurul A’la adalah putri dari Sultan Perlak kesebelas yaitu, Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdullah Syah Johan Berdaulat (1078-1108). Jabatan yang didudukinya sebagai perdana menteri yaitu meneruskan perjuangan ayahnya. Selain jabatan tersebut, Puteri Nurul A’la disebutkan juga menjabata sebagai panglima perang. Ia digambarkan sebagai panglima perang yang gagah berani pada masanya. Rakyat Aceh tidak asing dengan cerita tentang sosok Puteri Nurul A’la. Sehingga cerita rakyat yang dikenal dengan Hikayat Puteri Nurul A’la adalah cara rakyat Aceh mengenang riwayat Puteri Nurul A’la. Hikayat tersebut menceritakan bahwa zaman dulu terdapat seorang raja yang berkuasa di Perlak dimana wilayahnya terletak di Blang Perlak antara Muara Krueng Tuan dan Krueng Seumanah. Setelah lama menikah, raja tersebut belum dikaruniai keturunan. Lalu dia bernazar jika diberi putera, dia akan memandikan putera tersebut di laut dekat Kuala Perlak. Tak lama kemudian, raja tersebut dikaruniai seorang putera yang diberi nama Ahmad Banta dan seorang puteri yaitu Puteri Nurul A’la. Puteri Nurul A’la dikenal sebagai pedagang kayu perlak. Sehingga tak heran jika ekonomi sangat maju ketika dia menjabat sebagai perdanan menteri Kesultanan Perlak. Sistem koperasi sudah dijalankan pada masa itu, khususnya di bidang peternakan dan pertanian yang berbasis pinjaman modal dengan pengembalian melalui cara dicicil. Selain ekonomi, Puteri Nurul A’la juga disebut-sebut berkiprah dalam kemajuan dibidang pendidikan. Tetapi tak banyak sumber yang menjelaskan lebih detil tentang kiprah baik dibidang pendidikan maupun lainnya. Peran Puteri Nurul A’la tersebut patu menjadi contoh bagi generasi saat ini. Semangatnya dalam membangun ekonomi perlu ditiru. Namun yang jelas bahwa perempuan bisa ikut mengambil peran yang sama dengan laki-laki dalam berbagai bidang. (zak)

Read More

Hitungan Masehi, Tanggal 8 Juni 632 Rasulullah SAW Wafat

Jakarta – 1miliarsantri.net : Secara hitungan masehi, tepat hari ini, 1.391 tahun lalu, umat Islam kehilangan sosok pemimpin yang menjadi panutan untuk selama-lamanya. Baginda Rasulullah Muhammad shallalahu ‘alaihi wassalam (SAW) wafat pada Senin, 8 Juni 632 Masehi (12 Rabiul Awal tahun 11 Hijriyah). Rasulullah SAW lahir di Makkah dari keluarga yang sangat sederhana. Ia menikah dengan seorang janda kaya pada usia 25 tahun dan hidup 15 tahun berikutnya sebagai pedagang biasa. Rasulullah SAW mendapat wahyu dari Allah SWT melalui malaikat Jibril di sebuah gua di Gunung Hira di utara Makkah pada 610 M. Wahyu-wahyu yang diterimanya kemudian terkumpul menjadi kitab suci Alquran yang menjadi pedoman hidup umat Islam. Rasulullah SAW merupakan nabi terakhir sekaligus sebagai nabi penyempurna tradisi Yahudi-Kristen. Baginda mengadopsi teologi agama-agama lebih tua sambil memperkenalkan ajaran baru, yaitu Islam. Ajarannya juga membawa persatuan bagi suku Baduy di Arab. Pada musim panas 622 M, Rasulullah SAW hijrah ke Madinah sejauh 200 mil sebelah utara Makkah. Di sana ia diberi kekuatan politik yang cukup besar. Di Madinah, Rasulullah SAW membangun sebuah pemerintahan teokratis dan mengelola kerajaan yang berkembang dengan sangat pesat. Setelah wafat, Rasulullah SAW diakui sebagai pemimpin yang sangat sukses di seluruh Arab selatan hingga aktif di Kekaisaran Timur, Persia, dan Ethiopia. Pada perjalanannya, Islam menjadi kepercayaan terbesar yang pernah ada di dunia, yang terbentang dari India ke Timur Tengah dan Afrika Utara serta sampai ke Semenanjung Iberia di Eropa Barat. Penyebaran Islam berlanjut setelah berakhirnya penaklukan di Arab. Banyak agama di Afrika dan Asia mengadopsi agama tersebut. Saat ini, Islam adalah agama terbesar kedua di dunia. Rasulullah meninggal di usia 63 tahun. Rasul terakhir bagi umat Islam sekaligus sebagai nabi akhir jaman itu mengembuskan napas terakhirnya di pangkuan istrinya, Aisyah. Nabi Muhammad wafat setelah kesehatannya menurun hingga ia jatuh sakit lebih dari dua pekan. Aku menyandarkan Rasulullah ke dadaku atau pangkuanku. Beliau meminta bejana untuk dijadikan tempat beliau membuang air kecil. Setelah itu, beliau wafat,” kata Aisyah diriwayatkan dari Humaid bin Mas’adah Al-Bashri yang dikutip dari buku Mengenal Pribadi Agung Nabi Muhammad SAW oleh Imam At-Tirmizi. Sebelum wafat, Rasulullah SAW jatuh pingsan. Tidak lama kemudian beliau sadar, lalu bertanya, “Apakah waktu sholat telah tiba?” Para sahabat menjawab, “Ya.” Beliau berkata, “Perintahkan Bilal untuk mengumandangkan adzan dan perintahkan Abu Bakar untuk bertindak sebagai imam sholat!” Beliau jatuh pingsan lagi. Sesaat kemudian, beliau sadar dan kembali bersabda, “Perintahkan Bilal untuk mengumandangkan adzan dan perintahkan Abu Bakar untuk bertindak sebagai imam!’ Mendengar perintah tersebut Aisyah berkata, “Ayahku orang yang sangat halus perasaannya. Jika menjadi imam, ia akan menangis. Ia bukan orang yang tepat untuk menjadi imam sholat. Alangkah baiknya jika engkau menugaskan orang lain.” Bilal pun mengumandangkan adzan dan Abu Bakar bertindak sebagai imam sholat. Ketika itu, Rasulullah merasakan sakitnya mulai berkurang. Maka beliau berkata, “Carilah orang yang bisa memapahku!” Barirah pun datang bersama seorang laki-laki. Dengan dipapah kedua orang itu, Rasulullah keluar rumah. Ketika Abu Bakar melihat beliau keluar, ia hendak mundur. Tapi Rasulullah memberi isyarat agar Abu Bakar tetap di tempatnya. Abu Bakar pun mengimami sholat hingga selesai. Setelah itu, Baginda Rasulullah Muhammad shallalahu ‘alaihi wassalam wafat. Diceritakan oleh Nashr bin Ali Al-Jahzhami, setelah itu Umar bin Khattab berkata, “Demi Allah, siapa pun yang mengatakan bahwa Rasulullah telah wafat pasti akan kuhajar ia dengan pedangku ini.” Kemudian, Abu Bakar yang baru tiba berkata, “Wahai para sahabat, biarkan aku lewat. Mereka pun memberinya jalan. Abu Bakar masuk dan memeluk Rasulullah, menunduk dan menyentuh lengan beliau, kemudian berkata, ‘Sungguh, engkau telah wafat dan mereka pun (akan) mati.” Diriwayatkan oleh Ishaq bin Musa Al-Anshari, perawakan Rasulullah tidak terlalu tinggi, juga tidak terlalu pendek, kulitnya tidak putih juga tidak kecoklatan. Rambutnya ikal, tidak terlalu keriting dan tidak pula lurus kaku. Allah mengutusnya sebagai Rasul pada usia 40 tahun. Beliau tinggal di Makkah selama 10 tahun dan di Madinah selama 13 tahun. Allah mewafatkannya pada usia 63 tahu. Pada kepala dan jenggotnya tidak terdapat sampai 20 lembar rambut yang telah berwarna putih. Setelah Rasulullah SAW wafat, Abu Bakar As-Shidiq diangkat sebagai khalifah pertama Islam. Setelah itu, Umar memegang tangan Abu Bakar dan membaiatnya. Maka, orang-orang pun ikut membaiatnya dengan baiat yang baik dan indah. (yan)

Read More

Pemikiran Kiai Achmad Shiddiq Untuk Memertahankan Ukhuwah

Surabaya – 1miliarsantri.net : Karakter tawassuth (moderat), tawazun (paralel, keseimbangan), i’tidal (tegak, adil) dan tasamuh (toleran) dalam Ahlussunnah wal Jamaah menjadi sikap yang selalu dibawa Nahdlatul Ulama dalam bermasyarakat. Segala bentuk perpecahan dalam tubuh Islam di Indonesia atau kenegaraan sejatinya menunjukkan kurangnya pemahaman akan sikap dari karakter di atas. Perbedaan para pemimpin sangat bisa dimengerti, namun perpecahan yang timbul darinya adalah bentuk ketiadaan kesadaran akan satunya misi, yakni persatuan umat. Ragam jalan yang ditempuh menuju suatu tujuan haruslah disadari sebagai keniscayaan. Sebagaimana ikhtilaful a’immah rohmatul ummah (perbedaan pandangan di kalangan para pemimpin adalah rahmat bagi ummat). Sikap para pemimpin atau pemuka agama dalam melihat perbedaan kepentingan, ideologi, dan hukum haruslah berdasarkan kebijaksanaan agar umat mendapatkan ketentraman dan tidak kehilangan arah. Belajar dari rentangan sejarah akan ragam segala bentuk konflik, NU selalu hadir di tengah umat sebagai organisasi masyarakat muslim terbesar di Indonesia memanggul tanggung jawab umat yang kompleks. Konflik dalam internal Islam atau antar umat atau antar suku bangsa atau lainnya bukan hal yang terjadi sekali dua kali di Indonesia. Indonesia dalam sejarahnya menyimpan rentetan panjang dan kelam akan hal tersebut. Melihat realitas tersebut terdapat jembatan persaudaraan yang membentang dan menyambungkan lintas entitas. Jembatan tersebut adalah ukhuwah islamiyah (persaudaraan umat Islam), ukhuwah wathaniyah (persaudaraan sebangsa-setanah air), ukhuwah insaniyah (persaudaraan sesama manusia). Ketiga gagasan cemerlang ini adalah sumbangsih besar KH Achmad Siddiq (Rais Aam 1984-1991) yang tercantum dalam makalahnya yang berjudul Ukhuwwah Islamiyyah dan Kesatuan Nasional: Bagaimana Memahami dan Menerapkannya. Makalah ini diperkenalkan beliau dalam pidatonya pada acara Munas NU di Pondok Pesantren Ihya’ Ulumuddin Kesugihan Cilacap Jawa Tengah pada 1987. KH Abdul Muchit Muzadi menyebut bahwa banyak kritik bernada sinis ketika gagasan tersebut dilayangkan Kiai Achmad Siddiq. Ketika pertama kali al-Maghfurlah KH Achmad Shiddiq mencanangkan hal ini, banyak kritik bernada sinis. Bahkan dengan gagasan beliau ini seakan-akan mereka menganggap bahwa beliau terlalu mengada-ngada, melakukan penambahan yang tidak perlu, bahkan ada juga yang menuduh beliau berlebih-lebihan “mendekati” kaum nonmuslim. Kalangan ini cenderung menyatakan bahwa gagasan tersebut “mengurangi” kadar-kadar ukhuwah islamiyyah atau persaudaraan sesama muslim. Meski demikian, setidaknya KH Achmad Shiddiq telah berhasil membuat para kiai NU untuk menyepakati pernyataan tentang fanatisme agama. Bahkan dalam makalahnya itu ia berhasil meletakkan dasar saling pengertian antara umat Islam dan umat agama lain. (Andre Feillard, NU vis a vis Negara: Pencarian Isi, Bentuk dan Makna, [Yogyakarta, LKiS: 2013,], cetakan ke-3, halaman 340-347). Gagasan Trilogi Ukhuwah KH. Achmad Siddiq tentu tidak berangkat dari kehampaan, melainkan dengan tujuan menata hubungan manusia dalam perspektif Islam. Ulama yang produktif tersebut telah melihat dengan kesadaran penuh bahwa ada gejolak yang timbul dengan berbagai bentuk. Sumbangsih besar KH. Achmad Siddiq mendapatkan relevansinya dewasa ini. Relevansi ini semakin menegaskan ketidakberesan hubungan antar individu atau antar kelompok atau antar umat. (yat)

Read More

As Syasi Pembuat Kunci Terkecil Yang Dikucilkan

Jakarta – 1miliarsantri.net : Dahulu ada seorang yang sangat ahli membuat kunci, bernama as-Syasi. Dia sangat terkenal di kota Marwa karena mampu membuat kunci yang sangat kecil hanya seberat satu Daniq. Satu daniq sama dengan 800 miligam. Kunci yang sangat kecil. Berkat karya nya ini, seluruh penduduk kota kagum dan memuji kunci itu. Kabar itu kemudian didengar oleh Abu Bakar, seorang lelaki paruh baya berusia 40 tahun. Lalu Abu Bakar membuat kunci yang yang beratnya empat kali lebih kecil dari kunci yang paling terkenal di kota Marwa itu. Dia pamerkan kunci kecil itu, dan orang-orang hanya memnganggap kunci itu bagus, tapi kabarnya tidak seviral kunci milik as-Syasi. Abu Bakar bergumam: Lihatlah segala sesuatu perlu kepada nasib. As-Syasi membuat kunci yang kecil dan kabar kehebatannya tersebar ke seluruh penjuru kota, aku membuat kunci yang empat kali lebih kecil dari kuncinya, tapi tak seorang pun yang menyebutnya. Lalu seorang menyahut, “Sebutan, reputasi dan kedudukan itu, hanya didapatkan dengan ilmu, bukan dengan kunci.” Kata itu menyadarkan Abu Bakar, lalu ia mencari syaikh di kota Marwa dan menyampaikan maksudnya. Lalu Syaikh itu menyampaikan ilmu pertama, kalimat pertama dalam kitab Mukhtasar Muzani, “Hadza kitabun Ikhtashartuhu”. ‘Ini adalah sebuah kitab yang telah aku ringkas… ‘ Sepulang ke rumah, Abu Bakar naik ke atas loteng rumahnya dan mengulang-ngulang, “Hadza kitabun Ikhtasartuhu” hingga malam suntuk menjelang fajar. Lalu ia tertidur. Ketika terbangun, Abu Bakar lupa apa yang ia hafalkan, ia sedih, dan malu jika bertemu dengan Syaikhnya. Ketika pagi hari, Abu Bakar keluar ingin pergi mengaji, tiba-tiba tetangganya menegur, “Hei Abu Bakar, tadi malam kami tidak bisa tidur karena mendegar kamu selalu mengulang-ulang: “Hadza kitabun Ikhtasartuhu”. Akhirnya Abu Bakar ingat apa yang dia hafal karena teguran tetangganya. Ketika bertemu dengan gurunya, Abu Bakar menceritakan kejadian itu. Lalu gurunya menasehati, “Jangan biarkan kejadian itu menghalangimu untuk menghafal dan menuntut ilmu, karena kalau kamu terus menerus menghafal dan belajar akan menjadi kebiasaan, kalau sudah jadi kebiasaan akan menjadi mudah.” Abu bakar semakin semangat dan terus fokus dalam ilmu hingga ia menjadi Imam Fikih Syafi’i Model Khurasan yang menulis, mengumpulkan dan membukukan furu’ kitab-kitab Madzhab Imam Syafi’i. Dalam buku-buku Madzhab Syafii Abu Bakar dikenal dengan julukan al-Qaffal as-Shagir, Si pembuat kunci yang kecil. Ia adalah ulama besar madzhab Syafi’i sekelas Abu Hamid al-Isfirayaini dari Irak. As-Syasi pembuat kunci terkenal itu juga ternyata adalah ulama besar; Ahli Fikih, Hadist dan Bahasa Arab. Dalam turast dikenal dengan julukan: al-Qaffal al-Kabir. Syaikh Awwamah mengomentari cerita ini, “Lihatlah pengaruh kata-kata baik dari hati yang ikhlas dan jatuh ke hati yang penuh semangat.” Beliau juga mengomentari keahlian membuat kunci; “Lihatkan dan renungkan betapa tingginya keahlian orang muslim zaman dulu dalam bidang kerajinan tangan”. (pras)

Read More

Keindahan Arsitektur Masjid di Cina

Semarang – 1miliarsantri.net : Di negara Cina / Tiongkok, masjid disebut sebagai Qīng Zhēn Sì (清真寺, Temples of the Pure Truth). Sebutan lainnnya ada lagi, antara lain Huí Huí Sì (回回寺 Hui people’s temple), Lǐ Bài Sì (礼拜寺 Temple of worship), Zhēn Jiào Sì (真教寺 Temple of the True Teaching) or Qīng Jìng Sì (清净寺 “Pure and clean temple”). Arsitektur Islam Cina mencerminkan arsitektur lokal dalam gayanya dimana merupakan kombinasi gaya Cina dan Islam. Namun, di Cina barat masjid lebih menyerupai masjid di Iran dan Asia Tengah dengan menara tinggi, ramping, lengkungan lengkung dan atap berbentuk kubah seperti pada gambar diatas. Catatan sejarah menunjukkan bahwa Masjid Xiaopiyuan di Xi’an, Shaanxi dibangun pada akhir Dinasti Tang (618–907) dan merupakan salah satu dari empat masjid di Xian pada tahun 1107. Masjid Xiaopiyuan adalah salah satu bangunan Islam paling awal di Xian. Masjid Xiaopiyuan memiliki gaya arsitektur istana tradisional Tiongkok dipadukan dengan unsur Islam dengan empat halaman. Tempat sholat untuk wanita ada tempat khusus yang berada di halaman masjid yang pertama. Ini merupakan hidden gem arsitektur dan seni dari Muslim Hui. Secara tradisional, Muslim Hui berbicara bahasa Cina dan menggunakan karakter Cina. Namun, jika menyangkut masjid, kaligrafi Cina biasanya muncul di luar Masjid, sedangkan di dalamnya menggunakan ayat-ayat Alquran dalam bahasa Arab. Masjid Agung Xi’an (Hanzi: 西安大清真寺) adalah salah satu masjid pramodern terbesar di Tiongkok. Meskipun masjid ini pertama kali dibangun pada tahun 742 M, bentuknya saat ini sebagian besar dibangun pada tahun 1384 M pada masa pemerintahan Kaisar Hongwu dari dinasti Ming. Seperti kebanyakan masjid Cina yang dibangun antara periode Ming dan Qing, Masjid Agung Xi’an memadukan bentuk arsitektur tradisional Cina dengan fungsi Islam. Masjid ini berorientasi ke arah barat ke arah Mekkah. Salah satu fitur penting dari Masjid Agung Xi’an adalah ukiran seluruh Al-Qur’an pada panel kayu. Bagian dalam Masjid didekorasi dengan gaya tradisional Cina. Mi Fu, salah satu ahli kaligrafi paling terkenal dalam sejarah Tiongkok, adalah keturunan Sogdiana. Ada sebuah tablet batu di Masjid Agung Xi’an menunjukkan tulisan tangannya “Hukum Dao membentuk trinitas dengan langit dan bumi.” Muslim Hui lokal menafsirkan “hukum” sebagai ajaran Islam. Saat ini sekitar 30 masjid dan 68.000 Muslim di Xi’an. Masjid Huaisheng 广州怀圣寺 juga dikenal sebagai Masjid Mercusuar, adalah masjid utama di Guangzhou. Dibangun kembali berkali-kali dalam sejarahnya, secara tradisional diperkirakan dibangun lebih dari 1.300 tahun yang lalu pada tahun 627 menjadikannya salah satu masjid tertua di dunia. Fitur yang paling tidak biasa dari Masjid Huaisheng adalah menara runcing setinggi 36 meter di Guangta atau Kwangtah. Meskipun ini berarti “Pagoda Polos” mengacu pada permukaannya yang polos, terkadang juga diartikan sebagai “mercusuar” sehingga masjid ini memiliki nama lain bernama Masjid Mercusuar. Masjid Huaisheng secara tradisional konon dibangun pada tahun 672 oleh Sa’d bin Abi Waqqas, paman Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wassalam. Masjid Niujie adalah Masjid tertua di Beijing, Cina. Ini pertama kali dibangun pada tahun 996 selama Dinasti Liao dan dibangun kembali serta diperbesar di bawah Kaisar Kangxi (memerintah 1661–1722) dari Dinasti Qing. Masjid mengikuti norma gaya arsitektur tradisional Cina. Masjid Niujie memiliki detail interior yang indah dalam gaya Cina Islam. Masjid Agung Shaanxi, juga dikenal sebagai Masjid Dongda, dibangun pada Dinasti Qing. Ini adalah masjid terbesar di Urumqi dan dapat menampung ribuan orang untuk beribadah pada waktu yang bersamaan. Arsitektur masjid menggabungkan bentuk tradisional Cina dengan dekorasi ala Islam. Masjid Hijau, Turpan, Cina terletak di pusat provinsi XinJiang di daerah yang dikenal sebagai “Turpan Depression”, tempat terendah dan terpanas di China. Masjid Agung Jinan Selatan adalah masjid tertua di kota Jinan. Didirikan pada masa dinasti Yuan pada tahun 1295. Sebagian besar bangunan yang ada saat ini didirikan pada masa dinasti Ming pada tahun 1436 – 1492. Gaya masjid ini mirip dengan kuil Cina. Masjid Agung Hohhot 呼和浩特清真大寺 di Distrik Huimin, Hohhot, Cina adalah masjid tertua & terbesar di Mongolia Dalam. Dirancang dengan arsitektur Arab dan Cina. Masjid ini dibangun pada tahun 1693 oleh orang Hui dan direnovasi pada tahun 1789. Masjid Bukui di Qiqihar, Heilongjiang, China dibangun pada masa Dinasti Qing dan terdaftar pada tahun 2006 sebagai Situs Utama yang Harus Dilindungi karena Nilai Sejarah dan Budayanya di Tingkat Nasional. Ini adalah masjid terbesar dan tertua di provinsi ini. Masjid di Zharkent, Kazakhstan ini dibangun oleh seorang arsitek Cina pada tahun 1886 menggunakan kayu dari pohon cemara lokal dan seluruhnya dibangun tanpa paku. Masjid indah ini di Hangzhou, ibu kota Zhejiang. Itu dibangun antara 2012 dan 2016 untuk melayani populasi Muslim kota yang terus bertambah. (hyd)

Read More

Kedubes AS Jalin Kerjasama Dengan Masjid Istiqlal Jakarta, Ciptakan Voice of Istiqlal

Jakarta – 1miliarsantri.net : Duta Besar Amerika Serikat (AS) untuk Indonesia, Sung Y. Kim bersama Imam Besar Masjid Istiqlal, Prof. Nasaruddin Umar meresmikan American Space di Masjid Istiqlal, bermitra dengan Voice of Istiqlal (VoIST). Kesepakatan bersama antara Kedubes AS di Jakarta dan Masjid Istiqlal ini bertujuan mempererat hubungan antara masyarakat Amerika Serikat dan Indonesia. Kedubes AS dan Badan Pengelola Masjid Istiqlal menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) untuk memperkokoh kemitraan ini. American Space terbaru milik Departemen Luar Negeri AS ini adalah yang pertama yang terletak di dalam sebuah masjid. American Space terbaru ini menambah jumlah fasilitas sejenis di seluruh Indonesia yang saat ini berjumlah 12 program. Program-program American Spaces memiliki fokus di lima bidang yaitu pembelajaran dan pelatihan guru Bahasa Inggris; konsultasi pendidikan dan promosi studi di Amerika Serikat; jejaring, proyek dan kegiatan alumni; program kebudayaan dan penjangkauan; dan informasi umum mengenai Amerika Serikat. “Fasilitas American Space di Istiqlal ini terbuka untuk siapa saja dan menjadi sarana bagi warga Muslim maupun non-Muslim di Indonesia yang tertarik untuk berdialog dan bekerja sama. Ini akan menjadi wadah bagi komunitas lokal berdiskusi masalah global dan nilai-nilai yang dianut bersama antara masyarakat Indonesia dan AS,” terang Kim kepada media, Selasa (6/5/2023) Sementara itu Imam Besar Nasaruddin Umar mengatakan American Space Voice of Istiqlal menjadi sarana memperkuat hubungan antara Amerika Serikat dan Indonesia. “Kami melihat Istiqlal siap untuk menjadi pusat peradaban Islam, identitas nasional dan simbol kemajuan masyarakat Indonesia yang akan mempromosikan dialog lintas agama dan Islam moderat dengan tujuan untuk memperkuat hubungan antara Timur dan Barat,” katanya. American Space ini menempati ruang yang besar dan fleksibel di dalam perpustakaan masjid dengan koleksi buku dan akses ke sumber informasi penting dan jurnal, dilengkapi dengan komputer, proyektor dan layar yang dapat digunakan masyarakat umum. Fasilitas ini dapat menampung sekitar 40 pengunjung program tatap muka. Kegiatan penjangkauannya akan fokus pada demokrasi, hak asasi manusia, dan keberagaman serta mempromosikan pendidikan dan peningkatan keterampilan untuk pemuda usia 18-35 tahun. Tempat ini juga akan menjadi sarana untuk mempelajari seluk beluk nilai, gagasan, dan budaya Amerika, dan menjadi pusat informasi peluang program pertukaran ke Amerika Serikat. (yuf)

Read More

Jendela Hafshah Binti Umar Yang Selalu Terbuka Selama 1400 Tahun

Madinah – 1miliarsantri.net : Saat anda berada di dalam masjid Nabawi menyampaikan salam langsung kepada Baginda Rasulullah SAW, anda tengah membelakangi sebuah jendela misteri. Jendela itu selalu terbuka dan tak pernah tertutup sejak 1400 tahun yang lalu. Banyak rahasia yang tersimpan di sudut-sudut Masjid Nabawi. Pintu, jendela, tiang, lantai, kubah, ornamen, bahkan warna cat yang dipilih untuk memoles tembok Masjid Nabawi memiliki sejarah dan kisah tersendiri. Setiap detail yang ada di masjid terbesar kedua di dunia ini memiliki cerita yang unik. Sejak masa Nabi SAW, Masjid Nabawi telah melalui serangkaian perluasan dan pembangunan. Seiring dengan bertambahnya para peziarah dari masa ke masa, para penguasa pun selalu memiliki kepedulian yang tinggi terhadap Masjid Nabawi. Para penguasa terus melakukan perluasan dan renovasi agar setiap peziarah dapat terlayani dengan baik saat mengunjungi dan beribadah di masjid ini. Tak seorang pun berani menutup jendela itu. Jendela yang selalu terbuka itu mengabadikan sebuah janji seorang ayah kepada putrinya. Sebagian besar peziarah tak mengetahui mengapa jendela itu selalu terbuka menganga lebar. Jendela ini memiliki beberapa nama. As-Suyuthi menyebutnya ‘Jendela Umar bin al-Khaththab’, sedang Ibnu Katsir menamainya ‘Jendela Keluarga Umar’. Setiap penguasa yang memimpin Masjid Nabawi selalu memperhatikan keberadaan jendela yang terbuka ini. Mereka mempertahankan janji Umar terhadap putrinya Hafshah untuk membiarkan jendela ini selalu terbuka melintasi dari zaman ke zaman. Kisah jendela yang selalu terbuka di belakang Makam Nabi bermula pada saat perluasan Masjid Nabawi yang kedua. Peristiwa itu terjadi pada tahun 17 H. Saat itu jumlah kaum Muslimin meningkat tajam karena meluasnya wilayah kekuasaan Islam atau yang dikenal dengan istilah futuhat. Para peziarah ke Masjid Nabawi melimpah ruah. Masjid Nabawi tak mampu lagi menampung jamaah. Oleh karena itu, Khalifah Umar bin al-Khaththab memprakarsai perluasan masjid. Namun, sang Khalifah menemukan sedikit kendala saat perluasan Masjid Nabawi. Kendala itu ialah keberadaan rumah putri sang Khalifah sendiri, Hafshah Binti Umar. Hafshah adalah Ummul Mukminin, salah seorang istri Baginda Rasul SAW. Rumah Hafshah Binti Umar berada persis bersebelahan (bagian selatan) dengan Makam Nabi. Di tempat itulah para peziarah berhenti untuk mengucapkan salam kepada Rasulullah SAW. Tempat itu adalah kamar Hafshah. Di tempat itulah Hafshah dahulu menemani Rasulullah SAW saat tidur bersamanya. Namun, untuk kepentingan perluasan, kamar yang penuh kenangan bersama Rasulullah SAW itu harus dirobohkan. Bagaimana cara membujuk Hafshah agar mau merelakan kamar itu untuk perluasan masjid. Maukah Hafshah Binti Umar pindah ke tempat lain, meninggalkan tempat yang penuh kisah bersama Baginda Rasul? Khalifah Umar bin al-Khaththab menemui putrinya Hafshah untuk menyampaikan rencana tersebut. Hafshah menangis sekeras-kerasnya dan menolak untuk meninggalkan rumahnya. Sang Khalifah tak mampu meyakinkan putrinya. Setelah dua hari berlalu, Khalifah Umar kembali menemui sang putri. Namun, Hafshah tetap bersikukuh menolak rencana itu. Ia enggan meninggalkan tempat dahulu ia bersama sang mulia, Rasulullah SAW. Para Sahabat pun mulai berembug untuk mencari cara yang dapat melunakkan hati putri Khalifah Umar. Semua usulan itu ditolak oleh Hafshah. Ia tetap ingin tinggal di kamar yang hanya berbatas tembok dengan Makam Rasulullah SAW. Saat Aisyah, istri Nabi SAW, dan para tokoh Sahabat ikut serta memberikan saran, Hafshah tak bergeming dengan keputusannya. Setelah situasi mereda beberapa malam, datanglah Umar beserta putranya Abdullah menemui Hafshah. Pada pertemuan kali ini hati Hafshah mulai melunak. Ia menerima usulan rencana perluasan Masjid Nabawi mengenai rumahnya. Namun ia mengajukan syarat agar ia bisa menempati kamar saudaranya, Abdullah, yang berada persis di samping kamarnya. Di kamar itu pula, ia meminta dibuatkan jendela yang selalu terbuka agar ia bisa terus memandangi Makam Sang Kekasih, Rasulullah SAW. Jendela itu harus selalu terbuka selamanya. Setelah Hafshah wafat, jendela itu tetap terbuka hingga kini, melalui kurun waktu 14 abad lamanya. Jendela itu menghadap langsung ke Makam Nabi SAW. (dir)

Read More

Pengorbanan dan Perjuangan Nyai Hj. Madichah di wilayah Banten

Jakarta – 1miliarsantri.net : Sejarah kisah perjuangan bangsa Indonesia yang dipelopori oleh kaum perempuan, ternyata sangat menarik untuk diangkat kisah nya, seperti hal nya kisah dua pendekar perempuan Banten, yakni Nyimas Gamparan dan Nyimas Melati. Keduanya adalah dua tokoh yang sangat terkenal di masa itu. Nyimas Gamparan dikenal dalam perang Cikande yang terjadi sekitar 1892 hingga 1830. Nyimas Gamparan dikenal pejuang yang sangat gigih dalam melawan kolonial Belanda. Sementara Nyimas Melati tak kalah heroiknya dalam melawan Belanda. Ia tercatat dalam sejarah perjuangan sebagai pahlawan perempuan dalam merebut kemerdekaan di wilayah Tangerang. Di luar dua tokoh pejuang tersebut, ada satu tokoh lainnya dari Cilegon Banten yang patut dijadikan panutan bagi perempuan-perempuan sekarang ini. Ia adalah Nyi Hj. Madichah, seorang ulama yang memiliki ilmu agama yang mumpuni. Nyi Madichah memiliki nama panjang Nyi Hj. Madichah binti KH. Abdul Latief. Ia adalah salah satu putri KH Abdul Latief dari penikahan istri kedua yakni Nyi Hj. Rahmah binti KH. Anhar. KH. Abdul Latief mendapatkan sokongan moral dan materil dari mertuanya dalam membangun pesantren, tarbiyatul athfal dan majelis taklim. Sosok Nyi Madichah sangat dikenal di Cilegon karena aktivitasnya memberikan bimbingan melalui majelis taklim ibu-ibu dan pengajaran di madrasah serta pesantren. Kiprah Nyi Madichah dapat dibagi kedalam dua bagian yaitu kiprah ke dalam dan ke luar. Kiprah ke dalam adalah aktivitasnya mengasuh 300 santriwati dari pagi hingga malam. Sedangkan kiprah ke luar yaitu kegiatannya dalam mengisi pengajian di berbagai majelis taklim. Nyi Madichah juga mempunyai pemikiran nasionalisme yang kuat. Pemikirannya tersebut tampak dalam aktivitasnya di Muslimat NU. Namun sulit menemukan jejak pemikiran nasionalisme karena sumber yang terbatas. Sedangkan jejak pemikirannya tentang Islam Nusantara dapat ditelusuri dalam karya-karyanya yang bertulisan Arab dengan bahasa Nusantara. Dosen tetap Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Universitas Islam Negeri Sultan Maulana Hasanudin Banten, Nihayatul Maskuroh dalam artikelnya berjudul “Nyi Hj. Madichah: Ulama Perempuan Cilegon dan Tradisi Maulid Fatimah menyebut Nyi Madichah merupakan ulama perempuan berpengaruh di Banten. Menurut Maskuroh tak ada catatan secara khusus yang menjelaskan kapan dan di mana Nyi Madichah dilahirkan. Hanya saja terdapat disebutkan bahwa KH Badul Latief menikah dengan Nyi Rahmah sepulang dari perjalanan ibadah haji di Makkah. KH Abdul Latief berada di Makkah selama 6 tahun dan berada di sana sejak tahun 1912 lalu kembali ke Indonesisa pada 1918. Dalam rentan waktu antara 1918 sampai 1924, KH Abdul Latief memberikan pengajian kepada masyarakat di Cibeber, Cilegon. Banyak masyarakat yang tertarik untuk mengikuti pengajiannya, bahkan dari masyarakat luar Banten, tapi juga dari daerah luar lain sering mengikuti pengajian nya. Sehingga tahun 1924, KH Abdul Latief mendirikan pesantren atas sumbangan mertuanya. Dari pernikahannya dengan Nyi Rahmah, hanya disebutkan bahwa dikaruniai empat orang anak yakni Nyi Hj. Ma’ajah, Nyi Hj. Madichah, KH. Ahmad Najiullah Latiefie dan KH. Ridwan Abdul Latief. “Dari penjelasan tersebut, dapat dijelaskan bahwa Nyi Hj. Madichah merupakan putri kedua dari KH. Abdul Latief. Nyi Hj. Madichah lahir 4 tahun kemudian setelah pernikahan kedua orang tuanya pada penjajahan Pemerintahan Hindia Belanda,” tukas Maskuroh. Dari data tersebut, Maskuroh memperkirakan Nyi Madichah lahir pada tahun 1922. Menurutnya, pada waktu itu belum banyak masyarakat yang mengenyam pendidikan formal kecuali dari kalangan bangsawan. Nyi Madichah waktu itu hanya mengenyam pendidikan nonformal yaitu di pesantren orang tuanya. Akibatnya, ia disebutkan tak bisa menulis latin dan hanya bisa menulis tulisan Arab. Ayah Nyi Madichah merupakan sosok yang memberikan pengaruh besar terhadap perkembangannya. Mulai dari di pesantren hingga kegiatan majelis taklim, ia mendapatkan ilmu dari ayahnya. Ia selalu ikut kegiatan majelis taklim ayahnya baik di daerah di Cibeber maupun di luar Cibeber. Materi yang diberikan oleh ayahnya tentang pemikiran madzhab as-Syafi’yah yaitu berhaluan dengan ahlusunnah wal jama’ah. Dari ilmu-ilmu yang didapatkan dari ayahnya tersebut, Nyi Madichah kemudian meneruskan peran ayahnya tersebut baik di madrasah maupun di majelis taklim. Sekitar tahun 1970-an ia telah membina santriwati sekitar 300 orang. Ia lalu dinikahkan dengan salah satu putra dari murid ayahnya, KH Ahmad Matin, yakni KH Arifudin dari Jombang. Kendati sudah menikah dan sibuk mengurus keluarga, Nyi Madichah tetap tidak meninggalkan aktivitas mengajarnya di pesantren dan di majelis-majelis taklim. (her)

Read More