Mahfud MD : Ya Lal Wathan Bermakna Menggugah Rasa Nasionalisme Dan Munculnya Dari Pesantren

Jakarta — 1miliarsantri.net : Bagi sebagian besar masyarakat, terutama jamaah Nadhlatul Ulama pasti sudah populer dengan lagu Syubbanul Wathan atau dikenal dengan judul lagu Ya Lal Wathan. Lirik syair Ya Lal Wathan yang digubah KH Abdul Wahab Chasbullah ini mempunyai makna nasionalisme dari semangat kepesantrenan.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Prof H Mohammad Mahfud Mahmodin (MD) mengatakan, lagu Indonesia Raya yang dikumandangkan setiap acara seremonial di lingkungan pesantren Nahdlatul Ulama sangat terasa ‘nyambung’ jika dilanjut dengan Ya Lal Wathan. Sebab kedua lagu tersebut merupakan tanda kecintaan kepada tanah air.

“Ya Lal Wathan, Ya Lal Wathan. Hubbul wathan minal iman. Kalau diterjemahkan bebas: aduhai tanah airku, aduhai tanah airku, mencintai tanah air itu bagian dari iman. Itu nasionalisme yang paling tinggi, yang lahir dari semangat kepesantrenan,” terang Mahfud dalam Resepsi Puncak Haul Almarhumin Sesepuh dan Warga Pondok Buntet Pesantren Cirebon, Sabtu (05/08/2023) malam.

Ia menegaskan, nasionalisme bagi warga pesantren bukan termasuk rukun iman. Sebab rukun iman sudah ditetapkan ada enam. Tetapi nasionalisme kepesantrenan itu merupakan bagian dari cabang-cabang iman.

“Karena saya ingin beribadah harus punya tanah air, tanah air ini harus dicintai. Maka disebut Indonesia biladi anta unwanul fakhama: Indonesia negeriku, engkau adalah tanda kehormatanku. Kemudian kullu man ya’tika yauman thamihan yalqa himama: barangsiapa yang datang mengganggumu akan kusikat habis, kujatuhkan di bawah dulimu,” lanjut Mahfud.

Ungkapan semangat nasionalisme melalui syair berbahasa Arab juga terdapat di Aceh. Syair ini muncul pada 1930 atau beberapa tahun setelah momentum Sumpah Pemuda.

Ya abna anaa jimsana Indonesia
Kummina minkum wandzur ilaa wadlnikum
Wathani anta abun li
Tsalitsun min abawaini
Wathani anta hayati
Wa munaa nafsi wa aini

“Wahai anak-anakku, kebangsaan kita ini adalah Indonesia. Wahai tanah airku, engkau adalah gantungan hidupku. Wahai tanah airku, engkau adalah orang tuaku. Orang tua yang ketiga sesudah ayah dan ibuku. Engkau adalah gantungan hidupku dan engkau adalah cita-citaku di dalam perjuangan hidup ini,” jelas Mahfud.

Lagu tersebut merupakan refleksi kecintaan kepada tanah air yang lahir dari pesantren ke pesantren, sehingga jasa umat Islam di Indonesia tak diragukan lagi.

“Jangan diragukan, umat Islam ini ikut punya andil sangat besar untuk membangun negara ini dan tidak boleh ada umat Islam yang mau merusak negara ini dengan secara ideologi dan bentuk negara kesatuannya. Itulah tanda kecintaan kepada tanah air,” katanya.

Karena itu, setelah para santri dan kiai di pesantren berjuang habis-habisan untuk membuat Indonesia merdeka menjadi NKRI, lalu negeri ini memberikan tempat terbaik kepada para santri untuk ikut mengurus negara.

“Ada (santri) yang jadi tentara, polisi, guru, hakim, dokter, menteri. Itulah hasil perjuangan para pendiri negara kita yang kemudian bergabung di dalam sebuah nasionalisme,” pungkasnya. (wink)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *