Puasa Arafah Ikut Indonesia Atau Makkah

Jakarta – 1miliarsantri.net : Perbedaan Hari Raya Idul Adha 10 Dzulhijjah 1444 H di Arab Saudi jatuh pada Rabu, 28 Juni 2023. Sementara, Kementerian Agama RI menetapkan Hari Raya Idul Adha pada Kamis, 29 Juni 2023.

Pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Al Bahjah, Prof KH Yahya Zainul Ma’arif (Buya Yahya), menjelaskan, terkait adanya perbedaan yang menimbulkan pertanyaan di tengah masyarakat terkait mana keputusan yang harus diikut, secara jumhur ulama selain mazhab Imam Syafi’i terdapat Ittihadul Mathla’.

Ittihadul Mathla’ merupakan persatuan tempat melihat hilal tanpa dibatasi oleh perbedaan geografis dan batas daerah kekuasaan. Jadi, puasa Arafah dan hari raya Idul Adha mengikuti waktu Makkah.

“Maksudnya gini, kita boleh saja kalau seandainya Arafah ngikut yang di Makkah karena Ittihadul Mathla’ bisa saja 1 Dzulhijjah-nya dilihat di Makkah, maka tanggal 9-nya juga mengikuti Makkah, boleh,” terang Buya Yahya, Senin (26/6/2023).

Sementara, dalam mazhab Imam Syafi’i dikenal Ikhtilaful Mathali. Artinya, umat Islam berpuasa sesuai tanggal di masing-masing wilayahnya. Jadi, di Indonesia misalnya mengikuti keputusan Kementerian Agama RI.

“Dua-duanya boleh. Akan tetapi, ketahuilah kaidah besar yang dihadirkan para ulama hukmul hakim yarfa’ul khilaf, negara memutuskan kayak gimana,” ujar Buya Yahya.

Sementara itu disisi lain, Ustadz Adi Hidayat (UAH), mengutip sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Muslim No.1162 dari Abu Qatadah Al-Ansari.

صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِى بَعْدَهُ وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ

“Puasa Arafah (9 Dzulhijjah) dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun akan datang. Puasa Asyuro (10 Muharram) akan menghapuskan dosa setahun yang lalu.” (HR Muslim)

UAH menjelaskan, hadits tersebut bukan menggunakan kata ‘syiam arafah’ yang artinya puasa Arafah. Arafah menunjuk pada momentum orang wukuf. Jika menggunakan kalimat puasa Arafah, maka tidak ada penafsiran.

“Semua di seluruh negeri ini harus berpuasa bersamaan dengan orang wukuf. Jadi, begitu di Arab Saudi wukuf sekarang, kita ikut puasanya di hari itu. Itu kalau tidak menggunakan (kata) yaum,” terang UAH.

Sementara, dalam hadits tersebut menggunakan kata ‘yaum’. Yaum disebut dengan huruf yang melekatkan sesuatu pada waktunya, bukan momentumnya.

“Jadi, yaum itu menunjuk waktu. Maksudnya apa? hadits ini ingin menegaskan puasa ini dilakukan bukan mengikuti momentumnya, tapi mengikuti waktunya,” ungkap UAH.

Artinya, jika di suatu negara sudah masuk tanggal 9 Dzulhijjah sekalipun tidak sama dengan tempat orang wukuf di Arab Saudi, maka itu sudah harus menunaikan puasanya sesuai waktu negara tersebut.

“Jadi, jatuh puasanya pada tanggalnya, bukan pada momentum wukufnya pada tempat tertentu,” ujar UAH. (yas)


Discover more from 1miliarsantri.net

Subscribe to get the latest posts sent to your email.

Berikan Komentar Anda

Discover more from 1miliarsantri.net

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading