Malang – 1miliarsantri.net : Perjalanan hidup manusia sering kali mengalami jatuh bangun dan pelbagai cobaan yang datang silih berganti. Terkadang banyak diantara nya yang dengan sabar menghadapi semua ujian tersebut dengan selalu mendekatkan diri pada Allah SWT. Namun banyak juga diantara nya yang benar-benar tidak kuat menghadapi ujian tersebut dan akhirnya mengakhiri kehidupan dengan cara yang sangat tragis. Bagi sebagian orang mungkin sudah pernah mendengar atau bahkan datang langsung ke Pondok Pesantren (Ponpes) Salafiyah Bihaaru Bahri ‘Asali Fadlaailir Rahmah, yang awal nya viral dikatakan sebagai Masjid Tiban Turen atau Masjid yang dibangun oleh bangsa Jin. Pesantren yang dirintis oleh Romo KH. Ahmad Bahru Mafdlaluddin Shaleh Al Mahbub Rahmat ‘Alam pada tahun 1963 dan resmi menjadi Pondok Pesantren tahun 1978 ini mengajarkan ilmu kehidupan kepada para santri nya. Purwanto, salah satu murid Pesantren, sekaligus Sekretaris Pengurus Harian mengatakan, tujuan utama nya adalah sebagai sarana atau media untuk membersihkan hati dari berbagai macam penyakit hati agar seseorang lebih Iman dan Cinta kepada Tuhan Allah SWT, serta sebagai sarana atau media pendidikan dan pembelajaran. “Pondok diperuntukkan bagi semua ummat, tanpa membedakan agama dan keyakinan serta aliran, ras dan suku bangsa, serta perbedaan-perbedaan lain nya. Disini lebih banyak diajarkan nilai tasawuf nya,” terang nya kepada 1miliarsantri.net. Dia menambahkan, bangunan Pesantren ini terdiri dari 10 lantai, dimana masing-masing lantai mengandung arti dan menyerap seluruh permasalahan yang pernah terjadi atau yang pernah dialami oleh para santri. “Dulu Romo Kiai hanya memiliki 10 santri saja yang kesemuanya memiliki permasalahan yang berbeda-beda, kemudian beliau meminta kepada para santri itu untuk beli tikar sebagai alas untuk santri itu sendiri dalam menjalankan riyadho. Kemudian Romo Kiai menjabarkan permasalahan para santri tersebut kedalam bentuk bangunan yang ada di Pesantren,” terang Purwanto. Bisa dikata, dari masing-masing tempat di Pesantren yang memiliki luas 8 hektare ini memiliki filosofi dan arti tersendiri, diantara nya misalkan ada santri yang memiliki masalah mengenai rumah tangga, maka ditempatkan pada lokasi yang sudah di istikharahi Romo Kiai Ahmad. “Romo Kiai tidak pernah memaksakan, jadi ketika ada yang memiliki permasalahan, maka akan disampaikan kepada beliau, untuk selanjutnya menunggu dawuh beliau dari hasil istikharoh yang dilakukan. Ada yang langsung pada saat itu beliau menyampaikan dan ada yang menunggu sehari atau bisa sampai tiga hari, dan disaat riyadho, para santri bisa membaca apa yang biasa dibaca atau dilakukan, bisa dengan sholawat atau duduk berdzikiri,” tukasnya. Menelusuri setiap ruang demi ruang yang ada di Pesantren ini sangat mengasyikkan. Selain desain interior nya yang sangat indah dan itu semua juga atas isyaroh yang didapat Romo Kiai Ahmad, disana bisa merasakan betul ketenangan bathin. Contoh ketika memasuki Ruang Tamu Lantai Dasar atau Ruang Tamu Parkiran, disana mengandung filosofi menumbuhkan / menghidupkan hati yang mati, memiliki akal sehat, memancarkan Nur Iman dan Islam, menciptakan akhlakul karimah, Nur Iman yang tidak terduga, mengangkat derajad, perubahan nasib. Kemudian menyusuri Ruang Istirahat Wanita di Lantai Dasar. Filosofi yang terasa adalah menjernihkan pikiran, menambah persaudaraan, menciptakan akhlakul karimah, menghilangkan suudzon terhadap Allah dan sesama makhluk, dapat berakhlakul karimah kepada Sang Pencipta, menghilangkan lebih diri, mendahulukan kepentingan umum diatas kepentingan pribadi, dapat beradaptasi terhadap lingkungan, pendapat, agama, memuliakan seluruh makhluk karena memuliakan Allah, memiliki pikiran cerdas. Setelah wafatnya Romo Kiai Ahmad, perjalanan Pesantren Salafiyah Bihaaru Bahri ‘Asali Fadlaailir Rahmah, kini dilanjutkan Bu Nyai (istri Romo Kiai Ahmad) dan tetap sebagaimana yang sudah dilakukan sebelumnya, selalu diperhitungkan dengan istikharah terlebih dahulu. “Seluruh santri disini sangat merasakan betul manfaat dari Riyadho yang dilakukan dan hasilnya juga bisa diaktualisasikan seperti dawuh Romo Kiai dulu yakni berdakwah lewat bangunan,” lanjutnya. Untuk bisa menjadi santri di Pesantren Salafiyah Bihaaru Bahri ‘Asali Fadlaailir Rahmah Ini sebenarnya cukup mudah. Langsung datang menemui Bu Nyai, kemudian menunggu isyaroh yang beliau lakukan. Jika ada jawaban atas isyaroh tersebut, maka selanjutnya bisa dilakukan oleh yang bersangkutan. “Banyak yang datang disini dengan berbagai macam problem permasalahan, seperti kesehatan, untuk wanita hamil yang sulit melahirkan hingga problem lain nya juga sering dikonsultasikan kepada Bu Nyai,” tutup Purwanto. (fq)