Kisah Penggemar Moge yang Beralih Bangun Pesantren Gratis

Bekasi — 1miliarsantri.net : Ini benar-benar kisah yang sangat inspiratif. Adalah H.Nasuhendi, pria yang memiliki hobi Moge (Motor Gede—Harley Davidson), suka tour keliling daerah, dan juga menjabat sebagai Ketua Moge Kabupaten dan Kota Bekasi, mendadak berubah menjadi tidak suka. Dia rela melepaskan semua jabatannya termasuk menjadi Ketua Komunitas penyuka burung se Jabar dan Banten.
Aktivitas lain H.Nasuhendi yang menjadi folunter orangtua asuh AFS (American Foundry Society) Intercultural Program — yang mengurus program pertukaran pelajar asing di Indonesia — mendadak tidak dijalani lagi. Dua kegiatan lainnya, sebagai anggota komunitas mobil Toyota Land Cruiser dan Range Rover, juga seketika dilepas.
Mengapa semua jabatan dan kegiatan yang awalnya sangat disukai itu dilepas secara mendadak, Ada apa?
Ternyata hati dan pikirannya selalu dihantui kegelisahan. Ayah, biasa H.Nasuhendi dipanggil, sering mendapat telpon “terror” dari kawan dekatnya. Misalnya tiba tiba kawan dekatnya telpon menanyakan ayah lagi dimana, dan dijawab sedang tour Moge di Timor Timur.
Saat itulah, kawan dekat ayah, berucap, ”Kamu itu ngapain pergi jauh jauh, manfaatnya apa? Kalau kamu ada apa-apa dan maaf kalau sampai tidak selamat, apakah itu menjadi akhir kehidupanmu yang baik apa buruk?”
“Teror telpon itulah yang membuat saya terus merenung,” ungkapnya kepada 1miliarsantri.net, Selasa (7/5/2024).
“Terror” lain yang sering dikemukakan kawan dekatnya, saat ayah mengurus AFS yang terkait pertukaran pelajar asing setingkat SMA di Jakarta. ayah menjadi bapak angkat pelajar asing dari Amerika, dari Italia dan juga Jepang. Awalnya berjalan biasa.
Ayah juga merasa bangga dan senang bisa menjadi bapak angkat pelajar asing. Baginya, bisa membantu orang asing tinggal di rumahnya karena sedang mengikuti pertukaran pelajar, menjadi sebuah kepuasan. Karena ayah merasa dirinya bermanfaat bagi orang lain.
Namun, bagi kawan dekatnya, apa yang ayah lakukan itu perlu dikaji ulang. Tidak salah juga saran dari kawan dekatnya ayah. Karena pengalaman menjadi bapak angkat pelajar Jepang, ternyata tidak mudah. Pelajar Jepang merasa takut dengan ayah, karena oleh pelajar jepang dicurigai sebagai bagian dari teroris.
Kecurigaan pelajar Jepang itu muncul karena ayah beragama Islam dan menyandang haji. Meskipun sudah dijelaskan berulangkali bahwa ayah bukan teroris, dan Islam bukan agama teroris, namun pelajar Jepang tetap merasa ketakutan.
Di tengah gejolak batinnya yang sedang “perang dingin” dengan pelajar Jepang tersebut, kawan dekat ayah datang dan menceramahi dirinya.
“Dari pada mengurus orang yang tidak seiman, lebih baik mengurus orang-orang yang seiman,” kata ayah menirukan saran dari kawan dekatnya tersebut.
Lalu ayah bertanya kepada kawan dekatnya, ”Maksudnya gemana?” Kawan dekatnya menyarankan ayah membangun pesantren untuk membantu memberikan pendidikan anak-anak agar memiliki kemampuan agama yang baik. Dengan memiliki pesantren, manfaatnya bagi ayah akan lebih baik karena bisa menguatkan secara keagamaan, dan juga bisa menjadi investasi untuk bekal di kemudian hari.
Kawan dekat ayah menyarankan membangun pesantren, karena kawannya tersebut juga memiliki pesantren.
“Sejak itulah saya berfikir keras merenungkan saran kawan dekat saya,” sambung ayah yang asal daerah Brebes Jawa Tengah ini.
Setelah hati dan pikirannya merasa mantab untuk membangun pesantren, ayah berkeliling daerah untuk melakukan studi banding ke berbagai pesantren.
Banyak pesantren yang sudah dikunjungi, namun ayah merasa kurang puas. Akhirnya, ayah bertemu Ustadz Yusuf Mansur dan mengunjungi pesantren Darul Qur’an. Ayah merasa cocok karena pesantren Darul Qur’an benar-benar menjadi pesantren modern, baik secara kurikulumnya maupun managemennya.
Karena ayah merasa tidak memiliki kemampuan agama yang cukup, ia menyerahkan managemen pesantren, sistem pengajaran dan perekrutan santri-santrinya diserahkan kepada pihak Darul Qur’an.
Ayah sendiri memilih bertugas menyiapkan bangunan fisiknya dan pembiayaannya. Ayah menyiapkan bangunan di atas lahan 4 hektar dari total tanah seluas 15 hektar yang berada di Desa Nagrog, Kecamatan Wanayasa, Purwakarta, Jawa Barat.
Desain pesantrennya tidak semua dalam bentuk bangunan, karena ingin lebih menonjolkan format pesantren alam agar para santrinya merasa lebih nyaman.
Pesantren yang diberi nama “Pesantren Takhfidz Darul Qur’an Takhassus Difa Kreasi Wanayasa” juga menerapkan standar Jepang, baik dari sisi kebersihan, penataan dapur, toilet, jemuran pakaian dan fasilitas tempat tidur para santri.
Fasilitas lain, yang juga disediakan adalah kolam renang, lapangan olahraga, dan fasilitas kesenian. Termasuk juga lahan untuk bercocok tanam para santri.
“Semua fasilitas ini disediakan agar para santri yang belajar di pesantren nyaman dan tidak merasa jenuh,” ujar ayah.
Dengan lengkapnya fasilitas pesantren dan standar managemen ala Darul Qur’an, sempat diusulkan agar santri yang belajar di pesantren dikenakan biaya. Namun, ayah memilih semua santri yang belajar di pesantren tidak dibebani biaya apa pun alias full gratis.
Karena gratis, para santri yang belajar di pesantren direkrut dari berbagai daerah, dan diprioritaskan bagi anak dari keluarga tidak mampu. Saat ini, pesantren yang sudah berjalan 3 tahun, memiliki 100 santriwati dengan 16 ustadzah.
“Santrinya sudah ada yang lulus. Bagi yang lulus, diminta untuk menjadi ustadzah selama 1 tahun sebagai ikatan dinas, dan setelah itu dibebaskan kembali ke kampung halamannya,” papar ayah yang sangat humble ini.
Menurut ayah, sementara ini pesantrennya baru menampung 100 santriwati. Ke depan akan ditingkatkan kembali. Dan saat ini, pesantrennya masih fokus mengurus santriwati, dan belum berfikir untuk menampung santri laki-laki.
“Mengurus santri laki-laki lebih berat,” ujarnya.
Ayah mengaku sangat terharu mempunyai pesantren, karena kehidupannya semakin tenang dan penuh keikhlasan. Apalagi keluarganya sangat mendukung.
“Biasanya saya keluyuran ke luar kota naik motor gede, sekarang di rumah mengurus pesantren, sehingga istri dan anak sangat senang,” kata ayah.
Yang juga membuat ayah merasa terharu karena para santrinya cerdas-cerdas. Ada santri yang sebelas bulan bisa menyelesaikan hafalan 30 juz.
Para ustadzahnya menerapkan sistem pembelajaran sangat disiplin. Ada model setoran hafalan, sehingga para santri bisa menyelesaikan dengan tepat waktu. Namun ada yang lebih awal bisa menyelesaikan hafalan 30 juz. “Subhanalloh,” ujar ayah bertasbih.
Tentang pembiayaan pesantren yang seluruhnya menjadi tanggungjawab ayah, sampai sekarang tidak pernah ada masalah.
“Alhamdulillah lancar. Semua gaji saya saya serahkan untuk pembiayaan pesantren,” ujar ayah yang punya gaji dari bisnisnya sendiri.
Ayah memang punya perusahaan yang hasilnya sebagian disisikan untuk menopang pembiayaan pesantren.
Tentang suka dukanya memiliki pesantren, menurut ayah, yang paling mencemaskan di saat ada santriwati yang kabur dari pesantren. Biasanya santriwati yang tidak kuat karena merasa tertekan dengan setoran hafalan, ada yang berusaha kabur.
“Yang saya benar-benar cemas dapat informasi ada santriwati jam 3 pagi kabur dari pesantren. Jam 3 pagi santri perempuan kabur, bagaimana tidak cemas? Untungnya saya sangat dekat dengan para kepala desa di dekat pesantren, sehingga ketika ada santriwati yang kabur, cepat dikerahkan pasukan desa untuk mencari keberadaan santriwati. Alhamdulillah selalu ketemu,” ujar ayah dengan penuh haru berkisah tentang santri yang kabur tersebut.
Namun, saat ini tidak ada lagi istilah santriwati kabur, karena menurut ayah, di pesantren dibuat aturan yang lebih ketat yang tidak memungkinkan ada celah ada santriwati kabur.
Hal lain yang dirasakan ayah dengan memiliki pesantren, membuat tidak semuanya menjadi mulus. Terutama yang terkait urusan bisnis.
Menurut penuturan ayah, sebagian pihak mengkhawatirkan pebisnis yang memiliki pesantren dicurigai memiliki agenda-agenda negative, terutama dikaitkan urusan teroris.
Namun alhamdulillah, kata ayah, kecurigaan-kecurigaan dari sebagian pihak itu secara perlahan memudar karena apa yang dikhawatirkan hanyalah sebuah kekhawatiran.
“Alhamdulillah ini semua karena saya merasa di lindungi Allah. Jadi saya tetap merasa tenang,” pungkasnya. (fat)
Baca juga :
- 220.000 Jamaah Haji Memasuki Arab Saudi, Didominasi Jamaah Haji Indonesia
- Arab Saudi Tangkap Hampir 16.000 Dan Proses Hukum 25.689 Orang Diawal Musim Haji 2025, Ini Penjelasannya
- Santri Ponpes Al Imam Berlaga Hingga Grand Final Olimpiade Sains Pelajar 2025 Kabupaten Kediri
- Arab Saudi Perketat Aturan Haji Terkait Larangan Visa Selain Visa Haji, Ini Penjelasan Kemenag
- 212.242 Jamaah Reguler Lunasi Biaya Haji Jelang Penutupan