Punakawan Roto Menangis Saat Mendampingi Diponegoro yang Jadi Tawanan Belanda

Yogyakarta — 1miliarsantri.net : Saat itu Punakawan Roto mengiringi Diponegoro ketika Belanda membawa Diponegoro ke Semarang. Saat menginap di Ungaran, Roto menangis, dikarenakan sebagai tawanan, Diponegoro dilarang Jenderal De Kock mengajak serta anak, panglima, dan prajuritnya. Punakawan yang boleh ikut hanya Roto.
Pada hari kedua Lebaran, Diponegoro berniat baik melakukan silaturami. Tapi De Kock tidak mengizinkan Diponegoro pulang dengan dalih ingin menuntaskan pembahasan persoalan perang.
Tapi sebenarnya ini hanya dalih, ksrena De Kock sudah mendapat perintah dari Gubernur Jenderan Van den Bosch. Perintahnya menangkap Dipinegoro, bukan melakukan perundingan.
Diponegoro kemudian dibawa ke Semarang untuk kemudian ke Batavia. Saat De Kock menahan, Diponegoro mengungkit janji Kolonel Cleerens.
“Kolonel Cleerens dahulu juga mempunyai janji kepadaku kalau musyawarah gagal aku dipersilakan krmbali ke Gejawan,” kata Diponegoro.
“Kalau Paduka pulang pun sudah tidak berani perang lagi,” kata De Kock.
Pernyataan De Kock terdengar bernada hinaan. Diponegoro pun segera menyergahnya.
“Mengapa taku perang kalau semua prajurit memang jantan,” kata Diponegoro.
De Kock lantas mengaku tidak memiliki wewenang mengizinkan Diponegoro melanjutkan perang. De Kock keluar, meminta prajuritnya masuk ke loji.
Dipinegoro pun memberi kode kepada Basah Martonegoro yang mendampinginya. Ia lalu menegur De Kock.
“He, kau, Jenderal De Kock. Kau membuat kisruh,” kata Diponegoro.
Diponegoro pun lalu meraih tangan De Kock. Dipinegoro mengajaknya duduk di kursi panjang.
Ada keinginan Diponegoro membunuh De Kock saat itu. Karena itulah ia memberi kode kepada Basah Martonegoro untuk bersiaga.
Namun niat itu ia urungkan karena Haji Isa Badarudin yang juga mendampinginya menasihatinya agar ingat Allah. Diponegoro pun menyadari, membunuh De Kock justru akan menjadi tidak baik.
Maka, Diponegoro meluapkan amarahnya dengan memaki-maki De Kock yang selama Ramadhan sangat baik kepada Diponegoro. Tapi Diponegoro kemudian pasrah pada nasib.
Ia pun pasrah ketika kemudian dibawa naik kereta kuda menuju Semarang sebagai tawanan. Jenderal De Kock berpesan kepada anak buahnya agar mengistirahatkan Diponegoro di Ungaran.
Begitu di Ungaran, Roto menangis. Diponegoro menanyakannya kepada punakawannya itu.
Roto menyatakan teringat ibunya, sehingga ingin pulang. Tapi, dalam pandangan Diponegoro, Roto menangis bukan karena ibunya.
Ia tahu jika Roto takut pada pasukan Belanda yang mengawal mereka ke Semarang. Karenanya, Diponegoro perlu menenangkan hati Roto.
“Hai Roto, kalau kau ingin pulang, besok saja kalau di Semarang. Aku ini sesungguhnya ingin naik haji, walai sendiri. Tidak sanggup aku tunda perihal keberangkatan ke Makkah,” kata Diponegoro. (mif)
Baca juga :
- Hidup Ala Rasulullah : Sederhana, Produktif, dan Penuh Makna
- Kecerdasan Buatan (AI) Masuk Kurikulum ; Cetak Gen Z yang Memiliki Talenta Digital?
- Mengukir Langkah Bersama: Haflah Akhirussanah ke-VI Pondok Tahfidz Modern Al-Imam
- Badge Pahala : Bisakah Ibadah Di-Gamifikasi Tanpa Kehilangan Ikhlas
- Gunung Berbalut Hijab – For some, lifestyle is the source of life
Discover more from 1miliarsantri.net
Subscribe to get the latest posts sent to your email.