Amangkurat 1 Pekerjakan Secara Paksa 300 Ribu Orang di Ibu Kota Baru Mataram, Pasca Penggantian Sultan Agung

Yogyakarta — 1miliarsantri.net : Kerajaan Mataram bangkit berkat watak kuat Panembahan Senopati dan Sultan Agung. Tetapi demikianlah keruntuhan kerajaan tersebut disebabkan oleh sifat-sifat kejam anak-cucu mereka, yaitu Sunan Tegalwangi yang selalu curiga dan membawa malapetaka.
Sunan Tegalwangi adalah julukan untuk Susuhunan Amangkurat I. Sifat kejam Amangkurat I yang dimulai dengan membunuh Tumenggung Wiroguno, berlanjut pada proyek pemindahan ibu kota mulai 1648.
Saat Amangkurat I memindahkan ibu kota Mataram dari Kartosuro ke Plered, pejabat-pejabat yang tidak menyetujuinya, ia beri hukuman. Ia juga mempekerjakan secara paksa 300 ribu orang di ibu kota baru.
“Beberapa pejabat tinggi yang tidak mau turut membantu dalam pekerjaan itu disuruhnya … ikat dan dibaringkan di paseban, dijemur dalam panas matahari,” tulis De Graaf mengutip catatan Winrick Kieft, utusan Kompeni yang dikirim ke Mataram pada November 1655.
Untuk pembangunan ibu kota baru yang berkepanjangan itu, Amangkurat I juga mengerahkan 300 ribu tenaga kerja paksa pada 1661. Mereka diperkerjakan untuk meneruskan pembangunan danau yang belum tuntas.
Danau untuk kesenangan Amangkurat I itu –tempat Amangkurat I bermain perahu– telah dibangun sejak 1651. Danau ini mengelilingi istana, sehingga tempat tinggal Amangkurat itu seperti pulau di tengah danau.
Para penguasa dari pesisir juga dilibatkan dalam proyek ini. Mereka diberi tugas sebagai pengawas, sehingga tidak diperbolehkan pulang ke negerinya masing-masing.
Pembuatan danau ini dilakukan dengan membendung sungai. Pada musim hujan 1661-1662, muncul banjir besar pada tengah malam, bendungan jebol. Pengerjaan danau pun berantakan, membuat Amangkurat I pusing kepala.
Setahun sebelum membangun ibu kota baru, Amangkurat I menemukan kesempatan untuk menghabisi Tumenggung Wiroguno. Ini tumenggung yang istrinya pernah diculik oleh Amangkurat I sebelum naik tahta.
Begitu naik tahta, ia mengambil hati Tumenggung Wiroguno dengan menaikkan jabatannya. Wiroguno menganggapnya sebagai anugerah raja, tetapi Amangkurat I menganggapnya sebagai taktik.
Pada 1647 daerah taklukan Mataram di ujung timur Jawa, Blambangan, diserbu orang Bali. Amangkurat I berpura-pura marah dan menyatakan hendak berkunjung ke Blambangan.
Namun, pejabat-pejabat pendukungnya tahau keinginan Amangkurat I yang sebenarnya, Mereka pun bermain drama, lalu menyarankan cukup mengutus Wiroguno untuk melihat Blambangan.
Wiroguno pun pergi ke Blambangan, tetapi tidak pernah kembali. Pendukung Amangkurat I membunuh Wiroguno dengan alasan ia tidak menjalankan perintah raja secara tepat. Keluarga Wiroguno pun dihabisi.
Sebelum pergi ke Blambangan, Wiroguno sempat membantu Pangeran Alit melakukan pemberontakan. Pangeran Alit yang gagal merebut posisi putra mahkota pada 1437, melakukan gerakan politik lagi pada 1647 di usianya yang ke-19.
Pada tahun itu ia memerintahkan pendukungnya menyerang alun-alun selatan untuk melaksanakan kudeta. Ia mendapatkan dukungan dari kalangan santri. Namun, pemberontakannya bisa ditumpas oleh Amangkurat I dan Pangeran Alit terbunuh.
Kepada rakyat, Amangkurat I menunjukkan belasungkawa atas kematian Pangeran Alit. Ia gunduli kepalanya, untuk menarik simpati kalangan santri.
Namun, di balik tindakannya itu, ia mencari cara untuk membalas dendam kepada kalangan santri yang telah mendukung adiknya melakukan kudeta-gagal. Ia panggil empat orang kepercayaannya, yang sebaya dengannya, yang telah membantunya sejak ia belum menjadi raja.
Mereka diinstruksikan untuk menyebar ke empat penjuru angin bersama para pengikut masing-masing. Tugasnya, jangan ada satu pun kalangan santri dan kiai yang luput dari tindakan tegas raja.
Setelah mereka berada di posisi masing-masing, mereka akan bergerak setelah mendapat isyarat istana. Isyarat itu berupa bunyi tembakan senjata.
“Belum setengah jam berlalu setelah bunyi tembakan, 5.000-6.000 jiwa dibasmi dengan cara yang mengerikan,” tulis De Graaf. Hamka menyebut angka sampai 7.000 santri dan kiainya yang menjadi korban tindakan raja ini. (mif)
Baca juga :
- Hidup Ala Rasulullah : Sederhana, Produktif, dan Penuh Makna
- Kecerdasan Buatan (AI) Masuk Kurikulum ; Cetak Gen Z yang Memiliki Talenta Digital?
- Mengukir Langkah Bersama: Haflah Akhirussanah ke-VI Pondok Tahfidz Modern Al-Imam
- Badge Pahala : Bisakah Ibadah Di-Gamifikasi Tanpa Kehilangan Ikhlas
- Gunung Berbalut Hijab – For some, lifestyle is the source of life
Discover more from 1miliarsantri.net
Subscribe to get the latest posts sent to your email.