Gaya Hidup Halal Haram Menurut Aturan Islam

Jakarta — 1miliarsantri.net : Istilah Halal dan haram sudah melekat erat dalam kehidupan sehari-hari. Anjuran mengonsumsi dan menjalankan segala sesuatu yang halal sudah menjadi kewajiban bagi setiap muslim. Begitupun menjauhi perkaran haram merupakan perintah yang harus dipatuhi.

Zaman semakin berkembang, kian banyak varian bisnis yang berlandaskan hukum dan prinsip Islam. Meski terlihat mengedepankan unsur religius, tapi implementasi bisnis bersifat universal dan dapat diterapkan pada siapapun. Hal ini juga yang membua tren bisnis halal dalam tren gaya hidup halal (halal lifestyle).

يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْ‌ضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ

“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (QS Al-Baqarah: 168).

Pimpinan AQL Islamic Centrer, KH Bachtiar Nasir (UBN), menjelaskan, ayat memuat perintah memakan makanan halal lagi baik. Ayat itu pun melarang manusia terjerumus ke tindakan yang mengikuti setan, karena bisa menjerumuskan pada kedurhakaan pada Allah SWT.

Masalah halal dan haram merupakan batasan-batasan Allah SWT bagi manusia sebagai bentuk ujian keimanan dan penghambaan diri kepada-Nya. Dalam menyikapi perintah Allah SWT ini, sebagian umat Islam tidak lagi memperdulikan aspek halal dan haram, karena sudah dikuasai oleh hawa nafsu.

“Sehingga tidak lagi memikirkan hak Allah SWT untuk ditaati dan disembah dengan segala macam ibadah,” kata UBN dalam ceramahnya di AQL Islamic Center, Tebet, Jakarta Selatan, dikutip Rabu (04/10/2023).

UBN menegaskan, hak menentukan halal dan haram merupakan hak Allah SWT. Manusia sama sekali tidak berhak menghalalkan apa yang diharamkan oleh Allah. Begitu juga sebaliknya, mengharamkan apa yang dihalalkan-Nya.

Dalam Islam, wilayah halal sangat luas. Sedangkan, wilayah haram sangat sempit. Maka itu, umat Islam tidak perlu merinci satu-persatu yang halal. Hal yang perlu diketahui adalah perkara haram, karena selain yang haram pasti halal.

“Dalam kaedah fiqihnya disebutkan bahwa hukum asal segala sesuatu itu adalah boleh sampai ada dalil yang mengharamkannya. Oleh karena itu selama tidak ada dalil dari al-Qur`an dan Sunnah Nabi SAW yang menegaskan bahwa sesuatu itu haram, maka ia adalah halal,” ujar UBN.

Allah SWT tidak menghalalkan kecuali yang baik dan bermanfaat bagi umat manusia. Sebaliknya, Allah tidak mengharamkan kecuali yang buruk dan merugikan bagi manusia. Ini bisa ditemukan dalam Surah Al-A’raaf ayat 157.

Harus dipahami, niat baik tidak selamanya menjadikan sesuatu yang haram menjadi baik. Perkara haram tetap haram. Dalam Islam ada dua jenis yang diharamkan.

Pertama, dilarang karena substansinya. Artinya, asal makanan tersebut sudah haram, seperti bangkai, darah, babi, anjing, minuman keras, dan sebagainya. Kedua, dibanned karena cara mendapatkannya. Makanan tersebut pada mulanya halal, namun menjadi haram karena sebab-sebab yang tidak berhubungan dengan makanan tersebut. Misalnya, makanan hasil korupsi, upah zina, hasil kecurangan, hasil riba dan lain-lain.

“Kesadaran kita akan halal dan haram sudah seharusnya menjadi gaya hidup kita karena itu adalah wujud ketaatan kita kepada Allah SWT. Dan tentunya menjadikan halal sebagai gaya hidup akan memberikan manfaat bagi kita. Karena Allah SWT hanya mengijinkan segala sesuatu yang baik dan bermanfaat bagi kita,” pungkas UBN. (yan)

Baca juga :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *