Solusi Akses Pendidikan Setara Anak Berkebutuhan Khusus (ABK), Tanggung Jawab Siapa?

Situbondo – 1miliarsantri.net: Pendidikan adalah hak dasar setiap anak, tanpa terkecuali. Tapi kenyataannya, tidak semua anak mendapatkan kesempatan layanan pendidikan yang sama. Ada beberapa kelompok yang seringkali tertinggal dan salah satunya adalah anak-anak berkebutuhan khusus (ABK).
Dalam setiap wilayah kecamatan idealnya terdapat minimal satu sekolah dasar (SD) dan satu sekolah menengah pertama (SMP) yang menyelenggarakan pendidikan inklusif bagi ABK tersebut.
Mereka bukan tidak mampu belajar, tapi seringkali sistem dan lingkungan belum cukup ramah untuk menerima dan mendukung mereka. Di sinilah pentingnya membahas solusi akses pendidikan setara yang benar-benar inklusif, adil, dan bisa dirasakan semua anak tanpa diskriminasi.
Mengacu Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif, ada 13 kategori ABK yang berhak masuk sekolah inklusi. Termasuk di antaranya, penyandang tunanetra, tunarungu, tunagrahita, autis, korban penyalahgunaan narkoba, bahkan tunaganda. Peraturan menteri itu juga mensyaratkan satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan inklusif wajib menyediakan paling sedikit seorang guru pembimbing khusus.
Ketika kita membicarakan solusi akses pendidikan yang setara, maka sesungguhnya kita sedang membahas masa depan anak-anak dengan kebutuhan berbeda. Ini tidak hanya soal fasilitas, tapi juga soal pemahaman kita, perhatian, empati, serta kemauan untuk terus membuka ruang seluas-luasnya agar mereka juga bisa tumbuh bersama dan belajar layaknya anak-anak pada umumnya.
Inklusi Pendidikan: Menyatukan Perbedaan dalam Lingkungan Belajar
Salah satu pendekatan utama dalam mewujudkan solusi akses pendidikan setara bagi anak berkebutuhan khusus adalah sistem pendidikan inklusif. Konsep ini berangkat dari pemikiran bahwa semua anak berhak belajar bersama-sama dalam satu ruang kelas, tanpa dipisah berdasarkan kondisi fisik, intelektual, tingkat sosial, atau bahkan emosional mereka.
Sistem inklusif bukan sekadar menempatkan anak-anak berkebutuhan khusus di sekolah umum, lalu membiarkan mereka menyesuaikan diri sendiri. Tidak demikian, seharusnya lingkungan belajarlah yang perlu beradaptasi.
Guru harus mendapatkan pelatihan khusus, metode pembelajaran harus fleksibel, dan sekolah perlu menyiapkan sarana pendukung seperti terapis, alat bantu visual, atau ruang tenang untuk anak dengan kebutuhan sensori.

Dengan pendidikan yang inklusif, kita tidak hanya menciptakan kesempatan belajar yang lebih adil, tapi juga membentuk generasi yang terbiasa hidup dalam keberagaman. Anak-anak lain belajar untuk memahami perbedaan, dan anak berkebutuhan khusus merasa diterima tanpa harus menjadi “normal.”
Teknologi juga bisa menjadi salah satu jembatan dalam menciptakan solusi akses pendidikan setara. Misalnya, aplikasi edukatif yang dirancang khusus untuk anak dengan autisme, atau sistem pembelajaran berbasis audio untuk anak tunanetra. Di era digital seperti sekarang, inovasi seperti ini tidak lagi menjadi kendala atau sulit ditemukan, yang dibutuhkan hanyalah kemauan untuk mengakses dan menerapkannya.
Untuk mewujudkan inovasi ini, maka perlu adanya kerjasama dari semua pihak baik itu pemerintah, sekolah, dan masyarakat untuk menciptakan ekosistem pendidikan yang adil. Mulai dari menciptakan kebijakan kurikulum yang ramah terhadap semua tipe pembelajar, hingga adanya program pelatihan guru yang terus diperbarui agar bisa menjawab tantangan di lapangan.
Karena kenyataannya, tidak semua guru paham tentang bagaimana cara mengajar anak berkebutuhan khusus, seperti disleksia, ADHD, atau yang memiliki gangguan sensorik lainnya. Padahal, pemahaman ini sangat krusial jika kita ingin mendorong solusi akses pendidikan setara yang benar-benar menyentuh realita.
Saatnya Bergerak Bersama Menerapkan Pendidikan yang Ramah untuk Semua Anak
Salah satu instansi yang aktif di dalam program pendidikan inklusif adalah Dinas Pendidikan (Dindik) Kabupaten Ponorogo. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Ponorogo, Drs. H. Nurhadi Hanuri, M.M., menjelaskan bahwa dinasnya kerap menggelar pelatihan guru pembimbing khusus agar lebih banyak sekolah yang layak menyelenggarakan pendidikan inklusif. Pihaknya juga berupaya meningkatkan kompetensi di bidang pendidikan khusus bagi pendidik dan tenaga kependidikan pada sekolah inklusi.
‘’Kalau ada orang tua ingin menyekolahkan anaknya yang berkebutuhan khusus ke sekolah reguler harus diterima. Semua sekolah harus siap menampung siswa yang berkebutuhan khusus,’’ terangnya.
Sekolah wajib mengalokasikan kursi bagi ABK minimal satu peserta didik dalam satu rombongan belajar yang akan diterima. Di sekolah inklusi, para siswa berkebutuhan khusus akan belajar bersama-sama di satu ruang yang sama dengan siswa lainnya.
Prinsip yang dipegang adalah kesetaraan hak pendidikan bagi semua anak. ‘’Sekolah inklusi itu sebenarnya sekolah reguler yang juga menerima siswa berkebutuhan khusus,’’ jelasnya. Dengan adanya layanan pendidikan inklusif, maka orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus memiliki alternatif selain menyekolahkan anaknya ke sekolah luar biasa (SLB). Meskipun sekolah inklusi lebih tepat untuk ABK yang memiliki kemampuan kognitif baik. (sumber : infopublik.id)
Kita semua punya peran masing-masing. Baik sebagai orang tua, sebagai guru, sebagai warga masyarakat, bahkan sebagai teman sebaya. Mewujudkan solusi akses pendidikan setara bukan hanya tugas satu pihak saja. Tapi, kita harus menciptakan bersama lingkungan belajar yang ideal bagi anak berkebutuhan khusus. Mulai dari menghentikan stigma dan ejekan, hingga menyediakan ruang bagi mereka untuk berpendapat dan berkembang sesuai potensi yang dimiliki.
Kita juga perlu belajar untuk tidak hanya mengasihani, tapi justru menguatkan dan memberdayakan mereka. Anak berkebutuhan khusus bukan anak yang lemah. Mereka hanya belajar dengan cara yang berbeda. Tugas kita adalah menemani proses itu, bukan mempercepat atau memaksakan.
Tak bisa dipungkiri, masih banyak tantangan yang harus dihadapi. Tapi setiap langkah kecil yang kita ambil hari ini akan berdampak besar untuk masa depan. Ketika satu anak berkebutuhan khusus merasa aman dan dihargai di sekolah, maka itu adalah kemenangan bersama.
Mari kita percaya bahwa setiap anak, apapun latar belakangnya, punya potensi untuk tumbuh luar biasa jika diberikan ruang yang tepat. Pendidikan bukan hanya tentang buku dan nilai, tapi tentang rasa aman, diterima, dan dimengerti. Dan itulah esensi dari solusi akses.
Penulis : Iffah Faridatul Hasanah
Editor : Toto Budiman dan Thamrin Humris